Hidup Dalam Naungan Al-Qur'an
“Sesungguhnya
Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan
memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal
saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS Al Israa 9)
Hidup
dalam naungan Al-Qur’an berarti selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an
baik secara tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifzh
(menghafalkan), tanfiidzh (mengamalkan), ta’liim (mengajarkan) dan
tahkiim (menjadikannya sebagai pedoman dan rujukan hukum). Rasulullah
saw . bersabda: “ Sebaik-baiknya kamu orang yang mempelajari Al-Qur’an
dan yang mengajarkannya”
Orang
yang mempelajari Al-Qur’an adalah orang yang masuk pada tahapan awal
dari interaksi terhadap Al-Qur’an dan orang yang mengajarkan Al-Qur’an
adalah orang yang sudah sampai tahapan akhir dari interaksi terhadap
Al-Qur’an, Namun secara umum orang-orang yang berjiwa Robbani adalah
orang yang senantiasa mengajarkan Al-Qur’an dan pada saat yang sama
orang belajar Al-Qur’an dan semuanya masuk orang yang terbaik dari umat
Islam.
At-Tilawah
(Membaca Al-Qur’an) “Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab
kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[84], mereka
itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka
mereka Itulah orang-orang yang rugi” (QS Al-Baqarah 121).
Salah
satu interaksi terhadap Al-Qur’an yang harus diperbanyak adalah tilawah
Al-Qur’an. Salafu sholih sangat serius dalam masalah tilawah. Utsman
bin ‘Affan mengkhatamkan setiap hari Al-Qur’an di bulan Ramadhan.
Abdullah bin Amru bin Al-Ash ketika diperintahkan membaca Al-Qur’an
sebulan khatam, beliau masih menawar bahwa dirinya masih mampu untuk
lebih cepat dari itu. Setelah terjadi tawar-menawar, maka Rasulullah
saw. membolehkan membaca Al-Qur’an setiap tiga hari khatam. Sementara
imam As-Syafi’i mengkahtamkan 60 kali dalam bulan Ramadhan diluar waktu
sholat. Sebagian ada yang setiap pekan khatam dan ada yang sepuluh hari
khatam. Demikianlah tilawah Shalafu sholih.
Orang-orang
beriman menjadikan Al-Qur’an sebagai buku bacaan hariannya dan tidak
pernah bosan dan kenyang dengan Al-Qur’an. Sebagaimana diungkapkan oleh
Utsman bin ‘Affan ra,”Kalau hati kita bersih, maka kita tidak akan
pernah kenyang dengan Al-Qur’an”. Karena dengan senantiasa membaca
Al-Qur’an, akan mendapatkan banyak kebaikan. Rasulullah saw. bersabda,”
Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka terimalah hidangan itu sekuat
kemampuan kalian. Al-Qur’an ini adalah tali Allah, cahaya yang terang,
obat yang bermanfaat, terpeliharalah orang yang berpegang teguh
dengannya, keselamatan bagi yang mengikutinya. Jika akan menyimpang,
maka diluruskan, tidak terputus keajaibannya, tidak lapuk karena banyak
diulang. Bacalah karena Allah akan memberikan pahala bacaan kalian
setiap huruf sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan alif lam mim satu
huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR
Al-Hakim)
At-Tadabbur
(Memahami Al-Qur’an) Allah Ta’ala berfirman,” Ini adalah sebuah Kitab
yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran” (QS Shaad 29).
Tadabbur
Al-Qur’an adalah meneliti lafazh Al-Qur’an untuk sampai pada makna
Al-Qur’an. Intinya bahwa tadabbur yaitu memahami Al-Qur’an, mendalami,
memikirkan dan memperhatikan agar dapat diamalkan. Inilah tujuan inti
dari diturunkan Al-Qur’an, yaitu untuk difahami isinya kemudian
diamalkan. Sebab jika orang membaca sesuatu dan tidak memahami maknanya
maka tujuan inti dari apa yang dibaca tidak sampai. Orang yang berilmu
dan memiliki peradaban adalah orang yang memahami apa yang dibaca.
Berkata Ibnu Taimiyah,” Tradisi yang terjadi adalah menolak, jika suatu
kaum membaca kitab pada disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran atau
matematika kemudian tidak memahaminya. Bagaimana dengan kalam Allah
Ta’ala yang merupakan kunci penjagaan, keselamatan, kebahagiaan dan
pedoman pada agama dan dunia mereka ?”
Al-Qur’an
adalah mu’jizat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dan
manusia dapat menikmati mu’jizat tersebut. Seluruh isinya berupa
kebenaran, kebaikan, keindahan, ilmu pengetahuan dan mengantarkan
manusia pada kebahagiaan. Orang yang hidup dalam naungan Al-Qur’an
mereka akan mendapatkan keberkahan. Keberkahan umur, keberkahan harta
dan keberkahan sarana lainnya. Sebaliknya manusia yang berpaling dari
Al-Qur’an, mereka akan mendapatkan kehidupan yang paling sempit,
sengsara dan menderita di dunia dan akhirat. “Dan barangsiapa berpaling
dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), Maka Sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan
Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang
melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat
kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun
dilupakan" (QS Thahaa 124-126).
Sangat
disayangkan jika mu’jizat terakhir yang membawa keselamatan dan
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat tidak dapat difahami dan
dini’mati oleh mayoritas manusia. Tetapi inilah realitas yang terjadi,
mayoritas manusia tidak beriman pada Al-Qur’an dan mayoritas umat muslim
tidak mengetahui isinya.
Al-Hifzh
wa al-Muhafazhah (Menghafal dan menjaga Al-Qur’an) “Sebenarnya, Al
Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang
diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali
orang-orang yang zalim” (QS Al-ankabuut 29).
Maksudnya,
bahwa ayat-ayat Al Quran itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh
banyak kaum muslimin turun temurun dan dipahami oleh mereka, sehingga
tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Dan inilah satu bentuk
kemudahan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Bahwa Al-Qur’an
mudah dibaca, mudah difahami, mudah dihafalkan dan mudah diamalkan.
Surat Al-Qomar menyebutkan empat kali, bahwa Allah telah berjanji untuk
memudahkan al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. “Dan Sesungguhnya Telah
kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil
pelajaran?” (QS Al Qomar, 17,22,32, 40). Para ulama tafsir, diantaranya
Al-Qurthubi, As-Suyuti dan lainnya, bahwa Allah telah memudah Al-Qur’an
untuk dihafalkan.
Banyak
orang-orang beriman yang sudah putus asa dalam menghafalkan Al-Qur’an,
seolah tidak mampu lagi menambah hafalannya, yang ada mahal berkurang.
Apalagi jika umur sudah mulai menginjak 40 tahun. Problematika ini
menunjukkan kelemahan iman dan semangat dalam menghafalkan Al-Qur’an.
Bahkan ada seorang da’i yang mengatakan bahwa dalam Islam semuanya mudah
kecuali menghafal Al-Qur’an. Kondisi seperti ini tentu sungguh sangat
memperihatinkan. Padahal jika kita melihat keislaman para sahabat,
mayoritas mereka masuk Islam sudah dewasa, sebagiannya sudah melewati
usia 40 tahun, tetapi mereka masih terus bersemangat untuk menghafal
Al-Qur’an.
Rasulullah
saw. bersabda,” Sesungguhnya orang yang dalam dadanya tidak ada
(hafalan ) dari al-Qur’an, maka seperti rumah rusak (kosong)” (HR Ahmad,
at-Tirmidzi dan Al-Hakim). Rumah rusak atau kosong, berarti mudah
dimasuki mahluk lain, seperti syetan atau jin yang senantiasa mengganggu
manusia. Dan memang kita mendapati, bahwa orang yang suka diganggu
syetan atau jin adalah orang yang hatinya kosong, yaitu kosong dari
keimanan dan kosong dari Al-Qur’an.
Rasulullah
saw. banyak memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang hafal
Al-Qur’an, diantaranya, “ Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir,
bersama malaikat yang mulai dan baik” (Muttafaqun ‘alaihi). “Tidak boleh
hasad kecuali pada dua, seorang yang diberikan Al-Qur’an dan diamalkan
siang malam. Dan seorang yang diberi harta, dia menginfakkannya siang
malam” (Muttafaqun ‘alaihi). “Ahlul Qur’an adalah ahli Allah dan yang
diistimewakan-Nya” (HR Ahmad dan Ibnu Majah). “ Yang memimpin (imam)
suatu kaum adalah yang paling menguasai Al-Qur’an” (HR Muslim). Pemimpin
disini baik dalam shalat dan tentu saja diluar shalat. Karena
Rasulullah saw. ketika memberi tugas pada para sahabat, yang diangkat
jadi pemimpin adalah yang paling menguasai Al-Qur’an atau yang paling
faqih terhadap agama.
At-Tanfidz
wa al-‘Amal bihi (Mengamalkan Al-Qur’an) Dan Katakanlah: "Bekerjalah
kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang Telah kamu kerjakan” (QS At-Taubah 105)
Langkah
interaksi terhadap Al-Qur’an berikutnya adalah mengamalkannya.
Mengamalkan Al-Qur’an berarti mengamalkan ajaran Islam atau beramal
shalih. Imam Ali menjelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa, yaitu
orang yang beramal sesuai dengan petunjuk Al Qur’an (al-‘amalu bit
tanziil). Inilah interaksi yang harus dilakukan oleh setiap orang
beriman, menjalankan yang diperintahkan dan meninggalkan yang
diharamkan. Mengamalkan Al-Qur’an harus sampai pada tingkat bahwa
Al-Qur’an menjadi kepribadian atau akhlaknya. Inilah yang terjadi pada
diri Rasulullah saw., sebagaimana diceritakan ‘Aisyah,” Akhlak Rasul
adalah Al-Qur’an” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i). Begitu juga para
sahabat disebut dengan ‘Generasi Al-Qur’an yang unik’.
Diantara
bentuk mengamalkan Al-Qur’an adalah mengikuti sunnah Rasul saw. Karena
kita melihat banyak orang yang mengklaim mengikuti Al-Qur’an tetapi
tidak mengikuti sunnah bahkan yang menafikan sunnah. ” Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya” (QS Al-Hasyr 7).
Sesuatu
yang harus menjadi keprihatinan kita orang-orang beriman adalah bahwa
banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Hal ini juga yang menjadi
keprihatinan Rasulullah saw. Bahkan keprihatinan ini diabadikan dalam
Al-Qur’an,” Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku
menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan" (QS Al-Furqan 30).
Meninggalkan Al-Qur’an ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya
karena begitu gencarnya propaganda penyesatan yang dilakukan oleh
musuh-musuh Islam. Begitu juga upaya yang sistematis agar umat Islam
jauh dari Al-Qur’an, “ Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah
kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah
hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka” (QS
Al-Fhushilat 41).
Berbagai
macam dakwah kebatilan digalakan, berbagai macam hiburan yang
melalaikan disemarakkan sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan
Al-Qur’an. Meninggalkan dari membaca Al-Qur’an, meninggalkan dari
memahami Al-Qur’an, meninggalkan dari menghafalkan Al-Qur’an,
meninggalkan dari mengamalkan Al-Qur’an dan meninggalkan dari segala
macam yang terkait dengan Al-Qur’an. TV mempunyai peran yang sangat
besar dalam membuat umat Islam meninggalkan Al-Qur’an.
At-Ta’lim
wa ad-Da’wah wa al-Jihad (Mengajarkan dan menda’wahkan Al-Qur’an )
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS Al-Furqaan
52).
Melihat
fenomena bahwa umat meninggalkan Al-Qur’an, maka harus ada upaya
simultan bagi para da’i, yaitu mengajarkan Al-Qur’an, menda’wahkan dan
berjihad dengannya. Inilah bentuk interaksi terakhir orang-orang beriman
dengan Al-Qur’an. Inilah sejatinya yang disebut dengan hidup dalam
naungan Al-Qur’an. Ta’lim, da’wah dan jihad yang terus-menerus sampai
Allah memberikan kemenangan atau mati syahid dijalan perjuangan ini.
Inilah kehidupan yang telah dilalui oleh Rasulullah saw. bersama dengan
keluarga dan para sahabatnya. Diteruskan oleh generasi salafu shalih
berikutnya, perjuangan yang tidak kenal henti.
As-Syahid
Sayyid Quttub menceritakan betapa indahnya hidup dalam naungan
Al-Qur’an. Beliau berkata dalam muqaddimah Tafsirnya,” Hidup dalam
naungan Al-Qur’an adalah ni’mat. Ni’mat yang hanya diketahui oleh siapa
yang telah merasakannya. Ni’mat yang akan mengangkat umur, memberkahi
dan menyucikannya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar