Konflik
sosial dalam konteks ini diartikan sebagai perkelahian antar masyarakat
atau perkelahian yang melibatkan massa yang besar dan melibatkan antar
kelompok, golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat dipahami
sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk menguasai sumber-sumber daya
atau kekuasaan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk
menguasai kekuasaan tersebut antara lain memperebutkan atau
mempertahankannya dengan cara konflik dan saling menghancurkan. Konflik
ini umumnya didahului dengan konflik pribadi dan aksi premanisme.
Disadari,
di setiap kelompok masyarakat Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi
konflik. Sebab setiap warga mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi
yang dalam pemenuhannya dapat mengorbankan kepentingan warga lainnya.
Bila dilakukan tanpa mengikuti aturan hukum atau konvensi sosial yang
dianggap adil dan beradab, akan menjadi potensi konflik. Potensi konflik
juga diakibatkan adanya perasaan tertekan. Selain itu juga diakibatkan
ketidakadilan dan kesewenang-wenangan terhadap harta benda, jatidiri,
kehormatan, keselamatan, dan nyawa.
Konflik sosial yang berpotensi di wilayah hukum Polda Metro Jaya antara lain konflik antar suku bangsa, konflik antar warga masyarakat, konflik antar- pelajar, dan konflik antara kelompok, geng atau preman, yang sering terjadi di kawasan eks Bandara Kemayoran, Pasar Tanah Abang, Bongkaran Tanah Abang, Terminal Senen, Pasar Senen, dan Jl KH Mas Mansyur Tanah Abang.
Konflik sosial yang berpotensi di wilayah hukum Polda Metro Jaya antara lain konflik antar suku bangsa, konflik antar warga masyarakat, konflik antar- pelajar, dan konflik antara kelompok, geng atau preman, yang sering terjadi di kawasan eks Bandara Kemayoran, Pasar Tanah Abang, Bongkaran Tanah Abang, Terminal Senen, Pasar Senen, dan Jl KH Mas Mansyur Tanah Abang.
Teror Bom
Teror
bom adalah tindakan yang dilakukan para teroris untuk menghancurkan
tata kehidupan sosial masyarakat, dengan menggunakan bahan peledak dan
menyebabkan kerusakan infrastruktur, hilangnya nyawa, harta benda, serta
trauma berat bagi masyarakat. Teror ini bertujuan menjatuhkan
kewibawaan pemerintah, baik di mata masyarakat maupun dunia. Sasarannya
adalah masyarakat sipil dan tempat-tempat yang menjadi fasilitas
diplomatik.
Permasalahan Kontijensi yang Disebabkan Manusia
Permasalahan
kontijensi yang disebabkan manusia merupakan kejadian yang meresahkan
dan menimbulkan ketakutan atau trauma masyarakat, sehingga dapat
menghambat serta menghancurkan produktifitas masyarakat, Yang dapat
dikategorikan sebagai permasalahan kontijensi yang disebabkan manusia
adalah teror bom, konflik sosial, demonstrasi yang melibatkan masa
besar, kerusuhan sosial, dan isu-isu sosial lainnya.
Kondisi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Jakarta
IBUKOTA Jakarta adalah pusat
peradaban yang menjadi tempat berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, ekonomi, politik, kesenian, hukum dan keadilan, etika,
estetika, maupun moral. Jakarta telah berkembang sedemikian rupa karena
fungsinya sebagai pusat-pusat industri dan pertumbuhan ekonomi pasar
dalam program pembangunan nasional. Dampak lain dari perkembangan ini,
Jakarta bukan saja sebagai pusat peradaban, lebih dari itu Jakarta telah
berkembang menjadi sebuah ibukota negara dengan berbagai masalah sosial
yang berdampak pada kemerosotan peradaban dan derajat kemanusiaan
manusia, kehancuran lingkungan, pemujaan terhadap uang secara
berlebihan, dan kerakusan yang mencerminkan ungkapan kuno homo homini
lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya).
Tingginya
tingkat selera konsumsi yang tidak diimbangi dengan tingkat produksi
dan penggajian atau prestasi kerja yang wajar menimbulkan masalah sosial
tersendiri bagi Jakarta. Sementara tata ruang, penggunaan kekuatan
ilegal untuk menduduki tanah-tanah dalam wilayah kota yang bukan
miliknya atau fasilitas-fasilitas lainnya, dan kemunculan
wilayah-wilayah pemukiman liar dan kumuh di daerah perkotaan yang
berfungsi sebagai kantong-kantong kemiskinan seakan menjadi
pensosialisasian kriminalitas, pelacuran, kenakalan dan kejahatan remaja
serta alkoholisme bagi ibukota Jakarta.
Berbagai
permasalahan sosial ini kian berkembang tidak terkendali diakibatkan
ketidak mampuan daya dukung lingkungan perkotaan. Secara keseluruhan
masalah-masalah tersebut juga turut mendorong terwujudnya lingkungan
hidup perkotaan yang tidak kondusif bagi Jakarta. Bahkan dapat
meresahkan karena berbagai persoalan terus menerus muncul, berkembang,
dan menjadi laten dalam kehidupan masyarakat ibukota Jakarta.
Persoalan
ini kian pelik tatkala berhadapan dengan kondisi masyarakat Jakarta
yang sangat heterogen Dengan demikian penanganan masalah-masalah yang
muncul di Jakarta pun tidak bisa diseragamkan atau disamaratakan antara
satu kawasan dengan kawasan lainnya, atau satu masalah dengan masalah
lainnya.
Dari sisi krirninalitas, di
wilayah hukum Polda Metro Jaya ini ada empat katagori kejahatan.
Pertama, kejahatan konvensional (pencurian, perampokan, perkelahian).
Kedua, transnasional crime (kejahatan transnasional) yang terkadang
lintas negara, seperti narkoba, illegal logging, terorisme, dan lainnya.
Ketiga, kejahatan yang berkaitan dengan kerugian terhadap kekayaan
negara (korupsi, illegal mining, illegal fishing). Keempat, kejahatan
yang berimplikasi pada masalah-masalah rasial. Sama seperti di daerah
lain, kejahatan yang paling menonjol di Jakarta dari waktu ke waktu
adalah kejahatan konvensional, khususnya kejahatan jalanan.
Keempat
katagori kejahatan tersebut tumbuh dan berkembang bersama permasalahan
kontijensi yang muncul, terutama dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dari analisa dan evaluasi yang dilakukan jajaran Polda Metro Jaya
tersimpulkan bahwa di wilayah hukumnya ada tiga permasalahan kontijensi
yang patut diwaspadai. Yaitu permasalahan kontijensi yang disebabkan
manusia, permasalahan kontijensi yang disebabkan alam. dan permasalahan
kontijensi yang diakibatkan kerusakan infrastruktur. Semua ini mau tidak
mau telah menjadi karakteristik kerawanan daerah (Kakerda) di wilayah
hukum Polda Metro Jaya.
Polda Metropolitan Jakarta Raya Secara Garis Besar
Jakarta
bukanlah sekadar sebagai pusat pemerintahan ibukota negara Republik
Indonesia. Kota Jakarta juga berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat
investasi, pusat industri, pusat pariwisata, pusat hiburan dan sekaligus
pusat segata aktivitas ekonomi lainnya. Posisi yang sangat strategis
ini membuat kota Jakarta menjadi barometer bagi daerah-daerah lain di
Indonesia.
Sebagai kota metropolitan, Jakarta juga merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan wilayah di sekitarnya. Kawasan yang semula hanya sebuah kota kecamatan berkembang menjadi kota satelit yang berfungsi sebagai kota penyanggah Jakarta. Ada tujuh wilayah penyanggah yang mengelilingi Jakarta, yaitu Kodya Tanggerang, Kabupaten Tangerang, Depok, Bogor, Cianjur, Kodya Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Setiap hari penduduk wilayah penyanggah melakukan aktivitas di Jakarta. Dampaknya arus lalulintas Jakarta menjadi penuh sesak terutama di jam-jam sibuk.
Survei yang dilakukan JICA tahun 2002 menyebutkan, jumlah perjalanan harian barang dan manusia dari Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi ke Jakarta rata-rata mencapai 5.302.194 kendaraan. Tahun 2010 diperkirakan melonjak menjadi 7.384.939 kendaraan. Sementara total perjalanan rata-rata perhari dikawasan kota Jakarta sudah mencapai 17 juta di tahun 2002. Bisa dibayangkan betapa sumpeknya situasi kota jakarta.
Meski demikian, apa yang terjadi di Jakarta tak jarang ditiru dan menjadi inspirasi bagi masyarakat di daerah. Gemerlap Jakarta sebagai kota metropolitan kerap pula menjadi impian bagi sebagian masyarakat daerah untuk mendatangi dan bermukim di kota ini. Mobilitas masyarakat dari dan ke kota Jakarta pun sangat tinggi. Pertambahan penduduk Jakarta kian sulit terdeteksi.
Data resmi menyebutkan penduduk Jakarta mencapai 12 juta jiwa. jumlah ini bisa lebih tinggi, mengingat banyaknya penduduk liar yang bermukim di berbagai sudut kota Jakarta, mulai di daerah-daerah kumuh, pinggir-pinggir kali hingga ke tepi-tepi pantai Teluk Jakarta. Semua ikut menambah kepadatan Jakarta, yang dari waktu ke waktu tidak bertambah luasnya yakni hanya 661,52 km2 daratan dan 6.997,5 km2 luas wilayah lautnya.
Kini, seiring kemajuan zaman, berbagai industri bermunculan di wilayah pinggiran, Jakarta juga didatangi banyak orang asing, terutama dari Taiwan, Korea Selatan, Cina, Malaysia, dan lainnya. Sebagian dari mereka datang membawa investasi, sehingga banyak pabrik-pabrik besar bermunculan di wilayah pinggiran Jakarta. Di kawasan Cibitung, Bekasi misalnya di awal 2006 saja sudah ada 2.000 pabrik. Sebagai daya dukung dari geliat perekonomian tersebut, bermunculan pula mal, hotel-hotel berbintang, dan berbagai tempat hiburan lainnya.
Potensi ekonomi ini ibarat madu yang menggiurkan bagi masyarakat daerah. Mereka berdatangan dan bermukim di wilayah-wilayah pinggiran. Jakarta pun terasa semakin sesak. Tak hanya di kawasan tengah kota, di berbagai wilayah pinggiran Jakarta pun menjadi kawasan padat dan kumuh. Para pendatang ini bercokol di antara lahan-lahan industri. Mereka membangun koloni-koloni pemukiman yang super padat, sesak dan kumuh. Semua dilakukan hanya sekadar mengkais rezeki dari dinamika perkembangan kota Jakarta.
Berbagai perkembangan ini tentunya membawa dampak sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Polri sendiri sudah mengantisipasi dinamika perkembangan Jakarta dan wilayah penyanggahnya itu sejak dini. Sehingga di tahun 1980, Mabes Polri menetapkan situasi kamtibmas di wilayah hukum Bekasi, Tangerang, dan Depok menjadi tanggungjawab Polda Metro Jaya dan bukan menjadi tanggungjawab Polda Jawa Barat lagi. Ini dilakukan agar mempermudah koordinasi pengendalian situasi kamtibmasnya.
Setelah Bekasi, Tangerang, dan Depok masuk menjadi wilayah hukumnya, jumlah penduduk yang harus dilindungi Polda Metro Jaya pun bertambah banyak. Saat ini total penduduk Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok yang harus diayomi Polda Metro Jaya lebih dari 19.580.074 jiwa. Tak mudah tentunya melayani sedemikian banyak penduduk dengan jumlah personil Polda Metro Jaya yang lambat pertambahannya, yakni saat ini 27.895 orang. Sementara kriminalitas dan gangguan keamanan serta stabilitas keamanan dan ketertiban (kamtibmas) menjadi ancaman serius bagi masyarakat di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Tahun 2002 saja misalnya, crime clock di wilayah hukum Polda Metro Jaya mengalami percepatan 14 detik, jika di bandingkan tahun 2001. Pada tahun 2002 crime clock terjadi setiap 15 menit 33 detik. Sementara crime rate (resiko penduduk terkena tindak pidana) tahun 2002 mengalami kenaikan 9,86 persen dibandingkan tahun 2001.
Pada tahun 2002 itu jumlah tindak pidana (crime total) mencapai 34.270 kasus naik 2,96 persen dibandingkan tahun 2001, yang hanya terjadi 33.284 kasus. Dari waktu ke waktu ada 11 kejahatan yang sering terjadi di Jakarta, yakni pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekasaran, pencurian kendaraan bermotor, kebakaran, perjudian, pemerasan, pemerkosaan, narkotika, dan kenakalan remaja. Pada semester pertama 2006, jumlah ke 11 kejahatan itu di Jakarta sudah mencapai 9.148 kasus.
Dari ke 11 kejahatan tersebut hanya empat ada yang menonjol, yaitu penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekerasan, dan pencurian kendaraan bermotor. Di semester pertama 2006 jumlah kejahatannya sudah mencapai 3.564 kasus. Sedangkan pada semester dua 2004 jumlahnya mencapai 12.491 kasus dan semester dua 2005 melonjak menjadi 18.765 kasus.
Saat ini, setidaknya ada empat ancaman kejahatan yang perlu diperhatikan jajaran Polda Metro Jaya seiring perkembangan pesat yang dialami ibukota Jakarta. Pertama, ancaman kriminalitas (kejahatan jalanan). Kedua, ancaman terorisme. Ketiga, ancaman kejahatan korupsi. Keempat, ancaman kejahatan narkoba. Semua kejahatan tersebut menjadi tuntutan masyarakat Jakarta agar jajaran Polda Metro Jaya, dapat mencegah dan mengatasinya. Bagi kalangan pengusaha yang hendak menanamkan investasinya di ibukota Jakarta tentunya selalu berharap adanya stabilitas kamtibmas dan jaminan kepastian hukum dari kalangan kepolisian.
Semua ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi jajaran Polda Metro Jaya sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam melindungi masyarakat ibukota Jakarta dari berbagai ancaman keamanan. Tak mudah bagi jajaran Polda Metro Jaya mengatasi berbagai masalah sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Secara internal jajaran Polda Metro Jaya memiliki berbagai keterbatasan, baik di bidang jumlah personil, fasilitas maupun anggaran operasional. Total personel Polda Metro Jaya saat ini hanya 27.895 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta maka rasio polisi 1:700. dengan rasio yang masih begitu lebar bukanlah hal yang mudah untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi warga Jakarta,
Sementara disektor eksternal, jajaran Polda Metro Jaya harus menghadapi sikap masyarakat yang kritis. Pasca reformasi, masyarakat Jakarta tak takut-takut lagi dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka kerap menuntut tampilnya polisi sipil yang professional Begitu pula bagi kalangan investor, mereka tak segan-segan angkat kaki jika jaminan stabilitas kamtibmas dan kepastian hukum tidak diberikan jajaran kepolisian.
Semua ini menjadi tantangan yang cukup berat, yang harus dihadapi Polda Metro Jaya beserta seluruh jajarannya. Lalu bagaimana kesiapan Polda Metro Jaya menghadapi perkembangan ini? Bagaimana konsep stabilitas kamtibmas yang akan diterapkan Polda Metro Jaya? Lalu, apa strategi kemitraan dan problem solving yang akan dibangun di Jakarta? Bagaimana pula konsep polisi sipil yang humanis yang akan diterapkan Polda Metro Jaya dalam melayani, melindungi, dan mengayomi serta melakukan penegakan hukum terhadap masyarakat ibukota Jakarta?
Lewat buku Profil Polda Metro Jaya Membangun Kepercayaan Masyarakat ini diungkapkan strategi jajaran Polda Metro Jaya dalam melayani, melindungi, dan mengayomi serta membangun kepercayaan masyarakat secara lengkap. Pasca reformasi dan mulai tertatanya sistem demokrasi, masyarakat memang selalu berharap tampilnya polisi sipil yang professional. Polisi yang lebih mengutamakan kemitraan dan berfungsi sebagai pemecah masalah (problem solving). Hanya dengan menampilkan kedua ciri tersebut seorang polisi bisa menunjukan jati dirinya sebagai polisi sipil yang humanis dan mampu berkomunikasi dari hati ke hati dengan masyarakat. Hanya dengan cara-cara seperti ini seorang polisi dapat mengurangi rasa takut masyarakat, baik terhadap ancaman para kriminal, gangguan kamtibmas maupun kepada tampilan polisi sendiri.
Polda Metro Jaya menyadari kehadiran polisi di tengah-tengah masyarakat memang merupakan suatu keharusan. Kehadiran polisi tidak dapat digantikan dengan teknologi secanggih apa pun. Sebab itulah tugas polisi yang mencakup tugas sebagai aparat pelindung, pengayom, pelayan dan penegakan hukum membuka format yang lebih luas ke arah pemberdayaan masyarakat. Jika masyarakat merasa aman dan stabilitas kamtibmas kondusif, roda perekonomian akan berputar dan melahirkan berbagai peningkatan perekonomian masyarakat. Jika perekonomian masyarakat terus meningkat, kualitas hidup masyarakat pun pasti meningkat. Disinilah peran strategis Polda Metro Jaya sebagai aparat kepolisian yang dapat berfungsi untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota Jakarta.
Orientasi Polda Metro Jaya saat ini sudah mengarah kesana. Secara konseptual sistem Pemolisian modern yang diterapkan Polda Metro Jaya adalah polisi sipil yang berorientasi pada nilai-nilai persahabatan. Modern dan bersahabat menjadi prinsip yang harus dianut seluruh jajarannya. Modernisasi yang ditanamkan Polda Metro Jaya kepada jajarannya ialah sebuah sistem kerja yang dilandasi dengan semangat speed and profesional. Diyakini, speed and profesional merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Sehingga setiap melaksanakan tugas-tugasnya dalam menyelesaikan permasalahan kamtibmas, jajaran Polda Metro Jaya bertindak cepat, sigap, tanggap, dan profesional.
Cepat memberikan pelayanan. Cepat mendatangi tempat kejadian dan cepat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sikap cepat ini diikuti dengan sikap profesionalisme datang ke tempat kejadian. Kemudian melakukan langkah-langkah secara benar dalam olah TKP (tempat kejadian perkara). Dengan prinsip kerja seperti ini diharapkan jajaran Polda Metro Jaya mampu mewujudkan harapan polisi sebagai fasilitator problem solving. Sehingga masyarakat Jakarta selalu merasa aman. Dengan terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif diharapkan masyarakat Jakarta dapat secara maksimal melakukan aktivitas sosial ekonominya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.
Sebagai kota metropolitan, Jakarta juga merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan wilayah di sekitarnya. Kawasan yang semula hanya sebuah kota kecamatan berkembang menjadi kota satelit yang berfungsi sebagai kota penyanggah Jakarta. Ada tujuh wilayah penyanggah yang mengelilingi Jakarta, yaitu Kodya Tanggerang, Kabupaten Tangerang, Depok, Bogor, Cianjur, Kodya Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Setiap hari penduduk wilayah penyanggah melakukan aktivitas di Jakarta. Dampaknya arus lalulintas Jakarta menjadi penuh sesak terutama di jam-jam sibuk.
Survei yang dilakukan JICA tahun 2002 menyebutkan, jumlah perjalanan harian barang dan manusia dari Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi ke Jakarta rata-rata mencapai 5.302.194 kendaraan. Tahun 2010 diperkirakan melonjak menjadi 7.384.939 kendaraan. Sementara total perjalanan rata-rata perhari dikawasan kota Jakarta sudah mencapai 17 juta di tahun 2002. Bisa dibayangkan betapa sumpeknya situasi kota jakarta.
Meski demikian, apa yang terjadi di Jakarta tak jarang ditiru dan menjadi inspirasi bagi masyarakat di daerah. Gemerlap Jakarta sebagai kota metropolitan kerap pula menjadi impian bagi sebagian masyarakat daerah untuk mendatangi dan bermukim di kota ini. Mobilitas masyarakat dari dan ke kota Jakarta pun sangat tinggi. Pertambahan penduduk Jakarta kian sulit terdeteksi.
Data resmi menyebutkan penduduk Jakarta mencapai 12 juta jiwa. jumlah ini bisa lebih tinggi, mengingat banyaknya penduduk liar yang bermukim di berbagai sudut kota Jakarta, mulai di daerah-daerah kumuh, pinggir-pinggir kali hingga ke tepi-tepi pantai Teluk Jakarta. Semua ikut menambah kepadatan Jakarta, yang dari waktu ke waktu tidak bertambah luasnya yakni hanya 661,52 km2 daratan dan 6.997,5 km2 luas wilayah lautnya.
Kini, seiring kemajuan zaman, berbagai industri bermunculan di wilayah pinggiran, Jakarta juga didatangi banyak orang asing, terutama dari Taiwan, Korea Selatan, Cina, Malaysia, dan lainnya. Sebagian dari mereka datang membawa investasi, sehingga banyak pabrik-pabrik besar bermunculan di wilayah pinggiran Jakarta. Di kawasan Cibitung, Bekasi misalnya di awal 2006 saja sudah ada 2.000 pabrik. Sebagai daya dukung dari geliat perekonomian tersebut, bermunculan pula mal, hotel-hotel berbintang, dan berbagai tempat hiburan lainnya.
Potensi ekonomi ini ibarat madu yang menggiurkan bagi masyarakat daerah. Mereka berdatangan dan bermukim di wilayah-wilayah pinggiran. Jakarta pun terasa semakin sesak. Tak hanya di kawasan tengah kota, di berbagai wilayah pinggiran Jakarta pun menjadi kawasan padat dan kumuh. Para pendatang ini bercokol di antara lahan-lahan industri. Mereka membangun koloni-koloni pemukiman yang super padat, sesak dan kumuh. Semua dilakukan hanya sekadar mengkais rezeki dari dinamika perkembangan kota Jakarta.
Berbagai perkembangan ini tentunya membawa dampak sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Polri sendiri sudah mengantisipasi dinamika perkembangan Jakarta dan wilayah penyanggahnya itu sejak dini. Sehingga di tahun 1980, Mabes Polri menetapkan situasi kamtibmas di wilayah hukum Bekasi, Tangerang, dan Depok menjadi tanggungjawab Polda Metro Jaya dan bukan menjadi tanggungjawab Polda Jawa Barat lagi. Ini dilakukan agar mempermudah koordinasi pengendalian situasi kamtibmasnya.
Setelah Bekasi, Tangerang, dan Depok masuk menjadi wilayah hukumnya, jumlah penduduk yang harus dilindungi Polda Metro Jaya pun bertambah banyak. Saat ini total penduduk Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok yang harus diayomi Polda Metro Jaya lebih dari 19.580.074 jiwa. Tak mudah tentunya melayani sedemikian banyak penduduk dengan jumlah personil Polda Metro Jaya yang lambat pertambahannya, yakni saat ini 27.895 orang. Sementara kriminalitas dan gangguan keamanan serta stabilitas keamanan dan ketertiban (kamtibmas) menjadi ancaman serius bagi masyarakat di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Tahun 2002 saja misalnya, crime clock di wilayah hukum Polda Metro Jaya mengalami percepatan 14 detik, jika di bandingkan tahun 2001. Pada tahun 2002 crime clock terjadi setiap 15 menit 33 detik. Sementara crime rate (resiko penduduk terkena tindak pidana) tahun 2002 mengalami kenaikan 9,86 persen dibandingkan tahun 2001.
Pada tahun 2002 itu jumlah tindak pidana (crime total) mencapai 34.270 kasus naik 2,96 persen dibandingkan tahun 2001, yang hanya terjadi 33.284 kasus. Dari waktu ke waktu ada 11 kejahatan yang sering terjadi di Jakarta, yakni pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekasaran, pencurian kendaraan bermotor, kebakaran, perjudian, pemerasan, pemerkosaan, narkotika, dan kenakalan remaja. Pada semester pertama 2006, jumlah ke 11 kejahatan itu di Jakarta sudah mencapai 9.148 kasus.
Dari ke 11 kejahatan tersebut hanya empat ada yang menonjol, yaitu penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekerasan, dan pencurian kendaraan bermotor. Di semester pertama 2006 jumlah kejahatannya sudah mencapai 3.564 kasus. Sedangkan pada semester dua 2004 jumlahnya mencapai 12.491 kasus dan semester dua 2005 melonjak menjadi 18.765 kasus.
Saat ini, setidaknya ada empat ancaman kejahatan yang perlu diperhatikan jajaran Polda Metro Jaya seiring perkembangan pesat yang dialami ibukota Jakarta. Pertama, ancaman kriminalitas (kejahatan jalanan). Kedua, ancaman terorisme. Ketiga, ancaman kejahatan korupsi. Keempat, ancaman kejahatan narkoba. Semua kejahatan tersebut menjadi tuntutan masyarakat Jakarta agar jajaran Polda Metro Jaya, dapat mencegah dan mengatasinya. Bagi kalangan pengusaha yang hendak menanamkan investasinya di ibukota Jakarta tentunya selalu berharap adanya stabilitas kamtibmas dan jaminan kepastian hukum dari kalangan kepolisian.
Semua ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi jajaran Polda Metro Jaya sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam melindungi masyarakat ibukota Jakarta dari berbagai ancaman keamanan. Tak mudah bagi jajaran Polda Metro Jaya mengatasi berbagai masalah sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Secara internal jajaran Polda Metro Jaya memiliki berbagai keterbatasan, baik di bidang jumlah personil, fasilitas maupun anggaran operasional. Total personel Polda Metro Jaya saat ini hanya 27.895 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta maka rasio polisi 1:700. dengan rasio yang masih begitu lebar bukanlah hal yang mudah untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi warga Jakarta,
Sementara disektor eksternal, jajaran Polda Metro Jaya harus menghadapi sikap masyarakat yang kritis. Pasca reformasi, masyarakat Jakarta tak takut-takut lagi dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka kerap menuntut tampilnya polisi sipil yang professional Begitu pula bagi kalangan investor, mereka tak segan-segan angkat kaki jika jaminan stabilitas kamtibmas dan kepastian hukum tidak diberikan jajaran kepolisian.
Semua ini menjadi tantangan yang cukup berat, yang harus dihadapi Polda Metro Jaya beserta seluruh jajarannya. Lalu bagaimana kesiapan Polda Metro Jaya menghadapi perkembangan ini? Bagaimana konsep stabilitas kamtibmas yang akan diterapkan Polda Metro Jaya? Lalu, apa strategi kemitraan dan problem solving yang akan dibangun di Jakarta? Bagaimana pula konsep polisi sipil yang humanis yang akan diterapkan Polda Metro Jaya dalam melayani, melindungi, dan mengayomi serta melakukan penegakan hukum terhadap masyarakat ibukota Jakarta?
Lewat buku Profil Polda Metro Jaya Membangun Kepercayaan Masyarakat ini diungkapkan strategi jajaran Polda Metro Jaya dalam melayani, melindungi, dan mengayomi serta membangun kepercayaan masyarakat secara lengkap. Pasca reformasi dan mulai tertatanya sistem demokrasi, masyarakat memang selalu berharap tampilnya polisi sipil yang professional. Polisi yang lebih mengutamakan kemitraan dan berfungsi sebagai pemecah masalah (problem solving). Hanya dengan menampilkan kedua ciri tersebut seorang polisi bisa menunjukan jati dirinya sebagai polisi sipil yang humanis dan mampu berkomunikasi dari hati ke hati dengan masyarakat. Hanya dengan cara-cara seperti ini seorang polisi dapat mengurangi rasa takut masyarakat, baik terhadap ancaman para kriminal, gangguan kamtibmas maupun kepada tampilan polisi sendiri.
Polda Metro Jaya menyadari kehadiran polisi di tengah-tengah masyarakat memang merupakan suatu keharusan. Kehadiran polisi tidak dapat digantikan dengan teknologi secanggih apa pun. Sebab itulah tugas polisi yang mencakup tugas sebagai aparat pelindung, pengayom, pelayan dan penegakan hukum membuka format yang lebih luas ke arah pemberdayaan masyarakat. Jika masyarakat merasa aman dan stabilitas kamtibmas kondusif, roda perekonomian akan berputar dan melahirkan berbagai peningkatan perekonomian masyarakat. Jika perekonomian masyarakat terus meningkat, kualitas hidup masyarakat pun pasti meningkat. Disinilah peran strategis Polda Metro Jaya sebagai aparat kepolisian yang dapat berfungsi untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota Jakarta.
Orientasi Polda Metro Jaya saat ini sudah mengarah kesana. Secara konseptual sistem Pemolisian modern yang diterapkan Polda Metro Jaya adalah polisi sipil yang berorientasi pada nilai-nilai persahabatan. Modern dan bersahabat menjadi prinsip yang harus dianut seluruh jajarannya. Modernisasi yang ditanamkan Polda Metro Jaya kepada jajarannya ialah sebuah sistem kerja yang dilandasi dengan semangat speed and profesional. Diyakini, speed and profesional merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Sehingga setiap melaksanakan tugas-tugasnya dalam menyelesaikan permasalahan kamtibmas, jajaran Polda Metro Jaya bertindak cepat, sigap, tanggap, dan profesional.
Cepat memberikan pelayanan. Cepat mendatangi tempat kejadian dan cepat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sikap cepat ini diikuti dengan sikap profesionalisme datang ke tempat kejadian. Kemudian melakukan langkah-langkah secara benar dalam olah TKP (tempat kejadian perkara). Dengan prinsip kerja seperti ini diharapkan jajaran Polda Metro Jaya mampu mewujudkan harapan polisi sebagai fasilitator problem solving. Sehingga masyarakat Jakarta selalu merasa aman. Dengan terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif diharapkan masyarakat Jakarta dapat secara maksimal melakukan aktivitas sosial ekonominya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar