Sabtu, 10 Maret 2012

Marga Mandahiling


Marga Mandahiling

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kata marga di Mandailing atau Mandahiling bisa berarti clan itu asalnya dari bahasa Sansekerta , varga yaitu warga atau warna , ditambah imbuhan maatau mar , menjadi mavarga atau marvarga , artinya berwarga, dan disingkat menjadi marga . Marga itu sendiri berarti kelompok atau kelompok orang yang berasal dari satu keturunan atau satu dusun . Marga juga bisa berasal dari singkatan 'nama keluarga'. Tidak semua orang Mandailing mencantumkan marga dalam namanya, karena dianggap cukup sebagai identitas antara orang Mandailing / Mandahiling sendiri. Selain itu, di antara orang Mandailing ada juga yang tak memakai garis patrilineal (sistem marga), melainkan matrilineal ( suku dalam bahasa Minang , seperti misalnya etnis Lubu yang merupakan penduduk asli Mandahiling). Marga juga bisa diartikan sebagai dusun , seperti halnya arti marga di wilayah Sumatera Selatan .

Daftar isi

  [ sembunyikan ] 

sunting ]Asal Usul

Seperti orang Arab dan Tionghoa , orang Mandailing memiliki pengetahuan tentang silsilah ( tarombo / tambo ) mereka sampai beberapa keturunan sekaligus riwayat nenek moyang mereka. Awalnya silsilah sesuatu marga, diriwayatkan turun-temurun secara lisan (tambo atau terombo), kemudian diturunkan secara tertulis. Menurut Abdoellah Loebis yang menulis mengenai asal-usul orang Mandailing dalam majalah Mandailing yang diterbitkan di Medan pada awal abad ke-20: "Yang masih ada memegang tambo turun-turunannya, yaitu marga Lubis dan Nasution, sebagaimana yang sudah dikarang oleh Almarhum Raja Mulya bekas Kuriahoofd (daerah) Aek (Sungai) Nangali ... " Ini tidak berarti marga-marga Mandailing yang lain tidak memelihara silsilah mereka.
Penelitian silsilah marga Lubis Singengu (keturunan Silangkitang) di Kotanopan dan Lubis Singasoro (keturunan Sibaitang) di Pakantan, besertaHarahap (keturunan Sutan Bugis) dan Hutasuhut (keturunan Sutan Borayun) di Angkola]], yang merupakan keturunan Namora Pande Bosi , menunjukkan bahwa marga itu mulai menetap di Mandailing Julu dan Mandailing Jae (Angkola) pada kurun abad ke-16 M, keturunan dari Raden Patahgelar Angin Bugis dari Majapahit , yang bersama pasukan Bugis dari Palembang , yang kalah adu kerbau dengan Pemerintah Pagaruyung di Padang Sibusuk . Sementara Lubis-Lubis lainnya, seperti Parinduri , Batubara , Daulae , Raorao , Tanjung , dan lainnya, yang bukan keturunan Namora Pande Bosi, umumnya sampai sekarang belum banyak dipublikasikan.
Sementara pada umumnya marga Nasution Sibaroar yang berada di Mandailing Godang adalah keturunan Si Baroar gelar Sutan (Sultan) Di Aru , dan marga-marga Nasution lainnya, antara lain Nasution Panyabungan, Tambangan, Borotan, Lantat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli , dan lain-lain, berdasarkan nama dusun masing-masing, yang awalnya memakai sistem matrilineal.
Umumnya marga-marga di Mandailing, kisah asal-usulnya tidak menunjukkan berasal dari Toba, seperti opini yang ditebarkan. Antara lain, Batu Bara ,Daulae dan Matondang yang berasal dari satu nenek moyang. Tokoh nenek moyang ketiga marga tersebut menurut kisahnya dua orang bersaudara, yakni Parmato Sopiak dan Datu Bitcu Rayo . Sekitar Tahun 1560 M, keduanya bersama rombongan berangkat dari Batu Bara , Tanjung Balai menuju kawasan Barumun . Di tempat itu, mereka mendirikan kampung bernama Binabo, dan di situlah akhirnya Parmato Sopiak meninggal dunia. (Pada 1981, beberapa tokoh marga Daulae, Matondang dan Batu Bara dari Mandailing telah memugar makam Parmato Sopiak yang terletak dekat desa Binabo di kawasan Barumun.) Kemudian hari, dua putra Parmato Sopiak yang bernama Si Lae dan Si Tondang bersama pengikut mereka pindah ke Mandailing Godang, dan mendirikan kampung bernama Pintu Padang. Di situlah, keturunan mereka berkembang dan bermarga Daulae dan Matondang.Datu Bitcu Rayo kemudian berpindah, dan mendirikan desa Pagaran Tonga. Di tempat itu, keturunannya berkembang menjadi marga Batu Bara.
Orang-orang Mandailing bermarga Rangkuti dan pecahannya marga Parinduri , juga tidak mendukung pendapat, yang mengatakan mereka berasal dariToba . "... Sampai sekarang tidak seorang pun marga Rangkuti yang menganggap dirinya Batak , tidak marmora (punya hubungan kerabat mertua) dan tidak maranak boru (punya hubungan kerabat bermenantu) ke Tanah Batak. " Sebab, menurut penuturan yang dihimpun dari orang-orang tua di Mandailing dan disesuaikan pula dengan tarombo marga Rangkuti, bahwa Ompu Parsadaan Rangkuti (nenek moyang orang-orang bermarga Rangkuti) di Runding, bernama Mangaraja Sutan Pane , yang pada sekitar abad ke XI datang dari Ulu Panai membuka Huta Runding dan mendirikan kerajaan di sana. Pemerintah tersebut berhadapan dengan Harajaon (pemerintah) Pulungan di Hutabargot di kaki Tor (gunung) Dolok Sigantang di seberang sungai Batang Gadis kira-kira 16 km dari Panyabungan ". Versi lain mengatakan bahwa nenek moyang orang Mandailing bermarga Rangkuti pada mulanya datang" dari Aceh Selatan (dari rondeng Tapak Tuan) menyusur pantai laut sampai ke Natal ". Dari sana mereka kemudian turun ke Mandailing Godang dan mendirikan perkampungan mereka yang dinamakan Runding, sesuai dengan nama tempat asal mereka. Versi lainnya, Rangkuti merupakan keturunan dari Ra Kuti, yang merupakan tokoh dalam pemberontakan Wedheng pada masa Majapahit, yang lari ke Mandailing pada masa lampau, yaitu masa Kesultanan Aru yang beribukota di Padang Lawas.

sunting ]Marga-Marga Mandailing

Etnis Mandailing hanya mengenal sekitar belasan marga, antara lain Lubis, Nasution, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Harahap, Hasibuan (Nasibuan), Rambe, Dalimunthe, Rangkuti (Ra Kuti), Tanjung, mardia, Daulay, Matondang, Hutasuhut.
Menurut Abdoellah Loebis, marga-marga di Mandailing Julu dan Pakantan adalah seperti berikut: Lubis (yang terbagi kepada Lubis Huta Nopan dan Lubis Singa Soro), Nasution, Parinduri, Batu Bara, Matondang, Daulay, Nai Monte, Hasibuan, Pulungan. Marga-marga di Mandailing Godang adalah Nasution yang terbagi kepada Nasution Panyabungan, Tambangan, Borotan, Lantat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli, dan lain-lain; Lubis, Hasibuan, Harahap, Batu Bara, Matondang (keturunan Hasibuan), Rangkuti, mardia, Parinduri, Batu na Bolon, Pulungan, Rambe, Mangintir, Nai Monte, Panggabean, Tangga Ambeng dan Margara. (Rangkuti, mardia dan Parinduri asalnya satu marga.)
Menurut Basyral Hamidy Harahap dan Hotman M. Siahaan, di Angkola dan Sipirok terdapat marga-marga Pulungan, Baumi, Harahap, Siregar, Dalimunte dan Daulay. Di Padang Lawas, terdapat marga-marga Harahap, Siregar, Hasibuan, Daulay, Dalimunte, Pulungan, Nasution dan Lubis.
Menurut Basyral Hamidy Harahap dalam buku berjudul Horja , marga-marga di Mandailing antara lain Babiat, Dabuar, Baumi, Dalimunthe, Dasopang, Daulae, Dongoran, Harahap, Hasibuan, Hutasuhut, Lubis, Nasution, Pane, Parinduri, Pasaribu, Payung, Pohan, Pulungan, Rambe, Rangkuti, Ritonga, Sagala, Simbolon, Siregar, Tanjung.

sunting ]Bacaan lebih lanjut

  • Loebis, Abdoellah (1926). Riwajat Mandailing, dipetik dari Mangaraja Ihoetan, Riwajat Tanah Wakaf Bangsa Mandailing di Soengai Mati, Medan .Medan.
  • Harahap, Basyral Hamidy (29 Februari 1976). Sibulus-bulus, Sirumbuk-rumbuk . Jakarta.
  • Siahaan, N. (1964). Sedjarah Kebudajaan Batak . Medan.
  • Harahap, Basyral Hamidy (1987). Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak . Jakarta.
  • Harahap, Basyral Hamidy (1 Maret 1993). Horja, Adat Istiadat Dalihan Na Tolu . PT Grafiti Bandung.
  • Harahap, Basyral Hamidy (2007). Greget Tuanku Rao . Komunikasi Bambu.
  • Tapanuli Selatan, Berita Keluarga (1958). Tampakna Do Rantosna, Rim Ni Tahi Do Na Gogo . Keluarga Tapanuli Selatan.
  • Loebis, AB (1998). Adat Perkawinan Mandailing . Keluarga Tapanuli Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar