Titik Temu Agama-Agama Melalui Sudut Pandang Islam
Diskusi Kebangsaan National Integration Movement
‘Titik Temu Agama-Agama Melalui Sudut Pandang Islam’ bersama Amina Wadud
‘Titik Temu Agama-Agama Melalui Sudut Pandang Islam’ bersama Amina Wadud
Bulan Oktober 2009 kali ini, National Integration Movement kembali
menghadirkan seorang tokoh dunia, imam wanita pertama di dunia dan juga
seorang filsuf Islam yang sudah menelorkan berbagai buku yang sudah
diterjemahkan dalam 7 bahasa, Prof. Dr. Amina Wadud.
Melihat sosok Prof. Amina Wadud, kesan pertama yang terlintas adalah
tenang dan bijaksana. Beliau adalah seorang keturunan Afrika Amerika,
terlahir di sebuah keluarga pendeta Kristen, yang sudah memulai
pencarian spiritualnya dari usia dini. Ketertarikan Prof. Amina Wadud
untuk mendalami spiritualitas terinspirasi oleh ayah beliau, seorang
pendeta Kristen yang tidak hanya memberikan ceramah mengenai cinta kasih
di gereja, namun membawa semangat cinta kasih ini dalam kehidupan
sehari-harinya. Perjalanan spiritual Prof.Amina Wadud dimulai di sebuah
ashram Buddhis, dimana selama 1 tahun, Prof. Amina Wadud mengikuti pola
hidup dan mendalami ajaran Buddha. Dan perjalanan itupun mengantar Prof.
Amina Wadud untuk mendalami ajaran Islam, yang kemudian dianut oleh
Prof. Amina Wadud sejak tahun 1972. Pendalaman terhadap Islam dilakukan
Prof. Amina Wadud dalam pendidikannya, sampai beliau mendapatkan gelar
PhD dari University of Michigan, pada tahun 1988, dalam bidang Islam dan
Bahasa Arab.
Pandangan Prof. Amina Wadud mengenai nilai universal Islam sangatlah
menarik, ketika beliau menjelaskan hubungan antara Allah, pria dan
wanita. Tidak seperti sebagian besar masyarakat yang memaknai dalam Al
Quran, bahwa wanita adalah warga kelas dua dalam tatanan dunia ini,
beliau memaparkan dengan sangat jelas bahwa manusia apapun jenis
kelaminnya, apapun latar belakangnya, mempunyai kedudukan yang setara.
Dan diatas manusia hanyalah Allah. Jadi siapapun yang menganggap
pemahaman diri atau kelompok mereka lebih benar dari yang lain, berarti
mereka sedang bermain menjadi Allah. Dan beliau juga memaparkan inti
ajaran yaitu tawhid, lengkap dengan sifat-sifat Allah yang termaktub
dalam Al Quran, salah satunya adalah Allah adalah persatuan (Allah is
united) dan mempersatukan (Allah unites). Sehingga dalam ajaran Islam,
dalam arti yang sebenarnya yaitu penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah
(engaged surrender), tidak ada titik temu agama-agama, karena semua
agama diliputi oleh Allah dan tidak pernah ada keterpisahan antara
agama-agama tersebut.
Dan perspektif Prof. Amina Wadud mengenai Indonesia juga sangat
menarik. Dimana Indonesia, menurut Prof. Amina Wadud, sudah dikaruniai
keberagaman, dapat mencontohkan kepada dunia, kehidupan yang harmonis
ditengah keberagaman yang ada. Dan ketika seseorang hendak menghasut
kita untuk menolak keberagaman dengan menggunakan dalih agama Islam,
Prof. Amina Wadud meyakinkan kita bahwa kita punya pilihan yang lebih
baik dari hanya sekedar diam, yaitu menolak dengan tegas. Karena kita
telah mengetahui bahwa Islam yang sebenarnya tidak menolak keberagaman.
Islam yang sebenarnya, seperti termaktub dalam Al Quran, sangat sarat
dengan nilai universalitas dan spiritualitas. Berkali-kali, Prof. Amina
Wadud menekankan bahwa kejahatan akan merajalela ketika orang baik
berdiam diri.
Ketika sebuah pertanyaan muncul dari salah seorang peserta diskusi
tentang bagaimana Prof. Amina Wadud berhadapan dengan kelompok garis
keras, ketenangan dan kebijaksanaan beliau menjadi pilihan sikap beliau.
Prof. Amina Wadud sadar bahwa apa yang dipahaminya tentang Islam
berbeda dengan kelompok garis keras, dan apapun alasannya beliau dengan
sadar tidak dapat memaksakan pemahaman itu kepada mereka. Namun tidak
surut semangat beliau untuk terus berbagi kepada mereka yang mau
mendengarkan pemahaman beliau.
Bapak Anand Krishna, yang juga berkenan hadir dalam diskusi ini,
menegaskan kembali pentingnya untuk menolak dengan tegas
pemahaman-pemahaman dalam Al Quran yang telah disalahgunakan demi
kepentingan sebuah kelompok. Pentingnya penguasaan bahasa Inggris dan
kemauan untuk menggali lebih dalam Al Quran dan literartur sejarah yang
berkaitan, juga mejadi perhatian beliau.
Prof. Amina Wadud dan Bapak Anand Krishna, keduanya menekankan bahwa
Islam adalah penyerahan diri dan ajaran Islam sarat dengan kedamaian dan
universalitas.
Di akhir diskusi, Ibu Maya Safira Muchtar, ketua Yayasan Anand
Ashram, menunjukkan video pre event dari Parliament of World’s
Religions, yang akan diadakan di Melbourne, 3 – 9 Desember 2009, dimana
Bapak Anand Krishna dan Ibu Maya Safira Muchtar akan menjadi duta besar
pada event tersebut, membawa pesan One Earth, One Sky, One Humankind dan
merayakan kesatuan dalam perbedaan. (Oming)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar