Maaf, Kami Tidak Sesat
OPINI | 16 February 2012 | 00:34
181
3
Nihil
link artikel di facebook.
Artikel tersebut sangat berkaitan dengan kampung halamanku. Sebuah
artikel yang membahas tentang syiah di Indonesia. Awalnya aku tidak
terlalu menghiraukan artikel ini. Berhubung isi artikel berkait dangan
tempat kelahiranku, maka aku tergerak untuk menjelaskan sudut pandangku
disini.
Menjelang subuh, seorang teman mengirimi aku
Secara garis besar artikel ini menjelaskan bagaimana proses dan
penetrasi ajaran syiah di Indonesia. Setidaknya ada empat penetrasi
syiah di indonesia, yaitu lewat budaya tabut dan tabot,
kawin kontrak (nikah mut’ah), pentrasi kaum intelektual dan lewat
narkoba. Berkali-kali penulis artikel menulis kata sesat sebagai
gambaran dari kaum syiah. Secara tidak langsung terkesan bahwa
masyarakat yang masih mempertahankan budaya tabut yang berbau syiah ini
dianggap sesat pula.
Disini aku hanya membahas hal yang berkaitan dengan penetrasi budaya,
terutama budaya tabut khususnya di Pariaman. Tidak dapat dipungkiri
bahwa budaya tabut merupakan tradisi syiah yang dibawah oleh tentara
kolonial inggris. Tentara inggris yang berasal dari orang-orang India
yang menganut paham syiah juga ikut serta dalam kolonialisasi ini.
Keberadaan mereka di tanah jajahan seperti pariaman dan bengkulu tidak
menutup kemungkinan terjadi asimilasi dengan penduduk setempat melalui
budaya dan perkawinan.
Salah satu asimiliasi tersebut adalah dengan adanya budaya tabuik dan
adanya pemukiman keturunan orang india yang dikenal dengan kampuang kaliang.
Pendekatan budaya dan pernikahan itu bukanlah hal biasa dalam
pengembangan ajaran islam di nusantara. Tidak hanya dari pengikut syiah
saja, tapi pengikut sunni juga menggunakan pendekatan demikian. Perlu
diketahui bahwa islam tidak masuk ke nusantara dengan cara-cara
kekerasan, melainkan dengan cara damai seperti dengan budaya,
perdagangan dan pernikahan dengan penduduk lokal.
Berkait dengan tabut, masyarakat pariaman sudah semenjak dahulu
menjalankan budaya ini. Dalam penyelenggaran tidak ada sentimen sekte
dalam agama tertentu. Belakangan memang tabut tidak lebih dari sekedar
agenda pariwisata kota pariaman. Dengan agenda ini pemerintah dan
masyarakat berharap dapat menarik wisatawan lokal dan internasioanl
untuk datang ke pariaman kota kecil yang terletak di pesisir barat
Sumatra ini.
Walaupun masyarakat pariaman menyelenggarakan budaya tabut yang berbau
syiah, tidak serta merta masyarakat pariaman menganut paham syiah.
Sejauh pengamatan saya sebagai penduduk asli pariaman, belum pernah saya
menjumpai aliran syiah disini. Kalaupun budaya tabut ditarik dari segi
agama, paling masyarakat pariaman yang mayoritas sunni ini lebih kepada
mengenang tewasnya cucu Muhammad SAW, yakni Hasan dan Husain di padang
karbala. Walau ada yang menganut paham syiah, tidak seharusnya mereka
dihakimii dengan kata sesat. Apalagi menganggap masyarakat yang
melakukan budaya berbau syiah dianggap sebagai masyarakat yang sesat.
Aku masih ingat dahulu seorang guru yang menyatakan bahwa pemersatu dari
islam adalah akidah. Kita boleh beda secara syariah, tapi tidak secara
akidah. Padahal selain itu, Islam juga menghormati mereka yang berbeda
secara akidah. Sebab perbedaan adalah sebuah kenisacayaan yang tidak
dapat dipungkiri oleh manusia. Janganlah sekali-kali karena alasan
perbedaan kita menganggap yang berbeda sebagai orang yang sesat.
Bukankah sesat menyesatkan itu adalah hak prerogatif Allah SWT?
Salam GaramManis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar