Mengais Bukti di Tanah yang Terbakar Konflik
Deklarasi Malino untuk Poso sudah berbilang lebih dari enam
tahun usianya. Kesepakatan yang diteken 24 tokoh Kristen dan 25 tokoh
Muslim Poso ini sudah jadi catatan sejarah upaya rekonsiliasi konflik.
Tentu, cerita di baliknya sudah berulang kali diceritakan, oleh banyak
orang pula. Jadi adakah yang menarik dari cerita upaya damai yang
dimediasi Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang kala itu menjadi Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat? Ada! Yakni, soal pengembalian hak-hak
keperdataan ratusan warga pascakonflik.
KONFLIK Poso yang membuat ribuan orang meregang nyawa dan kehilangan
harta benda boleh jadi sudah selesai. Api konflik kemanusiaan itu sudah
padam. Tapi jangan lupa, api biasanya tiba-tiba menyala dalam sekam yang
menumpuk. Ini soal hak-hak keperdataan warga yang belum terpulihkan
sepenuhnya.
Saat wilayah ini dilanda konflik kemanusiaan, ribuan hektare tanah
dan lahan-lahan perkebunan ditinggalkan mengungsi. Saat konflik usai,
mereka kembali, namun kerap tanah maupun lahan yang mereka punya
dikuasai orang lain. Lalu mereka pun terpaksa mendiami tanah milik orang
lain pula.
Saat Deklarasi Malino untuk Poso diteken Kamis, 20 Desember 2001
silam, di Malino, Sulawesi Selatan, pengembalian keperdataan menjadi
bahasan penting. Poin ketujuh Deklarasi ini menyebutkan; Semua hak-hak
dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah sebagaimana
adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
Berbilang tahun hal itu terabaikan. Peledakan bom, penembakan
misterius dan aksi-aksi kekerasan lainnya mewarnai hari-hari pasca
deklarasi kemanusiaan itu dan menyita perhatian banyak orang.
Lalu tibalah masa di mana triliunan rupiah bantuan kemanusiaan
mengalir ke Poso. Mulai dari dana jatah hidup, bekal hidup, bantuan
bahan baku rumah dan banyak lagi bantuan lainnya turun seperti hujan
dari langit. Tibalah juga musim panen bagi para pengemplang uang milik
orang banyak itu. Miliaran rupiah tidak jelas mengalir ke mana. Memang,
ada satu dua para pengemplang uang itu yang dibui, tapi masa hukumannya
tidak sebanding perbuatannya. Ada pula yang bebas percuma.
Yang terakhir Pemerintah Pusat menggelontorkan bantuan recovery Poso
sebesar Rp58 miliar. Cerita baru pun mengalir lagi. Untuk urusan
pengembalian hak-hak keperdataan sekitar Rp950 juta dianggarkan dari
dana recovery itu.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Poso, Sulawesi Tengah pun bekerja,
tentu karena mereka adalah lembaga pemerintah yang berwenang mengurusi
hal itu. Pekerjaan pun dimulai sejak 1 April – 31 Desember 2007. Mereka
bekerja di 90 desa dan 23 kelurahan di 11 kecamatan,. Hasilnya, tidak
kurang 300 sertifikat pengganti sudah diterbitkan bagi warga korban
konflik Poso. Lalu diterbitkan lagi 101 sertikat perumahan bagi warga di
Tiwa’a, Poso Pesisir Utara, Bukit Bambu, Poso Kota dan Kawua, Poso Kota
Selatan.
Untuk itu, “dana yang telah terpakai sebesar Rp 500 juta, dari total
Rp 950 juta yang dianggarkan dalam Dana Recovery. Sisa dananya masih ada
di Bappeda Poso,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha BPN Poso B.S
Monepa.
Dana itu dipergunakan untuk penyuluhan kepada masyarakat terkait
program pengembalian hak-hak keperdatan ini. Lalu inventarisasi terhadap
sertifikat yang hilang atau terbakar, tanah yang diokupasi dan
peralihan tanah di bawah tangan. Setelah itu barulah diterbitkan
sertifikat penggantinya.
Monepa mengakui proses pengecekan ulang usai inventarisasi harus dilakukan secermat mungkin.
“Suatu saat ada warga yang mengakui sertifikatnya terbakar saat
kerusuhan. Lalu kita kirimkan datanya ke bank-bank untuk jadi
pemberitahuan dan diumumkan di media selama seminggu. Ternyata sebelum
masa sebulan lewat, ada pengurus koperasi yang datang menyampaikan bahwa
sertifikat warga tersebut dijaminkan di koperasinya,” tutur Monepa.
Jadi, “Sebelum menerbitkannya, kami telah melakukan pemeriksaan di
lapangan untuk membuktikan bahwa tanah itu ada dan luasnya sesuai dengan
yang dilaporkan masyarakat,” kata Monepa.
Untuk hal tersebut pihak BPN Poso memang mengakui harus hati-hati sebab bisa-bisa akan menimbulkan konflik baru.
Itulah yang disebutkan oleh pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Tadulako Palu, Harun Nyak Itam Abu.
“Saya sendiri sebelumnya punya tanah di Tentena yang diokupasi oleh
orang lain. Tentu masih ada kasus lain yang serupa. Ini akan memancing
konflik jika pihak yang menguasai tanah itu sudah merasa nyaman dan
mengklaim tanah itu sebagai miliknya, dan kemudian mengurus sertifikat.
Jadi sudah semestinya, setelah proses penegakan hukum selesai, masalah
ini diseriusi Pemerintah Kabupaten Poso,” kata Harun dalam sebuah
percakapan.
Soal peralihan di bawah tangan, menurut Harun, lantaran desakan
ekonomi dan faktor psikologis di mana warga yang mengungsi tidak berani
lagi kembali ke daerah asalnya. Jadi, kata Harun, ini persoalan yang
benar-benar serius, selain urusan penegakan hukum.
Harun wajar kuatir. Simak saja data yang ada di BPN Poso. Tercatat
ada 35 kasus okupasi tanah. Tanah-tanah ini milik orang lain yang kini
sudah didiami oleh bukan pemilik sah tanah itu. Untuk membuktikannya
tentu perlu sertifikat atau surat-surat keterangan kepemilikan lainnya.
Ini terjadi lantaran segregasi penduduk pada saat konflik, di mana warga
Muslim akan berkumpul dengan sesamanya, begitu pula warga yang beragama
Kristen. Sampai kemudian setelah fajar damai terbit, ketika mereka
kembali tanah-tanah mereka dikuasai oleh orang lain. Ada pula yang tidak
ingin kembali ke daerah asalnya.
Belum lagi sertifikatnya yang terbakar. Dari inventarisasi BPN Poso
tercatat sekitar 107 sertifikat warga Manyajaya, Pamona Selatan
terbakar. Lalu, adapula di Desa Uelene, masih di Pamona Selatan sebanyak
61 sertifikat. Menyusul di Masamba sebanyak 39 sertifikat dan sebanyak
34 sertifikat warga di Masani, Poso Pesisir juga terbakar.
Soal peralihan tanah atau lahan di bawah tangan, jangan ditanya lagi,
mencapai 334 kasus. Ada yang hanya memakai kuitansi, ada pula yang
tanpa bukti apa-apa. Hal-hal seperti inilah yang rawan memicu konflik
kata Harun kemudian.
Memang, “menangani kasus keperdataan sangat sulit. Sampai saat ini
hak-hak keperdataan belum selesai. Sampai saat ini baru 70 persen
berjalan,” aku Frits Abbas, dari Satkorlak Sulawesi Tengah.
Ketua DPRD Poso Sawerigading Pelima juga mengatakan, kasus hak-hak
keperdataan di Poso yang masih tersisa harus sesegera mungkin
diselesaikan karena rentan akan timbulnya permasalahan baru.
Menurutnya, korban konflik di pengungsian sudah lama merindukan
kembali ke tanah atau pun rumahnya yang sudah beberapa tahun
ditinggalkan sejak konflik Poso memanas pada tahun 2000 hingga 2002.
Tapi, lanjutnya, mereka terkejut begitu melihat kenyataan bahwa
tanahnya sudah diokupasi orang lain sehingga mereka enggan untuk
kembali.
“Daripada muncul permasalahan baru lebih baik mereka tetap berada di
pengungsian. Jadi, kasus ini harus lebih diperhatikan pemerintah selain
masalah lainnya,” kata Pelima.
Lalu bagaimana masalah tanah dan lahan-lahan warga yang masih tersisa dan belum bersertifikat?
Seperti yang diakui Monepa, sebenarnya pihak BPN Poso menargetkan
mampu menerbitkan sebanyak 500 sertifikat tanah baru sampai akhir 2007
lalu.
Namun, “keterbatasan waktulah yang menyebabkan target tidak
terpenuhi. Apalagi ada beberapa warga yang kurang bisa menunjukkan
bukti-bukti kepemilikan tanah,” ujarnya.
Selain itu, BPN tidak memiliki program untuk mengatasi hak keperdataan masyarakat korban konflik.
“Kami tidak ada anggaran untuk hal itu,” katanya, dan berharap agar
pemerintah pusat mampu memberi dana serta memperpanjang pelaksanaan
penyelesaian hak-hak keperdataan, karena masih banyak tanah atau
bangunan yang sampai saat ini bermasalah akibat lama ditinggalkan
pemiliknya.
“Hak-hak keperdataan masyarakat harus segera dikembalikan ke pemilik
aslinya. Masalah lahan adalah masalah yang rumit sekaligus rawan
sehingga pemerintah tidak menghendaki terjadi konflik baru yang
diakibatkan perebutan tanah atau keperdataan,” imbuh Monepa.
Tapi Monepa tidak boleh lupa masih ada sebesar Rp450 juta dari Dana
Recovery yang belum terpakai. Jadi ini hanya soal kemauan, itikad baik
BPN Poso untuk benar-benar menyelesaikan masalah urusan rentan konflik
ini.
Tentu saja, urusan ini adalah pekerjaan berat bagi Pemerintah Poso
selain hal-hal lain yang juga menguras tenaga, dana dan pikiran.
Wakil Bupati Poso, Abdul Muthalib Rimi pun mengakui hal itu. Apalagi
saat ini mereka harus bekerja keras mengentaskan kemiskinan. Di daerah
yang kaya dengan potensi sumber daya alam itu, tercatat ada sekitar
sekitar 50.000 jiwa warga miskin dari 194.241 jiwa total penduduk Poso
saat ini. Jumlah rumah tangga miskin mencapai sekitar 20.000 RTM, dan
angka pengangguran terbesar adalah para tamatan SLTA sekitar 2.000
orang.
Pascakonflik Poso, memang hak-hak keperdataan merupakan wilayah
paling rentan memicu konflik baru. Banyak tanah dan lahan perkebunan
warga yang ditinggal mengungsi kemudian digarap oleh warga lain. Begitu
pula rumah-rumah penduduk yang ditinggal mengungsi atau rumah yang
hangus terbakar, kemudian ditempati penduduk lain.
Ada yang berujung pada sengketa di Pengadilan, ada pula yang adu
fisik dan ada pula yang sudah patah semangat untuk mengurusi tanah dan
lahannya.
Jadi ini, memang benar-benar seperti mengais bukti di tanah yang terbakar konflik.
Wajar pula Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah yang saat ini menggelar
Operasi Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat bersandi
Siwagilemba juga memberi perhatian lebih pada pemulihan hak-hak
keperdataan ini.***
Filed under: Keamanan. Hukum dan Kriminal, Konflik Sosial, Korupsi
April 14, 2008 • 4:10 am
1
Bukan Pengikut Ajaran Sesat, Tiga Warga Dibebaskan
Palu – Tiga warga Salena, Aminuddin, Sania dan Lumi, akhirnya dibebaskan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah setelah tidak terbukti sebagai pengikut Madi. Ketiganya ditangkap tidak jauh dari lokasi penyergapan yang menewaskan Madi, pimpinan spiritual ajaran ikat kepala putih di Palu, Sabtu (05/04) sore lalu.
Aminuddin (50), yang juga mertua Madi terlihat senang setelah kembali berkumpul dengan keluarganya di Dusun Salena, Kecamatan Palu Barat. Aminuddin mengaku tidak pernah menjadi pengikut ajaran sesat seperti yang dibawa Madi.
Menurut Aminuddin, dirinya ditangkap saat berada di sebuah kebun untuk mencari bambu di pegunungan Lompu. Tiba-tiba datang polisi. Aminuddin langsung diminta menyerahkan diri kemudian diborgol.
Saat Madi diberondong tembakan, Aminuddin dalam keadaan tiarap. Aminuddin mengaku tidak melihat langsung saat madi ditembak. Tetapi Aminuddin mengaku mendengar suara rentetan tembakan yang tidak terhitung. Saat itu Madi sama sekali tidak melakukan aksi perlawanan, seperti yang dikatakan oleh pihak kepolisian.
”Saya tidak lihat Madi melawan. Yang saya dengar hanya rentetan tembakan. Setelah tembakan berhenti, saya kemudian disuruh lihat apa benar itu Madi. Saya bilang benar. Saat itu Madi sudah mati,” Ungkap Aminuddin.
Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh Sania dan Lumi. Saat kejadian itu terjadi mereka tidak melihat Madi melakukan perlawanan.
Sementara itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menurunkan tim pencari fakta, memperlihatkan puluhan selongsong peluru yang ditemukan di tempat penyergapan Madi, Sabtu sore (05/04) lalu.
Mereka masih meragukan fakta-fakta yang disampaikan kepolisian terutama saat penyergapan yang menyebutkan jika Madi melakukan perlawanan.
Mereka memastikan akan menyampaikan sejumlah fakta yang bertentangan dengan informasi, yang disampaikan kepolisian ke Komisi Hak Asasi Manusia.
Menurut Erwin Laudjeng dari salah satu LSM itu, mereka berencana menggugat kepolisian terkait kasus ini.
“Dari data sementara kami menduga polisi melakukan tindakan tidak procedural saat penyergapan tersebut. Polisi menyatakan bahwa Madi melakukan perlawanan, sementara dari kesaksian yang kami kumpulkan ternyata Madi diberondong di dalam pondoknya,” kata Erwin.
Terkait rencana gugatan tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Sulteng AKBP Irfaizal Nasution mengatakan tidak ada masalah, itu hak mereka.
“Tindakan polisi sudah sesuai prosedur, tapi jika masih ada orang-orang yang tidak puas dengan ini, silahkan saja mereka menggugat kami, “ tandas Irfaizal.***
Filed under: Hukum dan Kriminal, Keamanan, Konflik Sosial
April 7, 2008 • 11:32 am
0
Setelah Madi Tewas Ditembak Polisi
Palu – Madi (41), pemimpin spiritual ‘ajaran ikat kepala putih’ di Salena, Buluri, Palu Barat, Sulawesi Tengah akhirnya ditembak aparat Detasemen Khusus 88 Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Sabtu (5/4) sekitar pukul 18.00 Waktu Indonesia Tengah. Lelaki yang sudah diburu lebih dari dua tahun ini, terpaksa ditembak setelah melakukan perlawanan kepada aparat Kepolisian yang menyergapnya di Dusun Lompu, di kawasan pegunungan Gawalise. Madi pun tewas, padahal dia disebut-sebut memiliki ilmu kekebalan tubuh.
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan bahwa Madi yang bernama asli Arifin ditembak karena hendak membacok aparat Kepolisian yang menyergapnya.
“Dia awalnya ditembak di kaki, namun masih melawan, karenanya kemudian ditembak di bahu. Karena masih melawan lagi, akhirnya kita melumpuhkannya,” terang Badrodin.
Adapun jenazah Madi setelah diotopsi dan diinapkan semalam di Kamar Jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng, akhirnya pada Minggu (6/4) diserahkan kepada keluarga. Madi pun dikebumikan di tanah lahirnya di Salena.
Sekadar diketahui, Madi dengan sejumlah pengikutnya pada 2005 sempat meresahkan warga Palu Barat, Sulawesi Tengah dengan ajarannya. Mereka selalu mengenakan ikat kepala putih dari kain kafan dan berselempang kain kuning.
Lalu pada Sabtu, 22 Oktober 2005, Polisi yang dipimpin Kepala Kepolisian Sektor Kota AKP Bayu Wijanarko mengadakan pertemuan dengan Madi dan kelompoknya. Polisi meminta agar Madi memberikan keterangan kepada Polisi terkait ajarannya yang dianggap meresahkan itu. Namun ia menolak mengikuti kemauan Polisi.
Lantaran suasana sempat menegang, apalagi Madi dikawan dengan pengawal bersenjata tombak dan parang, Polisi pun mengambil langkah mundur. Madi pun tidak ditahan.
Namun, pada Selasa, 25 Oktober 2005, sejumlah aparat Kepolisian dari Samapta, Reserse dan Intelijen mendatangi Madi di padepokannya di Dusun Salena II. Sayang, bukan sambutan hangat yang diterima para Polisi itu justru perlawanan sengit dari Madi dan kelompoknya.
Akhirnya tiga Polisi tewas. Mereka adalah Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Kota Palu AKP Fuadi Chalis, Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan AKP Imam Dwi Haryadi dan Kepala Unit Reserse dan Intelijen Polsekta Palu Barat Brigadir Polisi Satu Arwansyah. Sementara sejumlah Polisi lainnya luka-luka.
Sejak saat itu, Madi dan pengikutnya pun diburu Polisi. Sebanyak 13 pengikutnya ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Palu. Mereka mendapat hukuman 4-6 tahun kuruangan penjara. Namun Madi sendiri raib entah kemana, sampai kemudian ditembak Sabtu sore lalu.
Ajaran aneh yang dikembangkan Madi sendiri sebenarnya hanyalah padepokan ilmu bela diri. Mereka mempunyai kitab bertajuk ‘Karangan Dentete 10 Kungfu Anak Ramah Membela Masyarakat Kaili.’
Meski itu sepintas terlihat seperti kitab ilmu beladiri, namun di dalamnya berisi sejumlah pegangan. Dalam kitab itu disebutkan lima hal yang harus ditinggalkan kelompoknya. Pertama. jaga ketaatan kepada amir (pimpinan). Kedua, tinggalkan mengharap daripada Allah. Ketiga, tinggalkan meminta kepada Allah. Keempat, tinggalkan memakai barang teman tanpa seizin, dan kelima tinggalkan sifat boros dan mubazir.
Selain mengharamkan hal-hal di atas, ada beberapa hal yang harus dikurangi oleh pengikut Mahdi. Pertama, kurangi masa makan dan minum. Dua, kurangi masa tidur dan istrirahat. Tiga, kurangi berbicara sia-sia. Dan empat, kurangi keluar masjid.
Apakah Madi sendiri taat dengan aturan ini? Ketika polisi mendatangi Madi dan berdialog beberapa hari sebelum terjadi bentrokan, Mahdi malah tidak puasa. Ia tetap makan, minum dan mengunyah sirih saat puasa. Padahal, ajarannya mengurangi masa makan dan minum.
Bagaimana pula komentar Misna, yang ditinggalkan Madi lima orang anak? “Biarlah saya sudah iklas. Saya sudah ingatkan dia jangan lagi buka-buka perguruan itu. Tapi dia tetap buka. Akhirnya begini jadinya,” kata Misna.
Sementara itu, tiga orang yang ditangkap bersama Madi, yakni Sania, Lumi dan Aminuddin, Senin (7/4) pukul 12.15 WITA dibebaskan Polisi. Mereka tidak terbukti sebagai pengikut Madi.
Saat ini, situasi di Salena, kembali tenang. Meski tim reserse dan intelijen Kepolisian masih terus mondar-mandir di sana. Setelah Madi tewas ditembak, rasa-rasanya masalah ini belum selesai. Lembaga Pengembangan dan Studi Hak Azasi Manusia (LPSHAM) berencana menggugat Polda Sulteng karena diduga melakukan tindakan inprosedural dalam penangkapan Madi. Kita tunggu!
Filed under: Keamanan. Hukum dan Kriminal, Konflik Sosial
December 28, 2007 • 10:42 am
3
Sisir Wilayah Bentrok, Polisi Temukan Puluhan Senjata
Palu – Aparat gabungan Kepolisian Resor Kota Palu, Kepolisian
Daerah Sulawesi Tengah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Selasa (18/12)
siang menggelar razia senjata api dan senjata tajam di Kelurahan Nunu,
Palu Barat dan Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah untuk
mencegah meluasnya bentrokan antara warga dua kelurahan ini. Dari razia
tersebut puluhan senjata tradisional, bom molotov, senapan angin dan
senjata api rakitan berhasil ditemukan.
Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.
Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.
Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.
Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.
“Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras,” kata Armensyah.
Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.
Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.
Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.
Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.
“Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga,” kata Petit.
Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.
Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***
Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.
Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.
Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.
Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.
“Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras,” kata Armensyah.
Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.
Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.
Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.
Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.
“Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga,” kata Petit.
Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.
Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***
Filed under: Hukum dan Kriminal, Keamanan, Konflik Sosial
December 28, 2007 • 10:12 am
0
Sisir Wilayah Bentrok, Polisi Temukan Puluhan Senjata
Palu – Aparat gabungan Kepolisian Resor Kota Palu, Kepolisian
Daerah Sulawesi Tengah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Selasa (18/12)
siang menggelar razia senjata api dan senjata tajam di Kelurahan Nunu,
Palu Barat dan Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah untuk
mencegah meluasnya bentrokan antara warga dua kelurahan ini. Dari razia
tersebut puluhan senjata tradisional, bom molotov, senapan angin dan
senjata api rakitan berhasil ditemukan.
Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.
Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.
Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.
Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.
“Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras,” kata Armensyah.
Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.
Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.
Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.
Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.
“Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga,” kata Petit.
Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.
Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***
Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.
Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.
Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.
Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.
“Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras,” kata Armensyah.
Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.
Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.
Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.
Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.
“Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga,” kata Petit.
Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.
Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***
Filed under: Keamanan. Hukum dan Kriminal, Konflik Sosial
December 17, 2007 • 5:07 am
0
Korban Bentrok Nunu -Tawanjuka Kritis
Palu – Bentrok ratusan warga Kelurahan Nunu, Palu Barat dan warga Kelurahan Tawanjuka. Palu Selatan, Minggu (16/12) siang hingga petang mengakibatkan 18 warga luka-luka, salah seorang dalam kondisi kritis, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Seorang Bintara Polri juga dilaporkan terluka. Kini sejumlah korban dirawat di RS Polri Bhayangkara Sulteng, RS Bala Keselamatan dan RSUD Undata serta Puskesmas setempat.
Mereka yang dirawat di RS BK adalah Aris (22) yang luka di lengan kanan, Aco (25) dengan luka di lengan kanan, Rasyid (19) yang juga di lengan kana, Rendi (29) terluka di bagian perut, Sudarman (29) dengan luka di lengan kanan, begitu pula Umar (16) terluka di bagian lengan kanan dan Rulli (32) yang terluka di lengan kiri.
Lalu enam korban lainnya dirawat di RS Bhayangkara yakni Ridwan (30) dengan luka di bagian perut, Syarif (35) terluka di kepala, Yusran (21) juga mengalami luka di bagian kepala, Chahyadi (27) mengalami luka di bagian dada, lalu Fadli (32) dan seorang perempuan Yulianti terluka di bagian kepala.
Di RS Undata sebanyak enam korban juga tengah dirawat. Mereka adalah Abdul Rifai (18) dan Nanda (18) yang mengalami luka di kepala, Faisal (17) luka di bagian punggung, kemudian Inal (27) terluka di lengan kiri, Sukri (23) terluka di kepala, dan Anton (20) yang mengalami luka paling serius. Kondisinya kini dalam keadaan kritis di RSUD Undata karena dibacok dengan parang.
Dilaporkan juga seorang bintara Polisi Suprianto (22) teluka di bagian siku.
Sementara itu, Walikota Palu Rusdi Mastura yang dihubungi Senin pagi tidak mengangkat telepon. Sampai saat ini, belum ada lagi pertemuan antara warga. Jalan-jalan untuk masuk ke kedua Kelurahan ini masih dipasangi portal oleh warga. Transportasi untuk anak-anak sekolah hanya dengan menggunakan kendaraan taktis (rantis) milik Polresta Palu untuk menghindari anak-anak ini menjadi korban kekerasan. ***
Filed under: Hukum dan Kriminal, Keamanan, Konflik Sosial
December 16, 2007 • 11:37 am
1
Warga Palu Bentrok, 18 Luka-luka dan 5 Rumah Terbakar
Palu – Bentrokan berdarah ratusan warga Kelurahan Nunu, Palu Barat dengan warga Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah kembali terjadi Minggu (16/12) siang hingga sore. Akibatnya, belasan warga luka-luka, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Satuan Pengendalian Massa Kepolisian Resor Kota Palu baru bisa melerai warga setelah empat jam terjadinya bentrokan itu.
Bentrokan berdarah ini adalah kali ketiganya terjdi dalam tiga bulan terakhir. Ratusan warga dari Kelurahan bertetangga itu terlibat baku lempar batu, saling panah dan saling tembak dengan menggunakan senapan angin.
Bentrokan yang berlangsung tidak kurang dari empat jam ini membuat Satuan Pengendalian Massa Kepolisian Resor Kota Palu kewalahan. Beberapa warga Tawanjuka bahkan terlihat menggunakan tameng Polisi untuk berlindung dari lemparan batu dan panah besi.
Bahkan ada warga yang menyerang dengan menggunakan tameng milik Polisi yang berjaga di perbatasan Kelurahan Tawanjuka.
Wartawan juga menjadi sasaran bentrok kali ini. Koresponden Trans TV di Palu Jafar G Bua sempat dipukuli dengan kayu dan diancam akan ditebas parang, lantaran mengambil
gambar close up salah seorang warga yang menembak dengan menggunakan senapan angin dan menggunakan panah besi. Untungnya, aksi main hakim ini berhenti setelah ada warga lain yang melerai.
Bentrokan ini mengakibatkan 18 warga luka-luka, salah seorang dalam kondisi kritis, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Kini sejumlah korban dirawat
di RS POlri Bhayangkara Sulteng, RS Bala Keselamatan dan RSUD Undata serta Puskesmas setempat.
Kapolresta Palu AKBP Sunarko yang langsung memimpin pengamanan ini berusaha menenangkan massa. “Warga diharapkan tenang dan bisa mengendalikan diri. Agar
tidak terjadi saling serang lagi, Polisi ditempatkan di batas kedua kelurahan ini,” kata Sunarko di sela-sela suasana penuh ketegangan.
Bentrokan baru mereda setelah bantuan personil Kepolisian dari Polda Sulteng diterjunkan ke lokasi kejadian. Meski demikian suasana di kedua Kelurahan itu
tetap tegang. Warga masih berjaga-jaga di batas kedua desa tersebut. Sebanyak 4 Satuan Setingkat Peleton sudah bersiaga di lokasi kejadian.***
Filed under: Keamanan, Konflik Sosial
December 12, 2007 • 2:11 am
0
Warga Nunu dan Tawanjuka Bentrok Lagi
Palu – Dua kelompok warga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan
Tawanjuka, Kota Palu, Sulawesi Tengah Sabtu (8/12) sore terlibat bentrok
lagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun beberapa rumah warga
mengalami kerusakan terkena lemparan batu. Belum diketahui pemicu
terjadinya bentrok kedua kelurahan bertetangga ini.
Bentrokan kedua kelompok warga ini yang kali kesekian ini diduga dipicu kesalahpahaman antara anak muda Jumat (7/12) malam. Entah siapa yang memulai keduanya saling menyerang sehingga menyebabkan beberapa kaca jendela rumah warga di kedua belah pihak rusak. Insiden ini sempat reda setelah puluhan aparat Kepolisian dari Polresta Palu turun mengamankan lokasi kejadian.
Insiden ini kemudian berlanjut Sabtu sore dan kedua kelompok warga kembali saling serang dengan menggunakan senjata tajam dan batu. Suasana pun kembali tegang. Warga setempat yang ketakutan pun mengungsi dan mengosongkan rumahnya.
Suasana yang sempat tegang akhirnya reda setelah sedikitnya 1 Satuan Setingkat Kompi aparat gabungan Polresta Palu dan Polda Sulawesi Tengah turun tangan membubarkan kedua kelompok yang bertikai. Para tokoh masyarakat dan pimpinan pemerintah kedua belah pihak pun turun tangan melerai.
Hingga Sabtu malam, suasana di kedua kelurahan bertetangga ini masih
mencekam. Tidak ada warga yang berani keluar rumah dan memilih
berjaga-jaga di rumah masing-masing. Ratusan personil gabungan Polisi kini disiagakan di perbatasan kedua kelurahan ini.***
Bentrokan kedua kelompok warga ini yang kali kesekian ini diduga dipicu kesalahpahaman antara anak muda Jumat (7/12) malam. Entah siapa yang memulai keduanya saling menyerang sehingga menyebabkan beberapa kaca jendela rumah warga di kedua belah pihak rusak. Insiden ini sempat reda setelah puluhan aparat Kepolisian dari Polresta Palu turun mengamankan lokasi kejadian.
Insiden ini kemudian berlanjut Sabtu sore dan kedua kelompok warga kembali saling serang dengan menggunakan senjata tajam dan batu. Suasana pun kembali tegang. Warga setempat yang ketakutan pun mengungsi dan mengosongkan rumahnya.
Suasana yang sempat tegang akhirnya reda setelah sedikitnya 1 Satuan Setingkat Kompi aparat gabungan Polresta Palu dan Polda Sulawesi Tengah turun tangan membubarkan kedua kelompok yang bertikai. Para tokoh masyarakat dan pimpinan pemerintah kedua belah pihak pun turun tangan melerai.
Hingga Sabtu malam, suasana di kedua kelurahan bertetangga ini masih
mencekam. Tidak ada warga yang berani keluar rumah dan memilih
berjaga-jaga di rumah masing-masing. Ratusan personil gabungan Polisi kini disiagakan di perbatasan kedua kelurahan ini.***
Filed under: Hukum dan Kriminal, Keamanan, Konflik Sosial
November 9, 2007 • 2:52 pm
0
Bentrok dalam Gambar [2]
Bentrokan antar warga Kelurahan Nunu dan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah menyulitkan warga yang hendak berpergian dari dan ke kedua kelurahan tersebut. Warga harus meminta pengawalan Polisi.***
Filed under: Keamanan, Konflik Sosial, Potret
November 9, 2007 • 2:31 pm
0
Bentrok dalam Gambar [1]
Warga Kelurahan Nunu dan Tawanjukan, Palu Selatan, Sulawesi Tengah terlibat bentrok.***
Filed under: Keamanan, Konflik Sosial, Potret
Tidak ada komentar:
Posting Komentar