Sabtu, 13 Maret 2010
(14) Hubungan Antar Budaya Lokal di Indonesia
Bangsa
Indonesia merupakan kesatuan dari bangsa yang majemuk, artinya bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan berbagai kebudayaan.
Menurut hasil penelitian Van Vollenhoven, aneka ragam suku bangsa yang
bermukim di wilayah Indonesia diklasifikasikan berdasarkan sistem
lingkaran-lingkaran hukum adat yang meliputi 19 daerah, sebagai berikut:
1. Aceh
2. Gayo - Alas dan Batak, Nias, dan Batu
3. Minangkabau dan Mentawai
4. Sumatra Selatan dan Enggano
5. Melayu
6. Bangka dan Belitung
7. Kalimantan
8. Sangir Talaud
9. Gorontalo
10. Sulawesi Selatan
11. Toraja
12. Ternate
13. Ambon-Maluku dan Kepulauan Barat Daya
14. Irian
15. Timor
16. Bali dan Lombok
17. Jawa Tengah dan Jawa Timur
18. Surakarta dan Jogjakarta
19. Jawa Barat
Masing-masing
kelompok yang terangkum dalam lingkaran hukum adat tersebut menurut Van
Vollenhoven memiliki pola kebudayaan yang khas. Dengan demikian ada
beberapa suku bangsa yang memiliki kesamaan kebudayaan, sehingga
dianggap menjadi satu kelompok, meskipun secara geografis mereka
terpisah. Misal: dalam klasifikasi tersebut kebudayaan Gayo-Alas, Batak,
Nias, dan Batu dianggap sebagai satu kelompok yang sama.
Demikian
pula Ambon, Maluku, dan Kepulauan Barat Daya dianggap satu kelompok.
Pengelompokan beberapa suku bangsa yang dianggap memiliki pola
kebudayaan yang sama tersebut, menunjukkan adanya interaksi sosial yang
sangat erat antara kelompok masyarakat yang berbeda suku bangsa dalam
jangka waktu yang sangat lama secara terus menerus, sehingga membentuk
karakter pola kebudayaan yang sama.
Adanya
pengelompokan suku bangsa tersebut menunjukkan bahwa antara suku bangsa
yang satu dan lainnya telah terjalin hubungan sosial yang erat,
sehingga terjadi proses asimilasi yang menghilangkan perbedaan
unsur-unsur kebudayaan yang ada.
Hubungan
antara suku bangsa yang tercermin dalam bentuk hubungan kebudayaan
lokal dapat kita temukan dalam bentuk unsur-unsur kebudayaan berikut
ini.
1. Bahasa
Hubungan
antara kebudayaan lokal, tercermin dalam bentuk persebaran bahasa
daerah, sebagai bentuk persebaran unsur kebudayaan lokal. Hal itu
sebagai dampak interaksi sosial antara kelompok masyarakat yang berbeda
kebudayaan. Misal: penduduk suku bangsa Jawa yang tinggal berbatasan
dengan wilayah suku bangsa Sunda (Jawa Barat) antara lain Cilacap dan
Brebes, memiliki ragam bahasa yang merupakan perpaduan antara bahasa
Jawa dan Sunda. Demikian halnya penduduk suku bangsa Jawa yang
berbatasan dengan wilayah Madura, memiliki ragam bahasa yang menunjukkan
perpaduan antara bahasa Jawa dan Madura. Perpaduan bahasa tersebut
tercermin dalam bentuk logat atau dialek. Dialek bahasa Jawa penduduk
Brebes berbeda dengan dialek bahasa Jawa penduduk Semarang, berbeda
dengan penduduk Solo, dan berbeda pula dengan penduduk Surabaya,
meskipun mereka sama-sama menggunakan bahasa Jawa.
Di
era kehidupan sekarang ini, khususnya di kalangan remaja, pemakaian
dialek bahasa Betawi seperti gue (saya), lu (kamu), udah sudah), bantuin
dong (tolong dibantu), dan sebagainya menyebar hampir ke seluruh
wilayah di Indonesia, khususnya di lingkungan remaja perkotaan.
2. Sistem Kesenian
Hubungan
yang terjalin antarkebudayaan lokal dapat terlihat pada unsur kesenian.
Jalinan interaksi sosial antar suku bangsa, biasa terjadi melalui
kegiatan ekspansi, migrasi maupun perdagangan. Misal: perkembangan seni
pertunjukan wayang, tidak hanya terbatas di lingkungan masyarakat Jawa
saja, melainkan dapat dijumpai pada masyarakat Sunda dan Bali meskipun
berbeda jenisnya. Demikian halnya dengan tari topeng. Perkembangan tari
topeng dapat dijumpai dalam kebudayaan masyarakat Betawi, Sunda, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
3. Sistem Teknologi
Meningkatnya
peradaban suatu suku bangsa sekaligus menandai proses perubahan
kebudayaan lokal. Pola kehidupan masyarakat yang dinilai lebih maju
berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat yang tingkat peradabannya
masih sederhana. Melalui proses migrasi maupun interaksi perdagangan,
telah terjadi saling memengaruhi terhadap kebudayaan lokal. Misal:
kehidupan suku terasing yang hidup di pedalaman akhirnya akan mampu
menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat luar yang lebih modern,
setelah mereka membuka diri menjalin interaksi sosial dengan masyarakat
luar. Di bidang teknologi, penyesuaian tersebut dapat berupa: alat rumah
tangga dan pakaian.
Hubungan antar budaya terjadi dengan cara :
1. Akulturasi
Hubungan
antarbudaya menjadi salah satu pusat studi antropologi dan melahirkan
teori akulturasi (acculturation atau culture contact). Menurut Dwi
Wahyudiarto (2005: 37) istilah akulturasi mempunyai berbagai arti di
antara para sarjana antropologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu
mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses
akulturasi sudah terjadi sejak zaman dahulu. Seiring dengan
perkembangan zaman, pada saat ini melalui akulturasi hampir semua suku
bangsa di dunia dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan Eropa dan
Amerika, hal ini semakin dipermudah oleh kebutuhan setiap negara di
dunia untuk melakukan modernisasi yang selalu merujuk kepada
Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Menurut Koentjaraningrat,
setidaknya ada lima hal yang harus diperhatikan untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai proses akulturasi, yaitu:
a. Keadaan sebelum proses akulturasi;
b. Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing;
c. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima;
d. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh;
e. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
Keadaan
sebelum proses akulturasi berhubungan dengan budaya asli bangsa
Indonesia sebelum dipengaruhi oleh budaya asing. Bagaimana budaya asli
bangsa Indonesia sebelum datangnya budaya Hindu, Islam dan Eropa? Tentu
hidup dengan religi tradisionalnya, tidak begitu mengenal stratifikasi
sosial, dan sebagainya. Individu pembawa unsur-unsur adalah pada
pedagang yang membawa unsur kebudayaan berupa berbagai jenis barang,
cara berdagang, di samping kepercayaan dan agama yang dianutnya. Para
pastur dan pendeta penyiar agama Katolik dan Kristen Protestan juga
membawa unsur kebudayaan berupa penyuluhan kesehatan, pendidikan
sekolah, dan berbagai unsur-unsur kebudayaan Eropa lainnya.
Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh akulturasi
berhubungan dengan lapisan masyarakat yang menerima akulturasi, bisa
seluruh lapisan masyarakat, tetapi bisa juga hanya sebagian dari lapisan
masyarakat. Reaksi individu yang terkena akulturasi terdiri dari
individu yang menerima dan individu yang menolak budaya asing. Bagi
individu yang menerima, tentu gaya hidupnya akan
dipengaruhi
oleh hasil akultutasi itu, tetapi individu yang menolak akan mencari
pelarian dari akulturasi, di antaranya mendalami gerakan kebatinan,
mereka melarikan diri dari kenyataan dengan berbagai cara dan memimpikan
kembalinya suatu zaman bahagia.
2. Asimilasi
Asimilasi
merupakan teori yang berupaya menjelaskan hubungan antarbudaya dan
berbeda dengan akulturasi. Menurut Dwi Wahyudiarto (2005 : 39),
asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila:
1. Golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.
2. Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga.
3. Kebudayaan-kebudayaan golongan tadi masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Pada
umumnya proses asimilasi terjadi antara suatu golongan mayoritas dan
golongan minoritas. Pada situasi dan kondisi seperti itu, biasanya
golongan minoritas yang berubah dan menyesuaikan diri dengan golongan
mayoritas, sehingga sifat-sifat khas dari kebudayaannya lambat laun
berubah dan menyatu dengan kebudayaan golongan mayoritas. Keberhasilan
asimilasi sangat didukung oleh toleransi dan simpati antar kedua
golongan.
Pola-pola
perilaku yang dikembangkan dalam masing-masing budaya juga mengalami
perbedaan dan keberagaman yang tidak sama. Ini merupakan sebuah potensi
besar bagi sumber kekayaan bangsa Indonesia sehingga keaslian budaya
lokal harus dijaga sebagai nilai-nilai dasar dalam berperilaku. Potensi
kekayaan budaya Indonesia ini kemudian dirangkum dalam sebuah pandangan
yang sama tentang kebudayaan nasional yang diatur dalam UUD 1945 pasal
32 yang berbunyi “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Ini merupakan wujud komitmen bangsa Indonesia dalam memberikan
penghargaan dan eksistensi bagi semua kebudayaan yang berkembang dan
hidup di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar