Pelajaran Dan Ibroh Dari Hijrah
PELAJARAN DAN IBROH DARI HIJRAH
(AL-HIJRAH DURUUSUN WA ‘IBAR)
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
” Muhajir adalah orang yang meninggalkan sesuatu yang diharamkan Allah” (HR Ahmad dan Al-Bukhari).
Hijrah
adalah proses dakwah yang pernah terjadi pada para nabi dan rasul dan
terus akan terjadi pada orang-orang beriman. Al-Qur’an menyebutkan
beberapa nabi yang melakukan hijrah, diantaranya nabi Ibrahim as. dan
nabi Luth as “Maka Luth membenarkan (kenabian) nya. Dan berkatalah
(Ibrahim): "Sesungguhnya aku akan hijrah (berpindah) ke (tempat yang
diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Ankabuut 26). Para ulama berbeda pendapat
dalam ayat ini siapakah yang hijrah, sebagian menyebutkan nabi Ibrahim
as, dan sebagian lainnya menyebutkan nabi Luth as. Dan Qotadah
menyebutkan keduanya yaitu nabi Ibrahim dan nabi Luth as hijrah ke Syam.
Pada
masa Rasulullah saw. pernah beberapa kali terjadi hijrah, hijrah ke
Habasyah dan terjadi dua kali, ke Tha’if dan ke Madinah. Hijrah pertama
ke Habasyah dipimpin oleh Utsman bin Affan dan diikuti oleh istrinya
Ruqoyyah putri Rasulullah saw. Sahabat yang hijrah sebanyak 16 orang, 12
lelaki dan 4 wanita. Rasul saw.
mengomentari hijrahnya Utsman dan istrinya:” Keduanya adalah keluarga
pertama yang hijrah di jalan Allah setelah nabi Ibrahim as dan nabi Luth
as”.
Hijrah
yang paling monumental adalah hijrah Rasul saw. dan para sahabatnya
dari Mekkah ke Madinah. Al-Qur’an menyebutkan banyak sekali keutamaan
hijrah ini dan mengabadikan penyebutan sahabat yang hijrah dengan
penyebutan yang mulia, yaitu muhajirin. Sedangkan sahabat yang menerima Rasul dan muhajirin mendapat sebutan
yang mulia, yaitu anshar (penolong). Keduanya adalah pilar dakwah
paling utama dari generasi awwal.“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS At-Taubah
100).
Makna dan Hakekat Hijrah
Secara
bahasa hijrah berarti perpindahan, sedangkan secara syar’i hijrah
adalah perpindahan orang beriman dari negeri kafir menuju negeri muslim
karena menghindari fitnah. Dalam Al-Qur’n hijrah selalu didahului oleh
nilai-nilai keimanan dan dibarengi dengan nilai-nilai jihad. Hijrah
bukan hanya sekedar pindah, migrasi, transmigrasi ataupun imigrasi.
Tetapi perpindahan karena prinsip keimanan dan bagian dari dakwah dan
jihad untuk menegakkan Syariah Islam (Iqomatuddin). Dan Islam bukan
hanya sekedar ritual keagamaan, seperti sholat, shaum, dzikir haji dll.
Tetapi Islam adalah system yang sempurna mencakup semua lapangan
kehidupan. Islam adalah agama dan negara, umat dan pemerintahan, akhlak
dan kekuatan, fikroh dan tentara, sebagaimana juga bahwa Islam adalah
ibadah yang benar dan aqidah yang lurus.
Para
da’i yang berdakwah untuk Allah dan untuk Islam tidak boleh merasa puas
dengan mendapatkan kebebasan beribadah dan keterlibatannya dalam
politik dan pemerintahan. Mereka jangan mudah terlena dengan fasilitas
dunia dan ghanimah hasil capaian dari dakwah dan jihad siyasi dan lupa
pada tujuan asasi. Karena sejatinya aktifitas dan sekaligus tujuan utama
dalam dakwah, yaitu tegaknya kalimat Laa Ilah Illallah, tegaknya sistem
Islam dalam sebuah pemerintahan dan tegaknya Islam di muka bumi ini,
sehingga tidak ada lagi fitnah dimuka bumi ini dan ketundukkan hanya
semata-mata untuk Allah.
Urgensi Hijrah
Hijrah
merupakan bagian yang teramat penting dalam dakwah Islam dan
sunnatullah yang terjadi pada para rasul, para nabi dan orang-orang
beriman. Mereka meninggalkan negeri untuk menyelamatkan aqidah dan
mencari wilayah yang subur demi tegaknya system Islam. Dan Rasulullah
saw. sendiri telah memahami hakekat hijrah ini semenjak pertama diutus
menjadi rasul, ketika beliau mendengar informasi dari Waroqoh bin Naufal
yang disampaikan oleh istrinya tercinta Khodijah:” Alangkah baiknya
saya masih hidup, ketika kaummu mengusirmu” (riwayat Bukhari) . Dari
sinilah, di awal Rasul saw. menerima wahyu, beliau sudah sadar bahwa
suatu saat akan diusir oleh kaumnya dan hijrah ketempat lain.
Hijrah adalah dinamika dalam harokah dan dakwah
yang akan terjadi pada setiap gerakan Islam dan aktifisnya, karena
kemenangan Allah sangat terkait dengan amal, safar, hijrah, pengorbanan,
kesabaran, kesulitan dan taqorrub illallah dengan dzikir dan do’a.
Selagi ada kebatilan dan para pembela kekafiran, maka hijrah akan tetap
ada. Rasulullah saw. bersabda:” Hijrah tidak akan terputus sampai
terputusnya taubat. Dan taubat tidak akan terputus sampai matahari
terbit dari sebelah barat” (HR Ahmad). Hadits lain:” Hijrah tidak akan
terputus selagi masih diperangi orang- orang kafir” (HR Haitsami).
Hijrah
sangat penting agar orang-orang beriman senantiasa siap siaga dan tidak
merasa betah di negerinya padahal Islam belum eksis dan menang.
Terkadang kekayaan, jabatan, rumah yang indah, istri-istri yang cantik,
mobil yang mewah dan fasilitas lainnya membuat para da’i lemah dalam
dakwah, dan tidak lagi memiliki semangat juang dan militansi yang tinggi
dan enggan hijrah dan ditugaskan di tempat lain yang membutuhkan dakwah
dan pengorbanan. Oleh karena itu Allah SWT. mengancam orang-orang
beriman yang tidak mau hijrah dan jihad dengan firman-Nya di surat
At-Taubah 24:” Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik”.
Berkata
As-Syaikh Ibnu ‘Atiiq: ” Tidaklah seseorang yang meninggalkan hijrah,
kecuali dia beralasan dengan delapan hal ini ( bapak, anak, saudara,
istri, keluarga, harta, bisnis dan rumah).Allah mengancam manusia yang
beralasan untuk tidak berhijrah karena delapan hal tadi atau salah
satunya dengan sebutan fasik. Jika Mekkah merupakan tempat yang paling
mulia di muka bumi, sedang Allah telah mewajibkan hijrah dari Mekkah dan
kecintaan kepadanya tidak boleh menjadi alasan, bagaimana dengan negeri
yang lain?”
Terkadang
ikatan keduniaan dari delapan hal tersebut diatas, kemapanan hidup dan
kecenderungan syahwat, dapat mengganggu bahkan mendominasi para da’i
dalam dakwahnya. Sehingga mereka memilih-milih dakwah yang subur secara
materi dan menguntungkan dari aspek duniawi, tetapi pada sisi yang lain
melalaikan tazkiyatun nafs dan amal jama’i. Ketika para da’i mendapat
amanah penugasan dakwah yang mengandung resiko, maka berupaya menghindar
dan berlepas diri dari aktifitas dakwah dan amal jamai. Allah SWT.
mengingatkan kepada orang-orang beriman dan para da’i agar tidak terkena
penyakit nifak sebagaimana disebutkan sifat-sifatnya dalam Al-Qur’an:”
Ahdaaf Hijrah
Hijrah
bukanlah sejarah yang sudah berlalu, dan nash-nash Al-Qur’an tidak
hanya menyebutkan hijrah pada satu marhalah saja, tetapi menjelaskan
realitas yang terjadi dalam dakwah. Oleh karena itu hadits-hadits
menguatkan tentang hijrah tersebut. Rasul saw. bersabda:” Hijrah demi
hijrah akan terjadi” (HR Abu Dawud). “Hijrah tidak terputus selagi ada
jihad” (HR Ahmad). Sedangkan jihad akan senantiasa ada sampai hari
kiamat. Oleh karena itu hijrah bukanlah satu fase dalam sejarah yang
telah berakhir dengan berakhirnya waktu, tetapi bagian dari perjalanan
dakwah yang diabadikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dan hijrah akan terus
menjadi bagian dari gerakan dakwah Islam.
Berkata
Sayyid Qutb:” Syarat hijrah terus berlaku sampai futuh Mekkah, ketika
tanah Arab tunduk kepada kepemimpinan Islam dan mengatur manusia dalam
masyarakatnya. Maka tidak ada hijrah setelah futuh Mekkah, yang ada
hanya amal dan jihad, sebagaimana sabda Rasul saw. Tetapi itu terjadi
pada gerakan Islam pertama yang telah memimpin dunia selama kurang lebih
1200 tahun. Adapun sekarang dimana Islam telah hilang dari kehidupan
manusia di muka bumi. Sekarang mulai gerakan baru untuk Islam
sebagaimana yang pertama dan mengambil semua hukum dalam penataannya
sampai berakhir pada tegaknya negara Islam dan hijrah. Kemudian
kekuasaan Islam meluas sekali lagi dengan izin Allah maka setelah itu
tidak ada lagi hijrah, tetapi jihad dan amal sebagaimana terjadi pada
gerakan Islam pertama”.
Jadi
ahdaf atau tujuan dan sasaran hijrah adalah agar Islam dapat mengatur
urusan manusia di semua lapangan kehidupan. Dan umat Islam tidak mungkin
bersatu kecuali jika Islam mewarnai semua lapisan kehidupan dan
sistemnya memimpin dunia. Dan ketika ketika system Islam tidak bisa
tegak di sebuah negeri, maka umat Islam wajib hijrah ke negeri yang
dapat menerapkan system Islam dan menguatkan barisan umat Islam. Jika
umat Islam di suatu negeri tidak memiliki syarat-syarat untuk menegakkan
pemerintahan Islam, maka mereka wajib untuk berkumpul di suatu negeri
yang layak bagi system Islam dan bekerja sama untuk berdakwah dan jihad
untuk menguatkan system Islam di dalam negeri dan membatu tegaknya Islam
di luar negeri.
Dan
dimasa-masa awal gerakan Islam banyak orang yang lalai dan tidak mau
hijrah ke Madinah, padahal mereka telah beriman. Maka mereka mendapat
teguran keras langsung dari Allah SWT.:” Sesungguhnya orang-orang yang
diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada
mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka
menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)".
Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu
dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka
yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak
mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)” (QS
An-Nisaa’ 97-98).
Macam-Macam Hijrah dan Keutamaannya
Ibnu
Hajar mengatakan:” Sepanjang sejarah hijrah terjadi dalam dua bentuk.
Pertama, hijrah dari negeri zhalim ke negeri adil atau aman seperti
hijrah ke Habasyah. Kedua, hijrah dari darul Kufur menuju darul Iman
yakni setelah nabi menetap di Madinah. Ini adalah hijrah tempat atau
yang biasa disebut dengan hijrah makaniyah. Namun demikian ada satu
bentuk hijrah yang lain, yaitu hijrah ma’nawiyah. Rasulullah saw.
bersabda:” Muhajir adalah orang yang meninggalkan sesuatu yang
diharamkan Allah” (HR Ahmad).
Hijrah
Rasulullah dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah harus menjadi
perhatian serius para aktifis dakwah. Dalam hijrah ini bertemu dua titik
antara irodatullah dan ikhtiarul basyar, anatara tadbiir rabbani dan
tadbiir basyari..
Rasulullah
saw. menyadari bahwa Mekkah bukanlah tempat yang kondusif untuk
penegakkan system Islam. Masyarakat Mekkah dari hari ke hari semakin
keras permusuhannya terhadap Islam. Sehingga Rasul saw. terus berupaya
mencari tempat yang strategsi untuk penegakkan system Islam. Dan pada
tahun kesebelas dari kenabian datanglah rombongan haji dari Yatsrib.
Rasul saw. mengajak mereka untuk masuk Islam, dan 6 dari penduduk
Yatsrib masuk Islam.
Pada
tahun ke duabelas kenabian datang lagi 12 orang penduduk Yatsrib yang
telah masuk Islam, 5 yang telah datang sebelumnya dan yang baru 7 orang.
Mereka bertemu Rasul saw. di Aqobah dan terjadilah bai’ah Aqobah
Pertama. Pada bai’ah ini Rasul saw. hanya menyampaikan ajaran-ajaran
Islam dan larangan melakukan kemusyrikan serta dosa yang lainnya.
Rasulullah saw. masih merahasiakan rencananya untuk hijrah. Dan setelah
musim haji berakhir Rasul saw. juga mengutus da’i pertama ke Yatsrib,
yaitu Mush’ab bin Umair.
Mushab
menjalankan tugasnya dengan baik, dengan sifat kelembutan dan
kesantunannya beliau berhasil meraih sukses yang besar dalam dakwahnya.
Tokoh-tokoh Yatsrib dari suku Aus dan Khajraj masuk Islam. Aus dan
Khajraj adalah dua kabilah besar yang sangat berpengaruh di Yatsrib, dan
pengaruhnya melebih orang-orang Yahudi di sana. Dan tidak ada rumah
disana kecuali telah dimasuki cahaya Islam. Dan sebelum musim haji
berikutnya, Mush’ab pulang menuju Rasulullah saw. menceritakan
keberhasilan tugas dakwahnya dan harapan besar yang ada di kota Yatsrib.
Pada musim haji tahun ke tigabelas dari kenabian datang lagi penduduk Yatsrib ke Mekkah menemui Rasul saw. Sebanyak 73 orang lelaki dan
2 wanita bertemu membuat kesepakatan rahasia di Aqobah. Pada pertemuan
ini terjadi bai’ah aqobah kedua yang berisi kesiapan masyarakat Yatsrib
untuk taat pada Rasulullah dan menolong dan membelannya ketika hijrah
kesana sebagaimana mereka membela anak dan istrinya. Dan setelah terjadi
bai’ah, maka diangkatlah dari kalangan pemimpin suku Aus dan Khajraj 12
naqib (pemimpin) untuk menjadi wakil Rasulullah saw. dalam pelaksanaan
bai’ah dan dakwah di Yatsrib.
Setelah
peristiwa bai’ah Aqobah Kedua, maka Rasulullah saw. mulai merencanakan
strategi hijrah bagi sahabatnya. Lalu beliau mengizinkan sahabatnya
untuk hijrah ke Yatsrib yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi baik
sendiri-sendiri maupun berkelompok-kelompok. Rasulullah
saw. sendiri hijrah ditemannya oleh sahabat utamanya Abu Bakar
As-Shiddiq ra. Dan diback up penuh oleh keluarga Abu Bakar ra. Abdullah
bin Abu Bakar berfungsi sebagai mata-mata untuk menjaga keamanan
perjalanan hijrah, Asma binti Abu Bakar penanggung jawab logistik,
Abdullah bin Uraiqith disewa untuk pemandu jalan dan Amir bin Fuhairoh
sebagai pembantu umum. Sedangkan Ali bin Abi Thalib ditugaskan Rasul
saw. untuk mengelabui Kafir Quraisy dan mengembalikan harta titipan
kafir Quraisy yang dititipkan pada Rasul saw.
Dan
Yatsrib, kota tempat hijrah Rasul saw. dan sahabatnya kemudian namanya
dirubah oleh Rasul saw. menjadi Madinah, yang berarti kota atau ibukota
dari dakwah dan pemerintahan Islam yang dibangun oleh Rasulullah saw. Dari
sinilah seluruh nilai Islam dilaksanakan, Rasulullah saw. berfungsi
langsung sebagai kepala Negara yang memiliki kewenangan penuh dalam
urusan politik, keamanan dan hukum. Dan masjid nabawi sebagai pusat
dakwah, ibadah dan pemerintahan.
Al-Qur’an
dan Sunnah banyak sekali menceritakan hijrah ini, baik hakekat, proses
maupun akibatnya Secara umum Al-Qur’an banyak menyebutkan keutamaan
orang-orang yang berhijrah, diantaranya:
- Mendapat predikat mukmin yang sebenarnya dan mu’min yang jujur (8; 74,
- Berhak mendapat perlindungan dan pertolongan (8 ;72)
- Meraih rahmat dari Allah (2; 218)
- Dihapuskan kesalahannya (3; 195)
- Mendapat tempat dan posisi yang bagus di dunia dan akhirat (16; 41)
- Mendapat derajat yang paling tinggi (9;20)
- Mendapat ampunan Allah (16; 110)
- Mendapatkan rizki yang paling bagus dan surga (22; 58)
- Mendapat ridho Allah dan surga ( 9;100)
- Ma’iyatullah dan ta’yiidullah ( 9 ;40)
- Wawasan yang luas dan rezeki yang banyak ( 4; 100)
Pelajaran dan ‘Ibroh
1.
Hijrah adalah bagian dari strategi dakwah dan harokah untuk membuktikan
keimanan dan kejujuran aktifis dakwah. Tabiat dakwah dan harokah adalah
selalu bergerak dan dinamis, mencari kader-kader yang potensial untuk
dijadikan pilar dakwah. Dan mencari tempat-tempat yang kondusif untuk
dijadikan basis dan pusat dakwah sehingga system Islam dapat tegak
secara sempurna.
2. Hijrah terjadi
sepanjang masa selagi masih ada kekafiran dan kebatilan. Karena
orang-orang kafir tidak akan rela system yang telah dibangunnya dengan
system Islam yang menurut logikanya membahayakan masa depan mereka.
3. Hijrah harus dilakukkan secara amal jama’i dan tugas dari qiyadah atau jama’ah. Hijrah juga harus dilakukan dengan motivasi dakwah. Karena jika sekedar pindah ke tempat lain, maka tidak disebut hijrah fisabilillah.
4. Para
da’i harus senantiasa siap siaga menerima perintah dan tugas dakwah
dari jamaah. Dan fasilitas dunia dan kemapanan, jangan sampai menjadi
penghalang dakwah, hijrah dan jihad. Dan seorang yang meninggalkan
dakwah dan jihad karena kesibukan ekonomi, disebut Al-Qur’an telah
menghancurkan dirinya sendiri. Sebagaimana tafsir yang dikemukakan oleh
Abu Ayyub Al-Anshori ketika mendengar surat Al-Baqarah 195.
5.
Jama’ah dan qiyadah harus menguasai medan dakwah dan kebutuan dakwah.
Dan pada saat yang sama mereka juga harus menguasai kadernya sehingga
dapat melakukan strategi dakwah yang tepat dan menjalankan tugas amal jama’i dengan baik. Hijrah dan bi’tsatu Du’at bagian yang harus menjadi pemikiran para qiyadah
6.
Politik dan keterlibatan dalam pemerintahan bagian dari sasaran dakwah
bukan tujuan, sehingga perlu mendapatkan porsi yang wajar dan pemikiran
yang matang. Apalagi politik yang ada adalah politik sekuler dan
menghalalkan segala cara. Dakwah berfungsi untuk merubah bukan ikut
larut dalam kemungkaran dan KKN. Dan meninggalkan KKN dan kemungkuran
adalah bagian dari hijrah ma’nawiyah. Ungkapan Sayyid Qutub sangat baik
untuk terus direnungkan: Bercampur tapi memiliki keistimewaan.
7.
Ketika Rasulullah saw. hijrah bersama Abu Bakar As-Shiddiq, kaum kafir
quraisy mengejarnya. Rasul saw. dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsuur,
tetapi mereka juga mengejar dan hampir mengetahui persembunyian
tersebut. Abu Bakar khawatir dan Rasul saw. memberikan ketenangan,
karena Allah bersamanya. Dan turunlah surat At-Taubah 40:”Jangan
bersedih karena Allah bersama kita”. Dan untuk menghadapi masa-masa
sulit dalam dakwah dan kondisi hidupnya, maka para da’I harus senantiasa
tegar dan jangan bersedih karena Allah selalu bersamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar