Kamis, 19 April 2012

UPACARA ADAT ACEH

UPACARA ADAT ACEH

Melamar
Keluarga prig yang akan melamar seorang gadis, mengutus seorang penghubung yang disebut seulangke, bila pihak keluarga wanita menerima lamaran tersebut maka pihak keluarga pria mengantarkan tanda ikatan yang disebut ranub kong baba. Tanda ikatan ini biasanya berupa barang-barang yang terbuat dari emas dan pakaian untuk si gadis. Keluarga kedua belah pihak kemudian menetapkan pula hari perkawinan dan jumlah mas kawin yang harus diberikan oleh pihak lelaki. Mas kawin ini disebut jeunameu.
Persiapan PerkawinanMenjelang pernikahan, sang gadis dipingit selama satu bulan. Selama itu pula sang gadis dibimbing cara-cara berumah tangga, juga dianjurkan agar tekun mengaji.
Dua hari sebelum pernikahan, pihak keluarga wanita mengadakan upacara mandi dengan air bunga bagi sang gadis. Hal ini dimaksudkan sebagai pembersih dosa bagi calon pengantin wanita, di samping sebagai pengharum badan. Setelah itu, pihak keluarga wanita mengadakan pula upacara koh andam, yaitu upacara membersihkan anak rambut ditengkuk, dahi, dan merapikan alis mata, juga menginai kuku-kuku menjadi merah dan memerahkan bibir dengan memakan sirih.
Upacara PernikahanSebelum upacara pernikahan dilangsungkan, calon pengantin perempuan atau dara baru akan memperlihatkan kemampuannya menamatkan pembacaan kitab suci Al- Quran. Kemudian, ayah kandung calon pengantin perempuan memimpin upacara pernikahan atau ijab kabul.
Setelah itu, Pihak keluarga Pengantin Pria menyerahkan jeunameu atau mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain baju adat, dan emas paun. Emas paun adalah uang emas kuno seberat 100 gram. Sebelum kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan, keluarga mengadakan upacara menginjak telur yang dilakukan oleh pengantin lelaki.
Pakaian PengantinPengantian pria memakai celana panjang yang disebut cekak musang, kain sarung yang disebut pendua serta kemeja belanga pakai bis benang emas, dan memakai kopiah yang disebut makutup dan sebilah rencong terselip di depan perut.
Pengantin perempuan memakai celana panjang cekak musang, baju kurung sampai pinggul, dan kain sarung. Perhiasan berupa kalung yang disebut kula, pending, gelang tangan, serta gelang kaki

Upacara Turun Tanah di Aceh    

Hidup manusia berproses sejak dan lahir sebagai bayi, berjalan, dewasa, menikah, menjadi tua dan akhirnya meninggal. Alangkah bahagianya bila pada setiap proses hidup itu selalu didahului atau direstui dengan suatu keberkatan. Hal ini di Indonesia telah menjadi suatu tradisi, tak terkecuali di Daerah Aceh.

Di daerah ini ada suatu upacar yang dikenal dengan "Peutron Aneuk U Tanoh" atau turun tanah. Artinya, orang tua menurunkan bayi ke tanah. Hal ini dilakukan sewaktu bayi genap berusia 44 hari. Menjelang sang bayi berumur 44 hari itu, sang ibu harus pula melakukan berbagai pantangan. Hal ini dimaksudkan, agar si bayi dapat tumbuh sehat dan baik.

Upacara "Turun Tanah" ini dipimpin oleh seorang Ketua Adat dengan menggendong si bayi menuju tangga rumah. Sambil mengucapkan doa-doa dari ayat suci Al-Quran, Ketua Adat menuruni tangga rumah dengan sang bayi tetap dalam gendongannya.

Keluarga mengharapkan agar dengan doa-doa tersebut sang bayi dalam perjalanan hidupnya selalu mendapatkan keselamatan dan lindungan dari Allah. Setelah sampai di tanah, upacara dilanjutkan dengan mencincang batang pisang atau pohon keladi yang telah disediakan. Hal ini mengibaratkan suatu keperkasaan dan dimaksudkan agar si bayi kelak dikaruniai sifat-sifat perkasa dan kesatria.

Ketua Adat melanjutkan acara dengan membawa masuk kembali sang bayi ke dalam nimah. Di dalam rumah ia mendapat salam sejahtera dari seluruh keluarga dan para hadirin. Upacara im dimeriahkan pula dengan permainan rebana, tari-tarian, pencak silat, dan permainan kesenian lainnya. Berbagai hidangan lezat seperti nasi dan lauk pauknya, dan kue-kue ikut memeriahkan upacara ini.

Masyarakat Aceh sangat terkenal dengan ketaatan mereka kepada agama Islam, sehingga hidup berbudaya mereka banyak pula dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar