KEBIJAKAN NASIONAL
PEMBANGUNAN BUDAYA
DAN KARAKTER BANGSA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang harus menjiwai semua bidang
pembangunan. Salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting
dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Ada beberapa alasan mendasar yang
melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis,
ideologis, normatif, historis maupun
sosiokultural.
Secara
filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam
proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang
kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan
ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan
karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan
kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan
karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa
henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman
kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa
yang multikultural.
Pembangunan
karakter bangsa merupakan gagasan besar
yang dicetuskan para pendiri bangsa
karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa
kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang
budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena
menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan
nasional yang selama ini dilaksanakan telah menunjukkan kemajuan di berbagai
bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi
bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan
dan teknologi, politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur,
pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Namun, di samping banyak
kemajuan yang telah dicapai ternyata masih banyak masalah dan tantangan yang
belum sepenuhnya terselesaikan, termasuk kondisi karakter bangsa yang
akhir-akhir ini mengalami pergeseran.
Pembangunan
karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini
belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tecermin dari kesenjangan
sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di
berbagai di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan
bebas dan pornografi yang terjadi di
kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang dan merambah pada semua sektor kehidupan
masyarakat. Saat
ini banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, penuturan bahasa yang
buruk dan tidak santun, dan ketidaktaataan berlalu lintas. Masyarakat
Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah
mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap
toleran dan gotong royong mulai cenderung
berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan
berperilaku tidak jujur. Semua itu menegaskan bahwa
terjadi ketidakpastian jati diri dan
karakter bangsa yang bermuara pada (1) disorientasi dan belum dihayatinya
nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa, (2) keterbatasan
perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila, (3) bergesernya
nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (4) memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa, (5) ancaman disintegrasi bangsa, dan (6)
melemahnya kemandirian bangsa.
Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa yang
memprihatinkan tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan
karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa seharusnya menjadi arus utama pembangunan
nasional. Artinya, setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan
dan dampaknya terhadap pengembangan karaker. Hal itu tecermin dari misi
pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan
visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan
prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.
Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi
yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat luas karena terkait
dengan pengembangan multiaspek
potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena
mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses
“menjadi”. Dalam hal ini dapat juga disebutkan
bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial
dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya
generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan
sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan
sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang
bermartabat. Selanjutnya, pembangunan karakter bangsa akan mengerucut pada
tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa,
(2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan (3)
untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan
bangsa yang bermartabat.
Pembangunan karakter bangsa harus
diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi nasional dalam rangka
memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa sebagai
upaya untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa dalam naungan NKRI. Pembangunan karakter bangsa harus dilakukan melalui
pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga; satuan
pendidikan; pemerintah; masyarakat termasuk teman sebaya, generasi muda, lanjut
usia, media massa, pramuka, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi
profesi, lembaga swadaya masyarakat; kelompok strategis seperti elite struktural,
elite politik, wartawan, budayawan, agamawan, tokoh adat, serta tokoh
masyarakat. Adapun strategi pembangunan karakter dapat dilakukan melalui sosialisasi,
pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama dengan memperhatikan
kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta pendekatan multidisiplin yang
tidak menekankan pada indoktrinasi.
Dalam rangka meningkatkan pembangunan
karakter yang berhasil guna, diperlukan upaya-upaya nyata antara lain
penyusunan desain pembangunan karakter secara nasional, penyusunan rencana aksi
nasional secara terpadu, pencanangan pembangunan karakter bangsa oleh Presiden
Republik Indonesia sebagai tonggak dimulainya revitalisasi pembangunan karakter
bangsa, serta implementasi pembangunan karakter oleh semua komponen bangsa dan
aktualisasi nilai-nilai karakter secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
B. Fungsi,Tujuan,
dan Tema
1. Fungsi
a. Fungsi Pembentukan
dan Pengembangan Potensi
Pembangunan
karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia
atau warga negara Indonesia
agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik
sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b.
Fungsi
Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan
karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung
jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju
bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c.
Fungsi
Penyaring
Pembangunan
karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya
bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang bermartabat.
Ketiga
fungsi tersebut dilakukan melalui (1) Pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan
ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3)
Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4)
Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5) Penguatan keunggulan dan daya saing
bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia dalam konteks global.
2. Tujuan
Pembangunan
karakter bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara
sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Tema
Pembangunan
Karakter Bangsa merupakan suatu gerakan nasional dengan tema membangun generasi
Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.
C. Ruang
Lingkup
Ruang lingkup sasaran
pembangunan karakter bangsa meliputi:
1.
Lingkup
Keluarga
Keluarga
merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orang
tua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga
sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang tecermin
dalam perilaku keseharian. Proses itu dapat dilakukan melalui komunitas
keluarga dan partisipasi keluarga dalam pengelolaan pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama di mana orang
tua bertindak sebagai pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat
dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan.
Pendidikan karakter dalam lingkup keluarga dapat juga dilakukan kepada
komunitas calon orang tua dengan penyertaan pengetahuan dan keterampilan,
khususnya dalam pengasuhan dan pembimbingan anak.
2.
Lingkup
Satuan Pendidikan
Satuan
pendidikan merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter yang dilakukan dengan
menggunakan (a) pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (b)
pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler, serta (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan
pendidikan. Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan mulai dari
pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi.
Salah
satu kunci keberhasilan program pengembangan karakter pada satuan pendidikan
adalah keteladanan dari para pendidik dan tenaga kependidikan. Keteladanan
bukan sekadar sebagai contoh bagi peserta didik, melainkan juga sebagai penguat
moral bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu,
penerapan keteladanan di lingkungan satuan pendidikan menjadi prasyarat dalam
pengembangan karakter peserta didik.
3.
Lingkup
Pemerintahan
Pemerintahan
merupakan wahana pembangunan karakter bangsa melalui keteladanan penyelenggara
negara, elite pemerintah, dan elite
politik. Unsur pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
pembentukan karakter bangsa karena aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan
merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang ikut menentukan berhasilnya
pembangunan karakter pada tataran informal, formal, dan nonformal. Pemerintahlah
yang mengeluarkan berbagai kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan. Kebijakan
pemerintah dalam berbagai seginya (termasuk kebijakan dalam bidang penyiaran
atau media massa) harus mengacu pada pengarusutamaan pembangunan karakter
bangsa.
4.
Lingkup
Masyarakat Sipil
Masyarakat
sipil merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter melalui keteladanan
tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat yang tergabung
dalam organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai karakter dapat
diinternalisasi menjadi perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Lingkup
Masyarakat Politik
Masyarakat
politik merupakan wahana yang melibatkan warga negara dalam penyaluran aspirasi
dalam politik. Masyarakat politik merupakan suara representatif dari segenap
elite politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai strategis
dalam pembangunan karakter bangsa karena semua partai politik memiliki dasar
yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.
6.
Lingkup
Dunia Usaha dan Industri
Dunia
usaha dan industri merupakan wahana interaksi para pelaku sektor riil yang
menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian perekonomian nasional sangat
bergantung pada kekuatan karakter para pelaku usaha dan industri yang di
antaranya dicerminkan oleh menguatnya daya saing, meningkatnya lapangan kerja,
dan kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri.
7.
Lingkup
Media Massa
Media
massa merupakan sebuah fungsi dan sistem yang memberi pengaruh sangat
signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan pembentukan nilai-nilai
kehidupan, sikap, perilaku, dan kepribadian atau jati diri bangsa. Media massa,
baik elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif atau pun
nonedukatif bergantung dari muatan pesan informasi yang
disampaikannya. Fungsi dan peran media massa dirasa makin penting dalam era
globalisasi saat ini seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan
informasi. Berbagai informasi yang berasal dari berbagai sumber, baik dari
dalam maupun luar negeri dengan mudah dapat diakses secara langsung oleh
masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, informasi yang bertentangan dengan
nilai-nilai budaya bangsa akan membawa dampak negatif terhadap upaya
pembentukan karakter. Pada gilirannya, hal ini akan dapat mengancam jati diri
bangsa. Atas dasar ini, sudah seharusnya media massa selalu memberikan
perhatian dan kepedulian dalam setiap pemberitaan dan penyiaran informasi agar
secara bertanggung jawab memasukkan pesan-pesan edukatif terkait dengan
substansi pembangunan karakter bangsa.
D. Pengertian
Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa
1. Karakter
Karakter
adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu
nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah
raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter
merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai,
kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan.
2. Karakter Bangsa
Karakter
bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa,
dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai
hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang
atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku
kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
terhadap NKRI.
3. Pembangunan Karakter Bangsa
Pembangunan Karakter
Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta
potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik,
dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembangunan karakter bangsa dilakukan secara
koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan,
pembudayaan, dan kerja sama seluruh
komponen bangsa dan negara.
E. Alur
Pikir
Alur
pikir pembangunan karakter bangsa dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1: Bagan Alur Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa
BAB
II
KERANGKA DASAR PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
A. Konsensus Dasar Pembangunan Nasional
1. Pancasila
Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental.
Selain bersifat yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan
perundang-undangan berlandaskan pada Pancasila (sering disebut sebagai sumber
dari segala sumber hukum), Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila
merupakan dasar filosofis dan sebagai
perilaku kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan
pandangan/cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional.
Sebagai dasar negara dan sebagai
pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan
dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam hidup dan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter
masyarakat Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa
Indonesia.
Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang
sangat fundamental bagi negara dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan
karakter bangsa, Pancasila merupakan landasan utama. Sebagai landasan,
Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam pembangunan
karakter bangsa. Dalam konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter
bangsa memiliki makna membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter
Pancasila. Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki
ciri dan watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan
kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi sumber nilai luhur
yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa.
2. Undang-Undang Dasar
1945
Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang
dalam norma-norma yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh
karena itu, landasan kedua yang harus menjadi acuan dalam pembangunan karakter
bangsa adalah norma konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai universal yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma
konstitusional bagi negara Republik Indonesia.
Keluhuran nilai yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 memancarkan tekad dan komitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan
itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan isi dalam
Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak mengubahnya. Pertama, di
dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar universal bagi berdiri tegaknya
sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam alinea pertama secara eksplisit
dinyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pernyataan itu dengan tegas menyatakan bahwa
kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh karena itu, tidak boleh lagi
ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini adalah berdirinya negara
merdeka dan berdaulat merupakan sebuah
keniscayaan. Alasan kedua adalah di
dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma yang terkait dengan tujuan negara atau
tujuan nasional yang merupakan cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI.
Tujuan negara itu meliputi empat butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
(2) memajukan kesejahteraan umum, (3)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Cita-cita itu sangat luhur dan tidak akan
lekang oleh waktu. Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945 mengatur
ketatanegaran Indonesia khususnya tentang bentuk negara dan sistem
pemerintahan. Alasan keempat adalah karena nilainya yang sangat tinggi bagi
bangsa dan negara Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan
UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.
Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945
terdapat norma-norma konstitusional yang mengatur sistem ketatanegaraan dan
pemerintahan Indonesia, pengaturan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia,
identitas negara, dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang semuanya itu
perlu dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam
pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD 1945 menjadi
landasan yang harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya negara Republik
Indonesia.
3. Bhinneka Tunggal Ika
Landasan
ketiga yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam pembangunan
karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman,
tetapi tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang
memiliki kesamaan sejarah dan kesamaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat
yang “adil dalam kemakmuran” dan “makmur dalam keadilan” dengan dasar negara
Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945.
Keberagaman suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) merupakan suatu keniscayaan dan tidak bisa dipungkiri oleh
bangsa Indonesia. Akan tetapi,
keberagaman itu harus dipandang sebagai kekayaan khasanah sosiokultural,
kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai anugerah Tuhan yang Maha
Esa bukan untuk dipertentangkan, apalagi
dipertantangkan (diadu antara satu dengan lainnya) sehingga terpecah-belah.
Oleh karena itu, semboyan Bhinneka
Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat
bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam
pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia
adalah karakter yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan
karakter yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI.
Oleh karena itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme)
perlu dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap
demokratis dan menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter
harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
(nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu,
landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter bangsa
adalah komitmen terhadap NKRI.
B. Lingkungan Strategis
1.
Lingkungan
Global
Globalisasi dalam banyak hal
memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-batas suatu
negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan
antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk
interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan
informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan
pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa
yang sulit dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri
bangsa.
Berdasarkan indikasi tersebut,
globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak
masyarakat serta bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda
yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak
sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan
upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap
menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan
kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya teknologi telekomunikasi telah memungkinkan manusia melakukan
komunikasi global, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Perkembangan yang
terjadi di negara lain dalam waktu yang singkat dapat diketahui. Hal ini banyak
dipergunakan negara maju untuk mengembangkan pasar modal yang memungkinkan mereka
melakukan investasi di manapun dengan leluasa tanpa harus mempertimbangkan
batas-batas suatu negara. Di samping itu, perkembangan iptek juga ikut
mengalirkan berbagai informasi yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat, tetapi
sangat mudah untuk ditiru sehingga terjadilah perilaku yang tidak sejalan
dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
Kepesatan bidang teknologi informasi dan
komunikasi telah membawa perubahan besar di berbagai sektor kehidupan manusia
dan berdampak pada pergeseran nilai dan perilaku kehidupan bermasyarakat. Arus
pertukaran dan persebaran informasi yang cepat melalui dunia maya (internet)
serta pemberitaan media yang bebas dan cenderung tidak tersaring dengan baik
telah membawa dampak terhadap perilaku hidup seseorang. Salah satu dampak nyata
dalam konteks kehidupan bermasyarakat adalah bergesernya orientasi nilai yang
diyakini seseorang dan cara pandangnya terhadap keberhasilan hidup. Orientasi
nilai idealis yang mengedepankan nilai akhlak, etika, moral, budi pekerti, dan
harga diri seringkali tampak tergeser. Kecenderungan orientasi nilai dalam
kehidupan kini bergeser menjadi hedonis yang berorientasi kepada materi dan
lebih bersifat duniawi. Keberhasilan seseorang dalam kehidupan diukur
berdasarkan berapa banyak harta, berapa tinggi kekuasaan, dan apa jabatan yang
diembannya. Seringkali orang lupa diri dan berlomba-lomba untuk mencari dan
mendapatkan harta sebanyak-banyaknya dan jabatan setinggi-tingginya melalui
jalan pintas yang tidak lagi mengindahkan cara-cara memperolehnya.
Globalisasi dalam bidang ekonomi ditandai
dengan adanya perdagangan bebas. Berbagai bentuk perjanjian kerja sama ekonomi
telah diluncurkan, seperti kerja sama
ekonomi Asia Pasifik (APEC), perdagangan bebas ASEAN (AFTA), kesepatakan
perdagangan antara negara-negara ASEAN dan China (ACFTA), dan sebagainya yang pada
dasarnya menuntut adanya penyesuaian kepentingan suatu negara dengan
kepentingan negara lain yang lebih luas. Perjanjian tersebut memaksa suatu
negara membuka diri sebagai pangsa pasar dalam proses perdagangan. Hal ini secara tidak langsung menjadi kendala
untuk beberapa negara di dalam mengembangkan sektor produksinya karena masuknya
produk dari teknologi yang lebih canggih dengan harga yang sangat bersaing.
Dari kenyataan ini terlihat bahwa pada
akhirnya beberapa negara akan mengalami kekalahan dalam persaingan dan
kemenangan ada pada negara lain yang telah menguasai modal dan ipteks. Beberapa
negara pada umumnya hanya memiliki sumber daya alam yang belum mampu diolah
sendiri dan/atau sumber daya manusianya banyak, tetapi rendah kualitasnya.
Kondisi ini kelihatannya masih dialami Indonesia yang kaya akan sumber daya
alam, namun relatif belum mampu mengolah lebih jauh untuk peningkatan nilai
jualnya.
Apabila kondisi tersebut diperhatikan dengan
baik, telah terjadi aliran bahan baku ke luar negeri dengan harga murah dan
masuknya produk berteknologi dengan harga mahal. Hal ini tidak perlu terjadi, apabila
bangsa ini mengembangkan sumber daya manusia
melalui sistem pendidikan yang direncanakan dengan baik dan konsisten.
Di samping itu, kekuatan ekonomi internasional sebagai mesin
keuangan suatu negara sering dipergunakan sebagai alat untuk memaksakan
kehendak terhadap beberapa negara yang masih tergantung pada modal dan pinjaman
luar negeri. Negara yang memang mengharapkan mengucurnya pinjaman, akhirnya
harus mau menuruti aturan yang dibuat oleh negara donor.
Perdagangan narkoba merupakan fenomena dunia
yang sampai saat ini masih sangat sulit untuk ditanggulangi. Hal ini karena
jaringannya telah meliputi seluruh dunia dan menggunakan teknologi yang semakin
canggih. Perdagangan gelap narkoba di samping menghasilkan keuntungan ekonomi
yang besar, juga dimanfaatkan untuk
kepentingan politik. Apapun latar belakangnya, narkoba akan mengancam masa
depan suatu negara karena konsumen utamanya generasi muda. Apabila pemerintah
Indonesia tidak bertindak tegas untuk memerangi perdagangan narkoba tersebut,
maka dapat dipastikan bahwa masa depan negara ini akan semakin tidak menentu.
Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi
dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan
bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung
mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan
kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan
strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga
nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan
kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
2.
Lingkungan
Regional
Perkembangan
regional dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan perkembangan global yang mendorong tumbuh-kembangnya kesadaran dan komitmen
regional, seperti Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Kesadaran
dan komitmen tersebut mendorong terjadinya peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di kawasan tersebut. Perkembangan
regional juga dikaitkan dengan kesamaan karakteristik historis, geopolitik,
pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan komunikasi. Interkasi yang diperkuat dengan
penyebaran informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronika telah
memperkual kesadaran regional tersebut.
Pada
lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap
terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud
adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai teknologi
informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja
sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh
negara lain dapat saja masuk. Produk-produk budaya disebarluaskan melalui
berbagai teknologi media yang akhirnya membentuk perilaku baru, kebudayaan
baru, dan kemungkinan jati diri baru. Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi
pembinaan sikap, perilaku, dan jati diri sebagai suatu bangsa.
Perkembangan
regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir
dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi
yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai
budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian
sebagai bangsa Indonesia.
3.
Lingkungan
Nasional
Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2005 sebanyak 219 juta lebih menjadi potensi yang
dapat diandalkan, apabila kualitas kemampuannya dapat ditingkatkan dengan baik,
sesuai dengan perencanaan pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang
berkualitas menjadi modal dasar perkembangan suatu negara. Dalam kondisi inilah
sebenarnya, makin terlihat pentingnya sistem pendidikan yang baik dan konsisten
bagi kemajuan suatu bangsa. Apabila jumlah penduduk yang besar tersebut tidak
dibina dan dikembangkan dengan baik, hal itu akan menjadi beban anggaran
negara.
Perkembangan
politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya
demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan
desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat
ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya
peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat
mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
Dorongan
untuk mewujudkan supremasi hukum di negara hukum ini cukup kuat, namun masih
memerlukan kerja keras untuk menjadi lebih baik. Proses penegakan hukum sampai
dengan saat ini masih sangat belum berjalan seperti yang diharapkan. Masih
cukup banyak kasus-kasus hukum yang terlaksana sebagaimana mestinya, belum memenuhi rasa keadilan masyarakat sehingga berdampak
pada menurunnya tingkat kepercayaan lembaga
peradilan, timbul gejala masyarakat untuk melaksanakan proses peradilan jalanan
atau sering disebut dengan main hakim sendiri.
Keragaman
budaya, bahasa, agama, dan etnis merupakan potensi kekayaan bangsa Indonesia,
yang dapat dikembangkan untuk menarik wisatawan luar negeri. Potensi tersebut
juga didukung oleh potensi alam yang relatif indah, sehingga dapat mendatangkan
devisa bagi negara melalui sektor pariwisata budaya atau alam. Namun potensi
tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.
Keamanan
nasional merupakan bagian pokok dalam upaya untuk mewujudkan stabilitas
nasional, dan selalu dipertanyakan oleh para investor setiap akan mengembangkan
usahanya di Indonesia. Keamanan nasional selalu menjadi pertanyaan pertama dari
investor luar negeri sebelum mereka menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh
karena itu, diperlukan kebijakan Nasional yang jelas dan tegas dalam kaitannya
dengan keamanan nasional, agar aparat keamanan dan sistemnya mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Harus
diakui bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih
dari enam puluh tahun merdeka. Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama,
orde baru, orde reformasi hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk
pembangunan infrastruktur pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan
cukup berarti. Misalnya, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jalan raya,
berbagai sumber energi, serta prasarana dan sarana pendukung lainnya. Kemajuan
fisik yang terlihat kasat mata adalah banyaknya gedung bertingkat di kota-kota
besar di Indonesia yang mengindikasikan kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang
pembangunan. Selain itu, kemajuan penting yang dicapai dalam tata pemerintahan
adalah diluncurkannya Undang-undang tentang Otonomi Daerah pada tahun 2001 yang
memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota untuk
membangun daerah dengan kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
Kemajuan
di bidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membangun
karakter dan jati diri bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki
pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi
saat ini perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat
perhatian tinggi. Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan
pentingnya jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembangunan karakter
dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation
and Character Building merupakan pembangunan karakter dan pekerti bangsa.
Pada zaman Orde Baru, pembangunan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme
penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pada zaman
Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap
pembangunan karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.
C.
Permasalahan Bangsa Saat Ini
1.
Disorientasi
dan belum Dihayatinya Nilai-nilai Pancasila sebagai Filosofi dan Ideologi
Bangsa
Pancasila
sebagai kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersumber dari
budaya Indonesia telah menjadi ideologi dan pandangan hidup. Pancasila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
ideologi negara dan sebagai dasar negara. Pancasila sebagai pandangan hidup
mengandung makna bahwa hakikat hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dijiwai oleh moral dan etika yang dimanifestasikan dalam sikap perilaku dan
kepribadian manusia Indonesia yang proporsional baik dalam hubungan manusia
dengan yang maha pencipta, dan hubungan antara manusia dengan manusia, serta
hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Namun dalam kehidupan masyarakat prinsip
tersebut tampak belum terlaksana dengan baik. Kekerasan (domestik maupun
nasional) dan hempasan globalisasi sampai kepada korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN) masih belum dapat diatasi.
Masalah
tersebut muncul karena telah terjadi disorientasi dan belum dihayatinya
nilai-nilai Pancasila yang diakui kebenarannya secara universal. Pancasila
sebagai sumber karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang
mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai,
dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa
dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan
sejarah Indonesia.
2.
Keterbatasan
Perangkat Kebijakan Terpadu dalam Mewujudkan Nilai-nilai Esensi Pancasila
Substansi
hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis sudah tertuang secara
implisit maupun eksplisit dalam produk-produk hukum yang ada. Substansi hukum
mengarah pada pemenuhan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masyarakat, terutama
dalam pemenuhan rasa keadilan di depan hukum. Namun demikian berbagai kebijakan
dan produk hukum tersebut masih belum sepenuhnya dapat mengakomodasi kebutuhan untuk mewujudkan
nilai-nilai esensi Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara. Akibatnya, maka penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai
wahana dan sarana membangun karakter bangsa, meningkatkan komitmen terhadap
NKRI serta menumbuhkembangkan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat
Indonesia belum optimal. Oleh karena itu, pewujudan nilai-nilai esensi
Pancasila pada semua lapisan masyarakat Indonesia perlu didukung perangkat
kebijakan terpadu.
3.
Bergesernya
Nilai-nilai Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pembangunan
nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini memang
mengalami berbagai kemajuan. Namun, di tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat
dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan
bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan
santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin
memudar. Perilaku korupsi masih banyak terjadi, identitas
ke-"kami"-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas
ke-"kita"-an, kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi
prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang
pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi
di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami
krisis moral sosial yang berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang cenderung
diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat
seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek
dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal
tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa
jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa,
kurangnnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum,
cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat.
4.
Memudarnya
Kesadaran terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa
Pembangunan di bidang
budaya telah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman
terhadap keberagaman nilai-nilai budaya bangsa. Namun arus budaya global yang
sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara mendunia melalui
media cetak dan elektronika berdampak tehadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai yang dianut
manyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif
menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dirasakan semakin
memudar. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat Indonesia yang lebih
menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik dalam cara berpakaian,
bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup konsumtif, serta kurangnya
penghargaan terhadap produk dalam negeri.
Berdasarkan indikasi
di atas, globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir dan
bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan
generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar
yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu,
diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat tetap
menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan
kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
5.
Ancaman
Disintegrasi Bangsa
Ancaman
dan gangguan terhadap kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan
wilayah sangat terkait dengan posisi geografis Indonesia, kekayaan alam yang
melimpah, serta belum tuntasnya pembangunan karakter bangsa, terutama pemahaman
masalah multikulturalisme yang telah berdampak munculnya gerakan separatis dan
konflik horisontal. Selain itu, belum meratanya hasil pembangunan antardaerah,
primordialisme yang tak terkendali, dan dampak negatif implementasi otonomi
daerah cenderung mengarah kepada terjadinya berbagai permasalahan di daerah.
6.
Melemahnya
Kemandirian Bangsa
Kemampuan
bangsa yang berdaya saing tinggi adalah kunci untuk membangun kemandirian
bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi
tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Kemandirian
suatu bangsa tercermin, antara lain pada ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunan,
kemandirian aparatur pemerintahan dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya, pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang semakin kukuh,
dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Namun hingga saat ini sikap
ketergantungan masyarakat dan bangsa Indonesia masih cukup tinggi terhadap
bangsa lain. Konsekuensinya bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kurang
memiliki posisi tawar yang kuat sehingga tidak jarang menerima kehendak negara
donor meskipun secara ekonomi kurang menguntungkan. Kurangnya kemandirian, juga
tercermin dari sikap masyarakat yang
menjadikan produk asing sebagai primadona, etos kerja yang masih perlu
ditingkatkan, serta produk bangsa Indonesia dalam beberapa bidang pertanian
belum kompetitif di dunia internasional.
D.
Konsep
Jati Diri dan Esensi Karakter Bangsa
Jati diri merupakan
fitrah manusia yang merupakan potensi dan bertumbuh kembang selama mata hati manusia
bersih, sehat, dan tidak tertutup. Jati diri yang dipengaruhi lingkungan akan
tumbuh menjadi karakter dan selanjutnya karakter akan melandasi pemikiran,
sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, tugas kita adalah menyiapkan
lingkungan yang dapat mempengaruhi jati diri menjadi karakter yang baik,
sehingga perilaku yang dihasilkan juga baik.
Karakter pribadi-pribadi akan berakumulasi menjadi
karakter masyarakat dan pada akhirnya menjadi karakter bangsa. Untuk kemajuan
Negara Republik Indonesia, diperlukan karakter yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik,
dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karakter yang
berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke
lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bentuk
kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik
pribadi bangsa Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan bekerja sama
antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak memaksakan
agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sikap dan perilaku menjunjung tinggi
kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati
antarwarga negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin
antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling
mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran dan keadilan;
merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta mengembangkan
sikap hormat-menghormati.
3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan
pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara;
bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menunjung
tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan
Hak Asasi Manusia
Sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi
nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan merupakan karakteristik pribadi warga negara
Indonesia. Karakter kerakyatan
seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan
negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah
untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad
baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama; menggunakan
akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah; berani mengambil
keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam
perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban;
hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap
pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka
bekerja keras; menghargai karya orang lain.
E.
Karakter
yang Diharapkan
Untuk mencapai karakter bangsa yang
diharapkan sebagaimana tersebut di atas, diperlukan individu-individu yang
memiliki karakter. Oleh karena itu, dalam upaya pembangunan karakter bangsa
diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga
negara). Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan
empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan
dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan
menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang
tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila
Pancasila pada masing-masing bagian tersebut,
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Karakter yang
bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani
mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2.
Karakter
yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
3.
Karakter
yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif,
kompetitif, ceria, dan gigih;
4.
Karakter
yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling
menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli,
kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air
(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja
keras, dan beretos kerja.
Olah
hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling
terkait satu sama lainnya. Oleh sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat
dijelaskan sebagai hasil dari beberapa proses.
BAB III
ARAH SERTA TAHAPAN DAN PRIORITAS
PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA TAHUN 2010—2025
A.
Arah dan Sasaran
Pembangunan karakter bangsa diarahkan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi pembangunan nasional
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005—2025,
yaitu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai
landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil makmur dalam
NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Untuk mencapai visi tersebut, pembangunan nasional
jangka panjang diarahkan untuk mengemban
misi sebagai berikut.
1.
Mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
berkeadaban;
2.
Mewujudkan
bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan
sejahtera;
3. Mewujudkan Indonesia yang demokratis, berlandaskan hukum, dan berkeadilan;
4. Mewujudkan rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya
keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara dari ancaman, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri;
5. Mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan;
6.
Mewujudkan Indonesia
yang asri dan lestari;
7.
Mewujudkan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional;
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Pembangunan
karakter bangsa yang diemban pada misi
pertama mengarahkan pada terwujudnya masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini mengandung
arti memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan
membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa; mematuhi aturan
hukum; memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama; melaksanakan
interaksi antarbudaya; mengembangkan modal sosial; menerapkan nilai-nilai luhur
budaya bangsa; dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka
memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
Secara
eksplisit, keberhasilan pembangunan karakter bangsa ditandai dengan tercapainya
sasaran sebagai berikut.
1.
Terwujudnya
karakter bangsa
yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik,
dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Makin
mantapnya budaya bangsa yang tecermin dalam meningkatnya harkat dan martabat
manusia Indonesia, serta menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.
B.
Tahapan dan Prioritas
Untuk
mencapai misi, pembangunan karakter bangsa jangka panjang 2010—2025 membutuhkan
tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan
jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan pentingnya
permasalahan yang hendak diselesaikan tanpa mengabaikan permasalahan lainnya.
Oleh karena itu, skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda, namun semua itu
harus berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka
mewujudkan sasaran pokok pembangunan karakter yang ditetapkan. Tahapan dan skala
prioritas pembangunan karakter dapat disusun sebagai berikut.
1.
Tahap I dan Prioritas 2010 – 2014
Tahap
ini merupakan fase konsolidasi dan implementasi dalam rangka (1) penyadaran
pentingnya pembangunan karakter, peningkatan komitmen terhadap kebangsaan Indonesia,
serta peningkatan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara; (2) penyusunan perangkat kebijakan yang terpadu dan memberdayakan
seluruh subjek yang terkait agar dapat melaksanakan pembangunan karakter bangsa
secara efektif.
Pada
tahap I ini, implementasi pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang menyadari dan meyakini kembali Pancasila
sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa.
Para pimpinan pada tataran suprastruktur dan infrastruktur di birokrasi
dan penyelenggara negara yang terdiri atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif
sebagai pemeran utama harus mampu
memberikan contoh keteladanan berperilaku yang berkarakter. Jajaran
penyelenggara negara perlu menetapkan bahwa tanggung jawab membangun karakter
bangsa adalah tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat. Keluarga sebagai
satuan terkecil dalam masyarakat dapat dijadikan lingkungan awal pembelajaran
karakter. Satuan pendidikan sebagai kepanjangan keluarga melanjutkan
pembelajaran karakter melalui pendekatan yang menekankan keteladanan, pembimbingan,
pembiasaan, dan penguatan melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Masyarakat pada hakikatnya merupakan lingkungan yang
memberikan kontribusi proses pembelajaran karakter bagi warga negara maupun
kelompok yang saling berinteraksi. Media massa, tokoh masyarakat, tokoh adat,
tokoh agama, tokoh seni, dan yang
lainnya harus mampu dan mau memberikan informasi dan kontribusi yang positif
dan edukatif bagi penanaman nilai-nilai karakter. Evaluasi dan monitoring atas
implementasi tahap I dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan
pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Hasil evaluasi dan minitoring tahap I
bermanfaat untuk umpan balik dan pemantapan persiapan implementasi tahap II.
2.
Tahap II dan Prioritas 2015 – 2019
Tahap
II merupakan fase pemantapan strategi dan implementasi. Prioritas pada tahap
ini adalah melakukan pemantapan strategi dan implementasi pembangunan karakter.
Prioritas tersebut berbentuk (1) pengukuhan nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; (2) pengukuhan pelaksanaan pembangunan karakter
bangsa. Pada tahap ini dimantapkan hasil-hasil penyadaran mengenai pembangunan
karakter bangsa serta implementasinya sehingga menjadi perilaku nyata secara
perorangan maupun kolektif. Kesadaran dan pemahaman akan nilai-nilai baik
karakter bangsa akan semakin kukuh jika didesain melalui perilaku konkret
secara personal dan antarpersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Strategi dan implementasi pembangunan karakter dimantapkan melalui
kegiatan nyata yang dilakukan oleh keluarga, komunitas, atau masyarakat dengan
cara dan bentuk yang sesuai dengan budaya lokal dan nasional, serta budaya
global yang diadaptasi melalui proses akulturasi. Hasil tahap ini adalah
terbentuknya masyarakat yang menjunjung etika dan berkemampuan tinggi dalam
memanifestasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Evaluasi
dan monitoring atas implementasi tahap II dilakukan untuk menentukan tingkat
keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Hasil evaluasi dan minitoring
tahap II bermanfaat untuk umpan balik dan pemantapan persiapan implementasi
tahap III.
3.
Tahap III dan Prioritas 2020 – 2025
Tahap
III merupakan fase pengembangan berkelanjutan dari hasil yang telah dicapai pada
tahap I dan II. Pengembangan dilakukan dengan upaya memaksimalkan faktor-faktor
pendukung keberhasilan dan meminimalkan faktor penyebab kegagalan melalui
proses monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan. Keberhasilan gerakan
penyadaran pengembangan karakter bangsa serta pemantapan strategi dan
pengembangan implementasi merupakan modal sosial yang sangat besar untuk
melakukan langkah-langkah dalam tataran makro secara nasional. Oleh karena itu,
tahap III mengarah pada prioritas peningkatan ketahanan nasional bangsa
Indonesia dengan memupuk semangat persatuan dan kesatuan, toleransi antarumat
beragama, antarsuku bangsa, antarras, antaradat, dan menjunjung tinggi
kesetaraan gender atau pengarusutamaan gender. Akhirnya akan timbul kesadaran kolektif bahwa
perbedaan itu merupakan sebuah anugerah dan ke-bhineka-an
itu merupakan kekuatan ketahanan nasional yang perlu dikukuhkan secara
berkelanjutan dalam menjaga keutuhan NKRI.
Ketahanan
nasional diupayakan dengan cara melakukan proses pengembangan karakter bangsa
untuk menangkal dan meminimalkan sumber-sumber konflik bangsa. Pada gilirannya, ketahanan nasional dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan akan sangat mudah tercipta jika nilai-nilai
karakter bangsa dapat terinternalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Hasil
pada tahap III ini mengarah pada terwujudnya bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik,
dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
BAB IV
STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
A. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui
Sosialisasi
Sosialisasi dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk
membangkitkan kesadaran dan sikap positif terhadap pembangunan karakter bangsa guna mewujudkan
masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kunci utama pembentukan karakter dan bangsa adalah budaya yang lahir dari kebiasaan dan disosialisasikan berulang-ulang. Sosialisasi sebagai salah satu strategi pembangunan karakter bangsa dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat atau kelompok masyarakat tentang kondisi negara dan bangsa, terutama yang terkait dengan karakter bangsa. Dalam sosialisasi, akan terjadi proses penanaman, transfer nilai, dan pembakuan kebaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara umum, sosialisasi diartikan sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung. Di samping itu, sosialisasi juga bermakna interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja, tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam bentuk ekspresi seni dan teknologi. Fungsi sosialisasi dalam hal ini adalah untuk menginformasikan, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.
Manusia pada hakikatnya memiliki daya cipta, rasa dan karsa dalam kehidupannya. Untuk menjaga eksistensi dan identitas jatidiri, manusia dengan daya cipta rasa dan karsa mampu menghasilkan karya baik yang berdimensi materiil maupun non materiil (spiritual). Dimensi materiil mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan sesuatu yang bersifat kebendaan. Dimensi spiritual mengandung cipta dan rasa yang menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika, menyerasikan perilaku terhadap kaidah-kaidah melalui etika, dan mendapatkan keindahan melalui estetika. Hal itu semuanya merupakan kebudayaan.
Kebudayaan
sebenarnya dimiliki oleh setiap masyarakat. Namun, sejalan dengan perkembangan
masyarakat, berkembang pula pola-pola perilaku baru yang seringkali
bertentangan dengan nilai-nilai normatif kebudayaan setempat sehingga menjadi
pembiasaan. Padahal dapat saja nilai-nilai baru tersebut bertentangan dengan
nilai luhur yang telah ada dan akibatnya justru membawa arah kebudayaan itu
kepada kehancuran, bahkan mampu menghilangkan karakter dan jati diri bangsa.
Pada
tahap inilah diperlukan rambu-rambu atau aturan terhadap unsur-unsur
normatif kebudayaan, yakni penilaian apa
yang seharusnya dan kepercayaan
agar tidak terjadi pembiasaan-pembiasaan
terhadap tata kelakuan yang menyimpang sehingga arah pembangunan kebudayaan
menuju ke arah yang lebih baik.
Memperhatikan hal tersebut, proses sosialisasi terkait karakter bangsa
menjadi sangat penting. Tanpa sosialisasi, proses penyadaran akan terabaikan
dan selanjutnya dapat berujung pada hilangnya tradisi dan kebiasaan baik, yakni
hilangnya nilai-nilai sosial budaya dan lunturnya karakter dari sebuah bangsa.
Agar sosialisasi dapat berlangsung efektif dan efisien, maka pemilihan media dan
target sasaran menjadi sangat penting. Disadari atau tidak perkembangan
teknologi informasi dengan media sebagai piranti utama, berimplikasi pada
tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai dimensinya, baik dalam dimensi
politik, ekonomi, sosial budaya, maupun agama. Kondisi ini patut diwaspadai
sehingga masyarakat tidak terjebak pada kemajuan teknologi informasi semata
tanpa berupaya. Dengan demikian, unsur media (cetak, elektronik, tradisional)
harus diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya pembangunan karakter
bangsa utamanya dalam hal sosialisasi.
Di samping unsur
media, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penentuan
kelompok-kelompok sasaran sehingga dampak sosialisasi segera merambah pada
setiap anak bangsa, terutama generasi muda. Pada dasarnya kelompok sasaran
adalah seluruh warga negara Indonesia, yang lebih difokuskan pada generasi muda.
Adapun sasaran adalah pemerintah, dunia usaha dan industri, satuan pendidikan,
organisasi sosial kemasyarakatan/
profesi,
organisasi sosial politik, dan media massa.
B.
Strategi
Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna
membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu
diharapkan mampu memberikan kontribusi
optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan
karakter bangsa. Strategi pembangunan
karakter bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan,
pembelajaran, dan fasilitasi. Dalam
konteks makro, penyelenggaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang
melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan
nasional.
Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi
nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan
juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan
ketahanan sosial.
Disadari bahwa pembangunan karakter
bangsa dihadapkan pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Perkembangan
masyarakat yang sangat dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tentu merupakan masalah tersendiri
dalam kehidupan masyarakat. Globalisasi dan hubungan antarbangsa sangat
berpengaruh pada aspek ekonomi (perdagangan global) yang mengakibatkan
berkurang atau bertambahnya jumlah kemiskinan dan pengangguran. Pada aspek
sosial dan budaya, globalisasi mempengaruhi nilai-nilai solidaritas sosial
seperti sikap individualistik, materialistik, hedonistik yang seperti virus akan
berimplikasi terhadap tatanan budaya masyarakat Indonesia sebagai warisan
budaya bangsa seperti memudarnya rasa kebersamaan, gotong royong, melemahnya
toleransi antarumat beragama, menipisnya solidaritas terhadap sesama, dan itu
semua pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya rasa nasionalisme sebagai
warga negara Indonesia. Akan tetapi, dengan menempatkan strategi pendidikan sebagai modal
utama menghalangi virus-virus penghancur tersebut, masa depan bangsa ini dapat
diselamatkan.
Secara makro pengembangan
karakter dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter
yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber,
antara lain pertimbangan (1) filosofis: Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun
2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; (2) teoretis: teori
tentang otak, psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta
sosial-kultural; (3) empiris: berupa
pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan
unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll.
Pada tahap implementasi
dikembangkan pengalaman belajar dan
proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta
didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana
digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses
ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan,
keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua
jenis pengalaman belajar yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi
dan habituasi. Dalam intervensi
dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang
untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang
terstruktur. Agar proses pembelajaran tersebut berhasil guna, peran guru
sebagai sosok panutan sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam
habituasi diciptakan situasi dan kondisi dan
penguatan yang memungkinkan peserta
didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan
menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan
melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup
pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan
secara sistemik, holistik, dan dinamis.
Pelaksanaan pendidikan
karakter dalam konteks makro kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia,
merupakan komitmen seluruh sektor kehidupan, bukan hanya sektor pendidikan
nasional. Keterlibatan aktif dari sektor-sektor pemerintahan lainnya, khususnya
sektor keagamaan, kesejahteraan,
pemerintahan, komunikasi dan informasi, kesehatan, hukum dan hak asasi manusia,
serta pemuda dan olahraga juga sangat dimungkinkan.
Pada tahap evaluasi hasil,
dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan
dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik
sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu
berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang
argumentatif.
Pada konteks makro, program pendidikan
karakter bangsa dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2: Konteks Makro Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter dalam konteks mikro, berpusat pada
satuan pendidikan secara holistik.
Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan
memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi,
memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses
pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan melakukan upaya
sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan
karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya. Pengembangan karakter dibagi
dalam empat pilar, yakni kegiatan
belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya
satuan pendidikan; kegiatan
ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler,
serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.
Pendidikan karakter dalam kegiatan
belajar-mengajar di kelas, dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
terintegrasi dalam semua mata pelajaran.
Khusus, untuk materi Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan – karena
memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap – pengembangan karakter
harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode
pendidikan karakter. Untuk kedua mata
pelajaran tersebut, karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga
dampak pengiring. Sementara itu mata pelajaran lainnya, yang secara formal
memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib mengembangkan rancangan
pembelajaran pendidikan karakter yang diintegrasikan kedalam substansi/kegiatan
mata pelajaran sehingga memiliki dampak pengiring bagi berkembangnya karakter
dalam diri peserta didik.
Lingkungan satuan pendidikan perlu dikondisikan
agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para
peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun
kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter
yang dituju. Pola ini ditempuh dengan melakukan pembiasaan dengan pembudayaan
aspek-aspek karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah dengan pendidik
sebagai teladan.
Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar
di luar kelas yang terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau
kegiatan ekstra kurikuler (kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan
tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Kepramukaan,
Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam, Liga Pendidikan Indonesia, dll.) perlu dikembangkan proses pembiasaan dan
penguatan dalam rangka pengembangan karakter.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan
melalui kegiatan olahraga dan seni dalam bentuk pembelajaran, pelatihan,
kompetisi atau festival. Berbagai kegiatan olahraga dan seni tersebut
diorientasikan terutama untuk penanaman dan pembentukan sikap, perilaku, dan
kepribadian para pelaku olahraga atau seni agar menjadi manusia Indonesia
berkarakter. Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh gerakan pramuka
dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa
yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia serta keterampilan hidup
prima.
Di lingkungan keluarga dan masyarakat
diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh
masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan
pendidikan sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan
masyarakat masing-masing. Hal ini dapat dilakukan lewat komite sekolah,
pertemuan wali murid, kunjungan/kegiatan wali murid yang berhubungan dengan
kumpulan kegiatan sekolah dan keluarga yang bertujuan menyamakan langkah dalam
membangun karakter di sekolah, di rumah, dan di masyarakat.
Gambar 3: Konteks Mikro Pendidikan Karakter
Dengan prinsip yang sama, pendidikan karakter
dapat dilakukan pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat,
misalnya kursus keterampilan, kursus kepemudaan, bimbingan belajar,
pelatihan-pelatihan singkat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
organisasi massa. Demikian pula pendidikan karakter dapat dilakukan pada
kegiatan kemasyarakatan lainnya, seperti kegiatan karang taruna, keagamaan,
olahraga, kesenian, sosial, atau kegiatan pelatihan penanggulangan bencana
alam.
Pendidikan nonformal yang dilaksanakan pada
lingkup dunia usaha berbentuk pendidikan dan pelatihan calon pegawai, pelatihan
kewirausahaan, pelatihan kepemimpinan, dan pelatihan keterampilan profesi. Pada
lingkup masyarakat politik dilakukan bentuk pelatihan dan kaderasisasi partai,
pelatihan kepemimpinan, pelatihan etika politik dan pembudayaan politik.
Sedangkan pada lingkup media masa, pendidikan nonformal berupa pelatihan dasar
komunikasi, pelatihan kode etik jurnalistik, dan pemahaman profesi jurnalis dan
pelatihan transaksi elektronik.
Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan
dan latihan nonformal serta kegiatan kemasyarakatan tersebut dapat diarahkan
untuk menanamkan kepedulian sosial, jiwa patriotik, kejujuran, dan kerukunan
berkehidupan dalam masyarakat serta untuk mempersiapkan generasi muda sebagai
calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia.
Pendidikan karakter pada pendidikan nonformal dilaksanakan dengan pendekatan
holistik dan terintegrasi pada setiap aspek pekerjaan atau kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari.
Strategi pembangunan karakter bangsa melalui
program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini
berada di jajaran Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut.
1.
Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum; inovasi
pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan proses
penilaian; kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara
sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan Nasional.
2.
Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi
pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi dilakukan secara sistemik oleh semua
direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
3.
Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan
informal dalam rangka pendidikan karakter
melalui berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua
direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Nonformal dan Informal.
4.
Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun
pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus
dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
5.
Pengembangan karakter peserta didik di perguruan tinggi melalui penguatan standar isi dan proses,
serta kompetensi pendidiknya untuk kelompok Mata kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB); penelitian
dan pengembangan pendidikan karakter; pembinaan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan; pengembangan dan penguatan jaringan informasi profesional
pembangunan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
C.
Strategi
Pembangunan Karakter Bangsa melalui Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembangunan karakter
bangsa yang diarahkan untuk memampukan para pemangku kepentingan dalam rangka
menumbuhkembangkan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.
Lingkungan keluarga merupakan wahana
pendidikan karakter yang pertama dan utama. Oleh karena itu orang tua perlu
ditingkatkan kemampuannya sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan
dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkup keluarga dilakukan melalui:
(1) penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat berinteraksi dengan
sekolah, dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan karakter; (2)
pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang pendidikan karakter; (3) pemberian
penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan
komitmennya dalam membangun karakter di lingkungan keluarga; dan (4)
peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.
Satuan pendidikan merupakan
wahana pembinaan dan pengembangan karakter siswa yang dilakukan secara formal
di lingkungan sekolah. Adapun pemberdayaannya dapat dilakukan melalui: (a)
regulasi tentang pengintegrasian pembelajaran karakter dalam semua mata
pelajaran, (b) meningkatkan kapasitas sekolah bagai wahana pendidikan karakter
melalui pelatihan para guru; (c) penyediaan sumber-sumber belajar yang terkait
dengan upaya pengembangan karakter siswa; (d) pemberian penghargaan kepada
satuan pendidikan yang telah berhasil mengembangkan budaya karakter.
Pemerintahan merupakan unsur
utama dalam pembangunan karakter bangsa. Hal ini karena pemerintah merupakan
salah satu unsur yang memiliki kemampuan atau kelengkapan paling baik diantara
pemangku kepentingan dalam upaya membangun karakter bangsa. Untuk itu
pemberdayaan terhadap pemerintah adalah sangat strategis, yang dapat dilakukan
melalui: (1) regulasi tentang
kebijakan wahana pembangunan karakter
bangsa secara terpadu; (2) peningkatan kapasitas penyelenggara pemerintahan terkait
dengan pembangunan karakter; (3) pemantapan peran pemerintah dalam pemberian
fasilitasi dalam rangka pembangunan karakter bangsa; dan (4) pemantapan fungsi
pemerintah sebagai pemberi arah untuk meneruskan kebijakan-kebijakan
pembangunan karakter bangsa yang telah diwujudkan kepada semua jajaran agar
dipahami, dihayati dan diterapkan dalam etika
berbangsa dan bernegara.
Pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat
sipil merupakan salah satu strategi efektif dalam pembinaan dan pengembangan
karakter. Langkah-langkah perberdayaan yang dapat dilaksanakan antara lain: (1)
regulasi tentang pentingnya penyadaran pembangunan karakter bangsa; (2)
memfasilitasi organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi pemuda,
organisasi usia lanjut yang bergerak dibidang pembangunan karakter bangsa.
Organisasi dan partai politik
merupakan wahana yang sangat potensial dalam membangun karakter bangsa, karena
di sana terhimpun masyarakat yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara
masif dalam hal pembangunan karakter bangsa. Pemberdayaan masyarakat politik
menjadi penting dilakukan sehingga tumbuh partai politik dan organisasi politik
yang berkemampuan dan penuh percaya dalam mengembangkan karakter bangsa
terutama bagi anggotanya. Langkah-langkah pemberdayaan yang bisa dilakukan
untuk masyarakat politik, diantaranya: (1) pengembangan kesadaran budaya bangsa
melalui berbagai wacana dan media terhadap pentingnya penanaman nilai-nilai
politik demokratis berdasarkan Pancasila, penghormatan atas HAM, nilai-nilai
persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi politik; (2) regulasi
perumusan aspek-aspek politik bagi upaya pelembagaan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi (KKR) sebagai prasyarat terciptanya budaya politik yang egaliter, toleran dan damai; (3) fasilitasi
upaya-upaya pengembangan wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai
pentingnya memelihara persatuan bangsa; dan (4) fasilitasi upaya politik bagi penyempurnaan kurikulum
sekolah-sekolah dengan muatan budaya lokal berintikan nilai–nilai budaya Demokrasi,
HAM dan Etika Politik.
Dunia usaha memiliki peluang yang
sangat besar untuk berperan sebagai komponen pembangun karakter bangsa. Adapun
langkah-langkah pemberdayaan dapat dilakukan untuk pemberdayaan dunia usaha dan
industri mencakup: (1) pengembangan kapasitas pembangunan karakter bangsa pada
jajaran manajemen dunia usaha; (2) iklim yang mengarah pada penumbuhan
kesadaran untuk membangun karakter bangsa di lingkungan karyawan perusahaan;
dan (3) regulasi yang dapat menumbuhkan
kemandirian dan daya saing produk perusahaan.
Media massa memiliki fungsi yang sangat
strategis dalam membentuk karakter bangsa, karena pemberitaan/ penyiarannya
mengandung informasi yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap
publik. Langkah-langkah pengembangan yang dapat dilakukan untuk memberdayakan
media massa, antara lain: (1) regulasi tentang pentingnya melalui media massa
dalam membangun karakter; (2) pengembangan kapasitas melalui berbagai pelatihan
tentang pembangunan karakter terhadap komunitas pers; dan (3) penghargaan
kepada insan media massa yang berhasil mengembangkan pembangunan karakter
bangsa.
D.
Strategi Pembangunan
Karakter Bangsa melalui Pembudayaan
Strategi
pembangunan karakter bangsa melalui pembudayaan dilakukan melalui keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik, dan media massa. Strategi
pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik
guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud pemodelan,
penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman.
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi
seseorang. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan karakter, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta
keterampilan sederhana. Dalam konteks ini proses sosialisasi dan enkulturasi terjadi
secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk membimbing anak agar menjadi
manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, tangguh, mandiri,
kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan, peduli akan lingkungan, dan lain
sebagainya.
Peran
orang tua dalam membentuk karakter anak sangat penting. Salah satunya dengan
mengajarkan cara berbahasa dalam pergaulan sehari-hari kepada anak. Tentunya masih banyak
contoh lain yang bisa dikembangkan, yaitu pembiasaan-pembiasaan lainnya sesuai
lingkungan/budaya masing-masing, misalnya: membiasakan menghargai hasil karya
anak walau bagaimana pun bentuknya dan tidak membandingkan hasil karya anak
sendiri dengan anak lain atau temannya.
Keluarga dapat berperan sebagi fondasi dasar untuk memulai langkah-langkah pembudayaan
karakter melalui pembiasaan bersikap dan berperilaku sesuai dengan karakter
yang diharapkan. Pembiasaan yang disertai dengan teladan dan diperkuat dengan
penanaman nilai-nilai yang mendasari secara bertahap akan membentuk budaya
serta mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cara itu lingkungan keluarga dapat menjadi
pola penting dalam pembudayaan karakter bangsa bagi anak dan generasi muda.
Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan satuan pendidikan, perlu
diterapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan
lingkungan dan pembiasaan hal-hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan. Pada
dasarnya, pembudayaan lingkungan di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui:
1) penugasan, 2) pembiasaan, 3) pelatihan, 4) pengajaran, 5) pengarahan, serta
6) keteladanan. Semuanya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan
karakter peserta
didik. Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan.
Hal itu antara lain dapat dijumpai dalam kegiatan kepramukaan yang mengandung
pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan,
kecintaan pada lingkungan, dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga terdapat
pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama dan kegigihan
untuk berusaha.
Langkah pertama dalam mengaplikasikan pendidikan karakter dalam
satuan pendidikan adalah menciptkan suasana atau iklim satuan pendidikan yang
berkarakter yang akan membantu transformasi pendidik, peserta didik, dan tenaga
kependidikan menjadi warga satuan pendidikan yang berkarakter. Hal ini termasuk
perwujudan visi, misi, dan tujuan yang tepat untuk satuan pendidikan. Semua
langkah dalam model pembelajaran nilai-nilai karakter ini akan saling
berkontribusi terhadap budaya satuan pendidikan dan meningkatkan hubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Kepribadian seseorang dapat diperoleh melalui proses yang dialami sejak kelahiran. Pada tahap itu, ia mulai
mempelajari pola-pola perilaku yang
berlaku dalam masyarakatnya dengan cara mengadakan hubungan dengan orang lain. Nilai-nilai dan norma luhur yang telah ada,
pada saatnya nanti tentu akan mengalami gesekan-gesekan dengan nilai baru yang
mau tidak mau akan dijumpai. Pada tahap inilah maka diperlukan sebuah
internalisasi nilai yang kuat yang perlu dibangun dan dilaksanakan sejak dini
agar masyarakat maupun warga negara sebagai entitas di dalamnya mampu menyaring
berbagai dampak tersebut sehingga tidak akan kehilangan jati dirinya.
Pembudayaan di masyarakat ini dapat dilakukan melalui keteladaan
tokoh masyarakat, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan masyarakat, pembinaan
dan pengembangan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, penegakan aturan yang
berlaku.
Pemerintah harus
menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus dapat menjadi
contoh warganya. Pemerintahan yang baik mencerminkan masyarakat yang baik.
Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang berkarakter. Pemerintah
dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan
segala manifestasinya. Selain keteladan, pembudayaan dalam lingkup
pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di
lingkungan pemerintah, peningkatan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan
aturan.
Pembudayaan dalam lingkup masyarakat politik dapat dilakukan melalui keteladaan tokoh
politik, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan partai politik, santun dan
beretika dalam berpolitik, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta penegakan aturan.
Pembudayaan di dunia usaha/dunia industri dapat dilakukan dengan
berbagai kegiatan sebagai berikut: (1) informasi-informasi yang luas, aktual
dan akurat agar dapat membuka ketertutupan pandangan dan wawasan, sehingga
menimbulkan gairah untuk melakukan sesuatu yang diperlukan untuk tumbuh kemauan dan keinginan berprestasi, (2) motivasi dan
arahan yang dapat menumbuhkan semangat untuk melaksanakan sesuatu atau beberapa
tugas pekerjaan dengan adanya kepercayaan diri yang kuat, sehingga ada gairah
untuk mewujudkan suatu tujuan guna melahirkan peningkatan
produktivitas dan kemampuan diri; (3) metodologi dan sistem kerja
yang memberikan cara penyelesaian masalah dengan efektif dan efesien, dan
memberikan kemungkinan untuk memperbaiki prestasi secara terus-menerus hingga memberikan keahlian dan profesionalitas; (4) terbukanya kesempatan berperan,
karena memiliki kemauan, prestasi, produktivitas, kemampuan teknis,
profesional, sehingga menjadi dirinya menjadi manusia
potensial, aktual dan fungsional.
Keempat
hal tersebut pada dasarnya akan mendukung peningkatan sumber daya
manusia yang mempunyai:
- Kreativitas konseptual, mampu mengembangkan gagasan, konsep, dan ide-ide cemerlang;
- Kreativitas sosial, yang dapat melakukan pendekatan dan terobosan-terobosan kemasyarakatan yang strategis;
- Kreativitas spiritual, mampu mengembangkan karakter kemanusian yang bertakwa dan berkepribadian manusiawi.
Pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia, akan melahirkan
potensi manusia yang kreatif, produktif, dan berkepribadian yang pada
gilirannya akan membentuk karakter yang kuat. Hal itu akan
bermuara pada keteladanan para pelaku dunia usaha/dunia industri sehingga dapat
menjadi tokoh teladan yang membangun nilai-nilai karakter, baik bagi dunia usaha/industri
maupun bagi masyarakat luas, serta mampu membangun hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun pembudayaan di media massa
dapat dilakukan melalui berita-berita yang mendukung pembangunan
karakter bangsa, keteladaan tokoh media, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan
media massa, pembinaan dan pengembangan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
serta penegakan aturan yang berlaku.
E.
Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kerjasama
Pada
dasarnya, kunci akhir sebuah strategi ada pada kerjasama dan koordinasi.
Berbagai kerjasama dan kordinasi dapat dilakukan antarwarga negara,
antarkelompok, antarlembaga, antardaerah, dan bahkan antarnegara.
Ada
beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai dengan saling
terbuka, saling mengerti, dan saling menghargai. Setelah kerjasama
dapat dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk
koordinasi yang dapat dilakukan antara lain:
1.
koordinasi
perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis dari jenjang pendidikan
usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan
dan perubahan zaman;
2.
koordinasi
dengan lembaga yang mengembangkan karakter bangsa melalui nilai budaya
dan karya budaya;
3.
koordinasi
kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antara
lain gerakan Pramuka, dalam hal penerapan silabi pendidikan karakter;
4.
koordinasi lembaga, agen, dan pemerhati yang saling terkait dengan pendidikan dan pengembangan
karakter bangsa;
5.
koordinasi
secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi
informasi dan komunikasi, multimedia
dalam pembuatan materi interaktif
pendidikan karakter;
6.
koordinasi
dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi jasmani (bidang olahraga) dalam
perencanaan pendidikan karakter bidang kompetensi olahraga;
7.
koordinasi
dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi bidang psikologi dan komunikasi dalam perencanaan model proses
pembelajaran pendidikan karakter sesuai
penciri warga negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas
karakter di lingkungan global.
BAB
V
PENUTUP
Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa 2010--2025 berisi latar belakang pentingnya
pembangunan karakter bangsa; kerangka dasar pembangunan karakater bangsa; arah,
serta tahapan dan prioritas; strategi pembangunan karakter bangsa.
Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa ini dimaksudkan sebagai acuan dalam merancang, mengembangkan, dan melaksanakan Rencana Aksi
Nasional (RAN) Pembangunan Karakter Bangsa yang menggalang partisipasi aktif keluarga;
satuan pendidikan; masyarakat; pemerintah; generasi muda; lanjut usia; media
massa; pramuka; organisasi kemasyarakatan; organisasi politik; organisasi
profesi; organisasi masyarakat pemberdayaan perempuan, lembaga swadaya
masyarakat termasuk kelompok strategis seperti elite struktural, elite politik,
wartawan, budayawan, pemuka agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
Keberhasilan pembangunan karakter bangsa
diarahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks
berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar