Kamis, 16 Februari 2012

Imlikasi dan Pengaruh Sosial Budaya terhadap Bentukan Tatanan Lingkungan Permukiman Tradisional Kawasan Menara Kudusn

IMPLIKASI DAN PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP BENTUK TATANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN TRADISIONAL KAWASAN MENARA KUDUS

MOHAMAD, TAUFIK (1996) IMPLIKASI DAN PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP BENTUK TATANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN TRADISIONAL KAWASAN MENARA KUDUS. Masters thesis, PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO .
[img]PDF - Published Version
6Mb

Abstract

Kajian ini bertitik tolak dari adanya anggapan, bahwa manusia sebagai kelompok sosial dalam cara berhubungan dan berkomunikasi, bersosialisasi dengan sistem kekerabatannya dan banyak lagi sifat-sifat manusia lainnya; mempunyai pengaruh atas bentuk-bentuk lingkungan Suatu bentuk "komunikasi" dasar budaya, yang secara fisik nampak sebagai hasil dari aktifitas-aktifitas manusia, dikenal sebagai apa yang disebut cultural landscape atau pola tata ruang budaya (Rapoport, 1977:346), yaitu sebuah ciptaan simbolis yang menggambarkan suatu sikap sebagai manifestasi dari image ideal, visual dari karakter perilaku, serta sistem simbol dari suatu kelompok masyarakat. Pola tata ruang budaya dalam kenyataannya muncul di satu daerah "kultural¬spesifik" yang memikul suatu karakter yang khas, yang diakibatkan adanya suatu religi, kepercayaan atau tradisi, sehingga mempengaruhi perilaku manusia (human behavior), keadaan jiwa (mood) serta kepuasan (satisfaction) seseorang. Dan kajian ini terungkap bahwa religi, kepercayaan atau tradisi mempunyai pengaruh dominan dan image yang mendasari terjadinya keputusan, antara lain menyangkut ekspresi fisik yang pada gilirannya mempengaruhi lingkungan pemarkirnannya. Penriukiman tradisional di kawasan Menara Kudus dalam kespesifikannya sebagai permukiman kaum "santri", temyata masih "relatif' mampu bertahan (resistance to change) dalam konstelasi peradaban yang semaldn maju. Hal ini disebabkan adanya religi, kepercayaan serta tradisi yang berkaitan dengan pengaruh tokoh (hero-local) yaitu Sunan Kudus. Keberadaan Makam Sunan Kudus yang merupakan potensi dari kawasan ini mampu menciptakan jiwa dan semangat (genius- loci) atau rasa ruang kawasan. Sinkretisme Hindu Jawa di Kudus menyebabkan makarn tokoh-tokoh lokal dihormati atau dikeramatkan, sehingga lingkungannya menjadi disucikan, religius, sangat eksklusif dan menjadikan daerah tersebut seakan menutup diri terhadap orang luar yang tercermin dalam wadag fisik dan tata ruangnya. Dalam hal ini "lorong" dan "jalan pertolongan" yang berfungsi sebagai sarana sirkulasi dan komunikasi temyata mampu menumbuhkan kesadaran (cognized) dan gagasan-gagasan (idea) kolektif untuk memecahlcan masalah lingkungan bersama, yang merupakan potensi bagi usaha pelestarian kawasan. Dengan demikian dasar budaya masyarakat relatif mapan (defensive) dan mampu menseleksi penetrasi budaya luar; apalagi masyarakat Jawa dikenal keandalannya dalam "sirdcretisrne" atau memadukan pengaruh luar untuk disatukan dengan kepribadian dan jati dirinya yang asli (Sidharta & Budihardjo, 1989). Dalam upaya pengembangannya, tatanan lingkungan permulciman tradisional kawasan Menara Kudus memerlukan pendekatan yang menyangkut aspek sosial budaya (non deterministik) serta peraturan bangunan (building regulation), sehingga kespesifikan lingkungan (fisik dan non fisik) tetap terjaga kelestariannya dengan menjadikan kawasan ini sebagai daerah "cagar budaya".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar