Rabu, 25 April 2012

Ketika Gesekan Faksi di Golkar Memanas


Suara Merdeka
25 April 2012
ANALISIS BERITA
Ketika Gesekan Faksi di Golkar Memanas
 0
 
  0
LAGA untuk memperebutkan kursi RI-1 pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, masih sekitar dua tahun lebih lamanya. Namun, genderang perang telah berbunyi liar. Hal ini ditunjukkan munculnya sejumlah kandidat yang dilansir oleh sejumlah lembaga survei.

Yang terkini adalah Partai Golkar dalam survei internal guna mempersiapkan Pilpres 2014. Hasilnya, Aburizal Bakrie, hanya menempati posisi terkuat ketiga setelah Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto.
 Hasil survei bukan sesuatu yang lahir di ruang hampa. Setidaknya untuk menjajaki layak atau tidak seorang tokoh itu dicalonkan atau mencalonkan diri pada Pilpres 2014. Jika sudah diketahui tingkat popularitasnya, akan menjadi pertimbangan untuk melanjutkan pencalonan.

Juga, untuk mengukur tingkat keterpilihan tokoh. Hasil survei akan menjadi pertimbangan seorang apakah akan melanjutkan pencalonan atau tidak dan akan dijadikan dasar untuk meningkatkan elektabilitas. 

Selain itu juga untuk mempengaruhi masyarakat. Hasil survei secara tidak langsung akan membentuk opini publik tentang tokoh tertentu. Selain itu bisa sebagai media perang psikologis antara tokoh yang akan mencalonkan. 
Berangkat dari hasil survei, khususnya yang dilakukan di internal Golkar, ternyata popularitas Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) terus naik. Bahkan hanya beda dua persen dari Megawati dan satu persen dengan Prabowo Subianto.

Atas dasar itu, Partai Golkar semakin memantapkan diri untuk mengusung Ical sebagai capres pada Pemilu 2012. Legitimasi ketua umum dan Golkar terus meningkat dari survei itu, sehingga Ical dan jajaran elite berusaha memajukan penetapan capres yang direncanakan Oktober, menjadi Juli 2012 di Bogor.

Alih-alih untuk memantapkan dan munculnya desakan dari mayoritas pengurus DPD I. Sikap ngotot untuk maju sebagai capres tunggal pada Pemilu 2014, ternyata menyebabkan terjadinya gesekan di internal elite Golkar.

Rapimnas

Tentu saja, langkah itu mengundang reaksi dari faksi-faksi di Golkar. Mantan ketua umum Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla mempertanyakan rencana pengajuan rapimnas. Dua tokoh partai yang dulu berseteru justru kompak untuk menghadapi Ical. Keduanya sependapat hasil survei belum bisa dijadikan acuan untuk menetapkan capres, karena belum dirumuskan dan diputuskan mekanisme yang digunakan.

Langkah itu penting, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun  metodologis. Karena survei itu akan menggambarkan tingkat elektabilitas dan reputasi calon.

Bahkan kubu Jusuf Kalla menuding, tindakan Ical dicurigai akan memaksakan adanya Rapimnas pada Juni 2012 itu untuk menggiring 33 DPD Golkar agar secara aklamasi menetapkan Ical sebagai capres.

Langkah ini menciptakan ketegangan dan memanaskan pertarungan faksi-faksi di Golkar yang sudah berkembang sejak lama. Masing-masing memiliki pengaruh di basis pendukung daerah-daerah.
Mengutip pernyataan kubu Jusuf Kalla, ketegangan itu setidaknya telah melibatkan beberapa kader potensial Golkar seperti Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Hajriyanto Tohari, dan Agung Laksono.

Pertarungan di internal semakin keras, termasuk gerakan dari faksi-faksi yang menentang Ical. Mereka tetap mendesak agar Rapimnas itu bukan untuk mendeklarasikan Capres Ical, tapi membahas proses dan mekanisme penetapan. 
Ada dua poin mekanisme yang diajukan, yaitu penetapan melalui konvensi yang dinilai amat demokratis. Sebab, pola penetapan yang tidak demokratis akan mengundang penilaian negatif oleh masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi citra Golkar, dan juga figur yang ditetapkan sebagai capres.

Jika tidak melalui konvensi, maka mekanisme rekruitmen capres itu mesti melibatkan semua pihak yang ada di Golkar dan infrastruktur partai hingga ke tingkat bawah, bukan hanya DPD I.

Langkah ini dinilai oleh pemerhati sebagai strategi mengulur waktu untuk membuka kesempatan bagi mereka yang berkeinginan maju dalam Pilpres 2014, sehingga gerakannya terbuka. Akbar dan JK masih memiliki pengaruh kuat di tingkat bawah (DPD II).

Wakil Ketua Umum Agung Laksono juga mulai bersemangat. Meski diam-diam ia juga berharap bisa maju dalam pememilihan capres. Dengan bahasa yang berbeda Menko Kesra itu menyatakan, penetapan capres nanti tidak hanya untuk ketua umum. Bisa saja dari luar dipilih dalam mekanisme pemilihan yang di tetapkan melalui forum Rapimnas.
Kesempatan masing-masing untuk menjadi capres masih sama. Berdasarkan catatan, dengan konvensi, Ketua Umum DPP Akbar Tanjung (Pilpres 2004) dikalahkan Wiranto. Pilpres 2009, Ketua Umum Jusuf Kalla maju bersama Wiranto (Hanura). (A Adib-77)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar