Kerapuhan Kapitalisme dan Optimisme Ekonomi Islam di 2012
Selasa, 31/01/2012 10:31 WIB
Browser anda tidak mendukung iFrame
Jakarta
Memasuki awal tahun 2012 ekonomi islam di Indonesia
kembali menunjukkan pertumbuhan yang signifikan ditengah terpaan krisis
dan perlambatan ekonomi dunia yang terjadi di Amerika dan Eropa.
Dengan pencapaian yang luar biasa oleh sistem keuangan islam di Indonesia baik lembaga perbankan syariah maupun industri keuangan islam lainnya seperti takaful, pasar modal, zakat, wakaf dan institusi keuangan mikro syariah akan memudahkan proses sosialisasi dan kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi islam khususnya perbankan syariah atau islam.
Kerapuhan Kapitalisme
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika dan kawasan Eropa mengindikasikan akan kegagalan ekonomi kapitalisme sampai mengakibatkan kampanye anti kapitalisme di Amerika dan Eropa sebagai bentuk rasa kecewa dan frustasi terhadap praktek kapitalisme yang mengakibatkan makin tingginya kesenjangan antara si miskin dan si kaya di Amerika dan Eropa.
Di Amerika gerakan anti kapitalisme menamakan dirinya dengan gerakan Occupy Wall Street yang menuntut untuk menutup wall street yang menjadi otak atas kekacauan ekonomi global dan keuangan saat ini dan penolakan terhadap kerakusan sistem perbankan konvensional dan perusahaan multinasional yang mengambil keuntungan yang dibantu oleh program liberalisasi atas nama demokrasi di seluruh penjuru dunia.
Fakta dari krisis keuangan Amerika dan Eropa menunjukkan kepada kita bahwa sistem kapitalisme gagal menyelesaikan permasalahan ekonomi dan kesejangan sosial di negara-negara yang menganutnya, justru kapitalisme adalah aktor dibalik setiap kemiskinan dan sumber utang yang mengakibatkan bangkrutnya negara seperti yang terjadi di Yunani dan menyusul negara Eropa lainnya seperti Portugal, Irlandia, Inggris, dan Spanyol yang rasio utangnya sudah mendekati 100 persen.
Namun, di sisi lain dampak krisis keuangan global terhadap ekonomi dalam negeri tidak terlalu kritis karena perekonomian dalam negeri lebih dikuasai oleh industri riil atau usaha kecil menengah (UKM) yang mengcover ekonomi dalam negari sampai angka 60 persen.
Yang menjadi kegelisahan bisa terjadi pada sektor perbankan konvesional masih belum tahan terhadap krisis keuangan karena masih menggunakan sistem bunga dan turunan kapitalisme lewat fiat money (uang kertas) yang mengembangbiakkan uang lewat sistem moneter yang sangat rapuh terhadap krisis dan merugikan ekonomi sektor riil, sementara perbankan syariah sudah menjauhi sistem tersebut sehingga mampu bertahan dari terpaan krisis.
Proyeksi dan Harapan
Berdasarkan data perbankan syariah Indonesia pertumbuhan perbankan konvensional jauh ketinggalan oleh bank syariah dimana bank syariah mengalami pertumbuhan sekitar 40 persen pertahun dalam sepuluh tahun terakhir sementara perbankan konvensional hanya 20 persen.
Dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia bulan Oktober 2011, total asset perbankan syariah mencapai Rp 125, 5 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp 97, 5 triliun dari tahun 2010 dan mencapai pasar sekitar 4 persen dari total kue industri perbankan nasional. Pertumbuhan perbankan syariah tahun ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2005.
Sementara dari segi tingkat pengumpulan dana pihak ketiga dan pembiayaan ke masyarakat masing-masing mencapai Rp 97,8 triliun dan Rp 92,8 triliun dengan tingkat Financing to Deposit Rasio (FDR) berada pada kisaran 95,7 persen dan dari faktor kinerja perbankan syariah pada akhir September 2011, BOPO (Biaya Operasi Pendapatan Operasional), ROA ( Return on Asset) dan NPF (Non Performancing Financing) masing–masing berada pada 77.5 persen, 1.8 persen dan 2.0 persen.
Sementara berdasarkan dengan jumlah bank syariah di Indonesia jumlahnya tidak mengalami penambahan yang signifikan dari tahun 2010 ke 2011 dimana jumlahnya 11 Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 Unit Usaha Syariah (UUS) namun untuk jumlah Badan Perkrediatan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai 153 yang mengalami penambahan 3 BPRS dari tahun 2011, dan dari jangkauan perluasan kantor agak signifikan untuk BUS, UUS, dan BPRS berada pada kisaran masing-masing 1.354, 301 dan 362, dimana secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah juga telah menjangkau masyarakat di lebih 89 kabupaten/kota di 33 provinsi.
Dengan geliat perkembangan ekonomi syariah yang memukau, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti Bank Indonesia oleh Rifki Ismal, Ascarya dan Ali Sakti (2012) memperkirakan secara moderat perbankan syariah nasional akan tumbuh 36 persen pada tahun 2012 namun apabila terjadi gesekan krisis global yang keras terhadap perekonomian Indonesia atas bangkrutnya negara Eropa dan Amerika maka secara pesismis pertumbuhan perbankan nasional diperkirakan 29 persen.
Akan tetapi apabila terjadi kondisi yang lebih optimistik terhadap infrastruktur perbankan syariah seperti bertambahnya bank syariah dan unit usaha syariah dan ekonomi nasional yang meningkat maka diperkirakan oleh hasil proyeksi tahun 2012 perbankan syariah akan tumbuh sebesar 45 persen.
Pengamat ekonomi islam dan pengurus pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Ali Rama yang menyelesaikan studinya di Malaysia merekomendasikan kepada para praktisi perbankan syariah agar membuat segmentasi pasar dengan fokus pada branding tertentu dalam menguasai pasar misalnya BSM fokus menggarap pasar konsumer ritel, BRI Syariah fokus pada UMKM, BMI dan BNI Syariah pada pembiayaan korporasi.
Kondisi ini akan jauh efektif dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi riil dan meningkatkan asset perbankan syariah.
Menurut Ali Rama sudah saatnya pelaku perbankan syariah melirik dan bermain dalam mega proyek infrastruktur dengan meningkatkan dan mengembangakn produk dan layanan pada jasa industri misalnya dengan bekerja sama pemerintah lewat proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menguasai enam koridor ekonomi nasional.
Perkembangan yang pesat perbankan syariah dengan jumlah asset pertumbuhan yang makin meningkat dan melebihi perkembangan perbankan konvensional dan tidak akan menutup kemungkinan posisi perbankan konvensional akan digeser oleh bank syariah sebagai pemain utama perbankan nasional seperti yang terjadi di Malaysia.
Namun di sisi lain muncul kegelisahan dan harapan agar manfaat ekonomi islam lebih dirasakan oleh masyarakat kecil seperti pelaku usaha mikro-kecil dan masyarakat miskin karena manfaatnya masih terbatas oleh kalangan tertentu bahkan tidak menutup kemungkinan dirasakan pemilik modal bank syariah yang berada di luar negeri yang menjadi pemilik (pemegang saham).
Sehingga perlu ada perhatian oleh semua pihak baik pemerintah lewat regulasinya, akademisi dan praktisi untuk duduk bersama memikirkan agar masyarakat yang selama ini belum terjangkau dapat ikut merasakan manfaat perbankan syariah.
Dari rentetan krisis ekonomi dan kemiskinan yang diakibatkan oleh kapitalisme maka ekonomi islam sebagai solusi, walaupun dengan segala kelemahannya sebagai sistem ekonomi yang masih baru sehingga disebagian masyarakat masih belum bisa menerima secara luas ekonomi islam.
Oleh karena itu diperlukan kajian dan penelitian untuk mengembangkan ekonomi islam melalui perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya agar dapat diterapkan secara menyeluruh oleh masyarakat sebagaimana yang pernah diterapkan pada era pertama kebangkitan ekonomi islam.
Ekonomi Islam tidak sekadar alternatif tetapi perlahan namun pasti menjelma menjadi pilihan utama sistem ekonomi bangsa pada masa mendatang.
Kita semakin yakin nilai-nilai syariah pasti memberikan kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa kita. Wallahu'alam.
*Penulis adalah Anggota ISEFID (Islamic Economic Forum for Indonesia Development)
Safri Haliding
Gombak, Kuala Lumpur
safrihaliding@yahoo.com
+60102671903
Dengan pencapaian yang luar biasa oleh sistem keuangan islam di Indonesia baik lembaga perbankan syariah maupun industri keuangan islam lainnya seperti takaful, pasar modal, zakat, wakaf dan institusi keuangan mikro syariah akan memudahkan proses sosialisasi dan kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi islam khususnya perbankan syariah atau islam.
Kerapuhan Kapitalisme
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika dan kawasan Eropa mengindikasikan akan kegagalan ekonomi kapitalisme sampai mengakibatkan kampanye anti kapitalisme di Amerika dan Eropa sebagai bentuk rasa kecewa dan frustasi terhadap praktek kapitalisme yang mengakibatkan makin tingginya kesenjangan antara si miskin dan si kaya di Amerika dan Eropa.
Di Amerika gerakan anti kapitalisme menamakan dirinya dengan gerakan Occupy Wall Street yang menuntut untuk menutup wall street yang menjadi otak atas kekacauan ekonomi global dan keuangan saat ini dan penolakan terhadap kerakusan sistem perbankan konvensional dan perusahaan multinasional yang mengambil keuntungan yang dibantu oleh program liberalisasi atas nama demokrasi di seluruh penjuru dunia.
Fakta dari krisis keuangan Amerika dan Eropa menunjukkan kepada kita bahwa sistem kapitalisme gagal menyelesaikan permasalahan ekonomi dan kesejangan sosial di negara-negara yang menganutnya, justru kapitalisme adalah aktor dibalik setiap kemiskinan dan sumber utang yang mengakibatkan bangkrutnya negara seperti yang terjadi di Yunani dan menyusul negara Eropa lainnya seperti Portugal, Irlandia, Inggris, dan Spanyol yang rasio utangnya sudah mendekati 100 persen.
Namun, di sisi lain dampak krisis keuangan global terhadap ekonomi dalam negeri tidak terlalu kritis karena perekonomian dalam negeri lebih dikuasai oleh industri riil atau usaha kecil menengah (UKM) yang mengcover ekonomi dalam negari sampai angka 60 persen.
Yang menjadi kegelisahan bisa terjadi pada sektor perbankan konvesional masih belum tahan terhadap krisis keuangan karena masih menggunakan sistem bunga dan turunan kapitalisme lewat fiat money (uang kertas) yang mengembangbiakkan uang lewat sistem moneter yang sangat rapuh terhadap krisis dan merugikan ekonomi sektor riil, sementara perbankan syariah sudah menjauhi sistem tersebut sehingga mampu bertahan dari terpaan krisis.
Proyeksi dan Harapan
Berdasarkan data perbankan syariah Indonesia pertumbuhan perbankan konvensional jauh ketinggalan oleh bank syariah dimana bank syariah mengalami pertumbuhan sekitar 40 persen pertahun dalam sepuluh tahun terakhir sementara perbankan konvensional hanya 20 persen.
Dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia bulan Oktober 2011, total asset perbankan syariah mencapai Rp 125, 5 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp 97, 5 triliun dari tahun 2010 dan mencapai pasar sekitar 4 persen dari total kue industri perbankan nasional. Pertumbuhan perbankan syariah tahun ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2005.
Sementara dari segi tingkat pengumpulan dana pihak ketiga dan pembiayaan ke masyarakat masing-masing mencapai Rp 97,8 triliun dan Rp 92,8 triliun dengan tingkat Financing to Deposit Rasio (FDR) berada pada kisaran 95,7 persen dan dari faktor kinerja perbankan syariah pada akhir September 2011, BOPO (Biaya Operasi Pendapatan Operasional), ROA ( Return on Asset) dan NPF (Non Performancing Financing) masing–masing berada pada 77.5 persen, 1.8 persen dan 2.0 persen.
Sementara berdasarkan dengan jumlah bank syariah di Indonesia jumlahnya tidak mengalami penambahan yang signifikan dari tahun 2010 ke 2011 dimana jumlahnya 11 Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 Unit Usaha Syariah (UUS) namun untuk jumlah Badan Perkrediatan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai 153 yang mengalami penambahan 3 BPRS dari tahun 2011, dan dari jangkauan perluasan kantor agak signifikan untuk BUS, UUS, dan BPRS berada pada kisaran masing-masing 1.354, 301 dan 362, dimana secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah juga telah menjangkau masyarakat di lebih 89 kabupaten/kota di 33 provinsi.
Dengan geliat perkembangan ekonomi syariah yang memukau, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti Bank Indonesia oleh Rifki Ismal, Ascarya dan Ali Sakti (2012) memperkirakan secara moderat perbankan syariah nasional akan tumbuh 36 persen pada tahun 2012 namun apabila terjadi gesekan krisis global yang keras terhadap perekonomian Indonesia atas bangkrutnya negara Eropa dan Amerika maka secara pesismis pertumbuhan perbankan nasional diperkirakan 29 persen.
Akan tetapi apabila terjadi kondisi yang lebih optimistik terhadap infrastruktur perbankan syariah seperti bertambahnya bank syariah dan unit usaha syariah dan ekonomi nasional yang meningkat maka diperkirakan oleh hasil proyeksi tahun 2012 perbankan syariah akan tumbuh sebesar 45 persen.
Pengamat ekonomi islam dan pengurus pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Ali Rama yang menyelesaikan studinya di Malaysia merekomendasikan kepada para praktisi perbankan syariah agar membuat segmentasi pasar dengan fokus pada branding tertentu dalam menguasai pasar misalnya BSM fokus menggarap pasar konsumer ritel, BRI Syariah fokus pada UMKM, BMI dan BNI Syariah pada pembiayaan korporasi.
Kondisi ini akan jauh efektif dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi riil dan meningkatkan asset perbankan syariah.
Menurut Ali Rama sudah saatnya pelaku perbankan syariah melirik dan bermain dalam mega proyek infrastruktur dengan meningkatkan dan mengembangakn produk dan layanan pada jasa industri misalnya dengan bekerja sama pemerintah lewat proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menguasai enam koridor ekonomi nasional.
Perkembangan yang pesat perbankan syariah dengan jumlah asset pertumbuhan yang makin meningkat dan melebihi perkembangan perbankan konvensional dan tidak akan menutup kemungkinan posisi perbankan konvensional akan digeser oleh bank syariah sebagai pemain utama perbankan nasional seperti yang terjadi di Malaysia.
Namun di sisi lain muncul kegelisahan dan harapan agar manfaat ekonomi islam lebih dirasakan oleh masyarakat kecil seperti pelaku usaha mikro-kecil dan masyarakat miskin karena manfaatnya masih terbatas oleh kalangan tertentu bahkan tidak menutup kemungkinan dirasakan pemilik modal bank syariah yang berada di luar negeri yang menjadi pemilik (pemegang saham).
Sehingga perlu ada perhatian oleh semua pihak baik pemerintah lewat regulasinya, akademisi dan praktisi untuk duduk bersama memikirkan agar masyarakat yang selama ini belum terjangkau dapat ikut merasakan manfaat perbankan syariah.
Dari rentetan krisis ekonomi dan kemiskinan yang diakibatkan oleh kapitalisme maka ekonomi islam sebagai solusi, walaupun dengan segala kelemahannya sebagai sistem ekonomi yang masih baru sehingga disebagian masyarakat masih belum bisa menerima secara luas ekonomi islam.
Oleh karena itu diperlukan kajian dan penelitian untuk mengembangkan ekonomi islam melalui perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya agar dapat diterapkan secara menyeluruh oleh masyarakat sebagaimana yang pernah diterapkan pada era pertama kebangkitan ekonomi islam.
Ekonomi Islam tidak sekadar alternatif tetapi perlahan namun pasti menjelma menjadi pilihan utama sistem ekonomi bangsa pada masa mendatang.
Kita semakin yakin nilai-nilai syariah pasti memberikan kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa kita. Wallahu'alam.
*Penulis adalah Anggota ISEFID (Islamic Economic Forum for Indonesia Development)
Safri Haliding
Gombak, Kuala Lumpur
safrihaliding@yahoo.com
+60102671903
Tidak ada komentar:
Posting Komentar