Komunikasi antarbudaya
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. [1] Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik,
atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup
yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari
generasi ke generasi.[1]
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana
bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama
lain.[2]
Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai
interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.[3]
- Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.[3]
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok.[4] Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
- Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;[4]
- Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;[4]
- Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;[4]
- Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.[4]
Hakikat Komunikasi Antarbudaya
Enkulturasi
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya)
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita
mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui
proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.[5]
Akulturasi
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain.[5] Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat
(kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur
tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta
kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur
kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut
berubah.[5]
Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya
Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.[4]
- Menyatakan Identitas Sosial[4]
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
- Menyatakan Integrasi Sosial[4]
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok
namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap
unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah
memberikan makna
yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan.
Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya
antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan
tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana
kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya
kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan
integrasi sosial atas relasi mereka.
- Menambah Pengetahuan[4]
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
- Melepaskan Diri atau Jalan Keluar[4]
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan
diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.
Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi
menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.[4] Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan.[4] Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya.[4] Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.[4]
Fungsi Sosial
- Pengawasan[4]
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi
antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan
berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya
fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa
yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi
disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks
kebudayaan yang berbeda.
- Menjembatani[4]
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan
atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat
terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan
makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks
komunikasi termasuk komunikasi massa.
- Sosialisasi Nilai[4]
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
- Menghibur[4]
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
Prinsip-Prinsip Komunkasi Antarbudaya
- (( terdapatnya golongan ningrat sebagai budaya yang tertinggi))
hal ini terlihat dari adanya ketimpangan pemlihan calon gubernur yang mengharuskan dari keturunan darah biru.
- Relativitas Bahasa[5]
Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik
dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka
memandang dan berpikir tentang dunia.
- Bahasa Sebagai Cermin Budaya[5]
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat
nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin
besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan.Kesulitan
ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi,
lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham,
makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
- Mengurangi Ketidak-pastian[5]
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam
ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha
mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik
menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena
letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih
banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk
berkomunikasi secara lebih bermakna.
- Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya[5]
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness)
para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif
dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita
lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa
tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu
berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
- Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya[5]
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi
awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika
hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi
kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
- Memaksimalkan Hasil Interaksi[5]
Dalam komunikasi antarbudaya - seperti dalam semua komunikasi - kita
berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas
oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi
komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi dengan
orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena
komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan
demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang
banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita.[5] Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.[5]
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif.[5]
dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya,
pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda
tunjukkan, dan sebagainya.[5]
Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil
positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan
memberikan hasil negatif.[5]
Refenrensi
- ^ a b Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi. 1996. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 236-238
- ^ Andrik Purwasito. Komunikasi Multikultural. 2003. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 123
- ^ a b Fred E. Jandt. Intercultural Communication, An Introduction. 1998. London. Sage Publication. Hal. 36
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. 2003. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 11-12,36-42
- ^ a b c d e f g h i j k l m n Joseph A. Devito. Komunikasi Antarmanusia. Kuliah Dasar. Jakarta. Professional Books. Hal. 479-488
Tidak ada komentar:
Posting Komentar