Menghibur di Kala Sedih |
Sunday, 18 March 2012 | |
Agnes Christina Project mementaskan lakon Titik Nol, sebuah naskah yang mengisahkan kegetiran hidup seorang bocah. Menariknya, lakon ini dibawakan secara ringan, lugas, dan bahkan lucu hingga penonton tidak larut dalam kesedihan. Sungguh malang nasib Sukran. Bocah kecil itu tak pernah lagi melihat sosok ayahnya,Sofyan,dan ibunya, Cut,seketika ia dititipkan ke Siti, seorang wanita dewasa yang hidup sendiri di negeri Malaysia. Sukran yang asal Banda Aceh itu,ditinggal ayahnya karena kondisi politik Aceh sedang tidak baik. Sofyan dulunya memang memiliki hubungan dengan Siti. Saat masih muda, Sofyan pergi merantau ke Malaysia. Ia bertemu dengan Siti.Keduanya pernah memadu kasih, hingga percik cinta tumbuh di hati Siti. Tapi, hubungan kekasih dua sejoli dari dua negeri itu tidak mulus. Mereka kerap dipisahkan oleh waktu dan ruang. Tapi,Siti adalah perempuan yang setia. Ia berjanji tidak akan menikah sampai kapan pun, kecuali dengan Sofyan yang ia cintai. Ironisnya, saat Sofyan menemui Siti untuk kali ketiga,Sofyan justru membawa Sukran yang masih bocah. Sukran adalah buah cinta Sofyan dengan Cut, gadis asal Aceh.Sukran meminta Siti untuk merawat Sukran layaknya anaknya sendiri. Sofyan pun kembali ke Aceh. Siti ditinggal berdua dengan Sukran di Malaysia. Dari sini, konflik muncul. Bagaimana Siti merawat Sukran dengan cintanya, dan bagaimana Sukran memendam rasa ingin bertemu dengan Ayah dan Ibunya diungkapkan dengan gamblang dalam pertunjukkan yang digelar di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM),Jumat- Sabtu (16–17/3),kemarin. Menariknya,proyek penggarapan teater ini merupakan kolaborasi antara dua negara, Indonesia dan Singapura.SutradaraTitik Nol, Nicholas Yudifar mengatakan bahwa tema yang diusung dari teater ini sangatlah menarik,di mana seorang anak yang ditinggalkan oleh bapaknya, tiba-tiba berkeinginan untuk mencari bapaknya.Tema ini menarik karena dia berupaya untuk mencari sisi lain, selain musibah dan perang saudara. “Kenapa saya pilih permasalahan anak mencari ayah? Jadi,ada satu hal yang menarik. Karena saya melakukan riset, saya mencari,apa yang menarik dari Aceh, selain ada kejadian berbau musibah, ada perang saudara,ada bencana alam,tapi ternyata dari cerita rakyat, mereka punya legenda tentang anak mencari ayah, dari situ saya coba hubungkan yang berkaitan dengan apa yang terjadi,”tegas Nicholas. Dari sini,Nicholas kemudian membuat film pendek berdurasi 12 menit.Film yang dibuat tahun 2009 ini,kemudian diputar di Indonesian Arts Festival IV di Singapura. Di situlah Nicholas terbesit ide untuk memasukkan narasi dari Agus Nur Amal (PM Toh).Hingga kemudian Agnes Christina (penulis naskah dan sutradara) mengembangkan film pendek tersebut menjadi naskah teater. “Kita sering diskusi waktu itu. Dari tanggapan Agnes, kenapa kita gak coba panjangkan saja jadi teater.Kebetulan bang Agus juga berpikir ini bakal menarik, akhirnya jadilah pementasan ini,”terangnya. Pementasan perdana kemudian digelar di The Substation Theatre Singapura 1–3 Maret 2012 lalu. Kala itu sambutannya sangat meriah. Banyak orang berdatangan menonton pertunjukkan ini. Bahkan, antusiasme penonton dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan penonton usai pertunjukkan. Pentas Titik Nol sebenarnya cukup menarik dengan konsep multimedia yang disertakan dalam pertunjukkan kali ini.Penggunaan multimedia sebagai salah satu penunjang pertunjukkan pada akhirnya memang sedikit ngepop.Apalagi Nicholas memakai pendekatan humor dalam pentas yang seharusnya bisa membuat penonton empati. Guyonan yang disampaikan justru meruntuhkan emosi penonton. Artinya naskah yang cukup kuat ini jadi berasa mengambang, tidak tahu hendak dibawa ke mana. “Sebenarnya dari awal,kami tidak ingin membungkus pementasan yang bersedih-sedih, seperti dengan isi ceritanya.Jadi, kami bikin sesuatu yang ngepop dan orang melihatnya dengan terhibur.Kan tidak selalu menceritakan yang sedih dengan cara yang sedih juga dan yang namanya tontonan harus bikinorangterhiburmeskiorang tetapsadaradayangterluka,ada yang kehilangan, ditinggalkan. Terpenting kami meninggalkan pesan,”pungkasnya. sofian dwi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar