Kesenian Sisingaan Kabupaten Subang |
Written by Ferdy Fedinand |
Rabu, 15 Desember 2010 15:34 |
Kesenian
Sisingaan adalah jenis kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang
di Kabupaten Subang dengan menggunakan sepasang patung sisingaan
sebagai ciri khas utama
Sisingaan
mulai muncul pada saat kaum penjajah menguasai Subang. Pada masa
pemerintahan Belanda berkuasa di Subang pada tahun 1812 pada saat itu
Subang dikenal sebagai daerah Doble bestuur dan dijadikan
kawasan perkebunan dengan nama P&T Lands(Pamanoekan en
Tjiasemladen). Pada saat Subang dikuasai oleh Belanda masyarakat Subang
mulai diperkenalkan dengan lambang Negara mereka yaitu Crown
atau mahkota kerajaan. Pada saat yang bersamaan Subang juga dikuasai
oleh Inggris dan memperkenalkan lambang negaranya yaitu Singa. Sehingga
secara administratif Subang dibagi ke dalam dua bagian yaitu : Secara
politik dikuasai oleh Belanda dan secara ekonomi dikuasai oleh Inggris.
Dengan
adanya tekanan dari penjajah terhadap masyarakat Subang yaitu tekanan
secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya, masyarakat Subang
melakukan perlawanan terhadap penjajah. Perlawanan pun tidak hanya
melalui fisik, akan tetapi dalam bentuk kesenian yang di dalamnya
mengandung Silib (Ironi atau sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan), Siloka ( kiasan atau melambankan), Sasmita (Contoh
kriteria yang mengandung arti atau makna). Artinya bahwa tindakan
masyarakat Subang diekspresikan secara terselebung melalui sindiran,
perumpamaan yang mengena terhadap keadaan pada saat itu. Salah satu
ekspresi jiwa masyarakat Subang mereka wujudkan dengan cara membuat
salah satu kesenian yang dikenal dengan nama kesenian Sisingaan.
Kesenian
sisingaan merupakan ungkapan rasa ketidak puasan atau upaya
pemberontakan dari masyarakat Subang kepada kaum penjajah. Dengan
demikian sepasang sisingaan melambangkan kaum penjajah yaitu Belanda dan
Inggris yang menindas masyarakat Subang, atau lambang kebodohan atau
kemiskinan. Dengan diciptakan sisingaan tersebut para seniman dapat
berharap agar suatu saat generasi muda harus bangkit dan harus mampu
mengusir penjajah dari tanah air mereka dan dapat hidup jauh lebih baik
lagi.
Sisingaan
secara garis besar terdiri dari 4 orang pengusung sisingaan, sepasang
patung sisingaan, penunggang sisingaan, waditra,nayaga, dan sinden atau
juru kawih. Jadi secara filosofi 4 orang pengusung sisingaan melambang
masyarakat pribumi ditindas oleh kaum penjajah, sepasang patung
sisingaan melambangkan 2 penjajah (Belanda&Inggris), sedangkan
penunggang sisingaan melambangkan generasi muda yang suatu saat harus
mampu mengusir penjajah, dan nayaga melambangkan mayarakat yang gembira
atau masyarakat subang yang berjuang dan memberi motivasi terhadap
generasi muda untuk dapat mengalahkan dan megusir penjajah dari tanah
air mereka.
Sisingaan
yang diciptakan oelh seniman pada saat itu sangat tepat dengan
menggunakan Sisingaan sebagai alat perjuangan untuk melepaskan diri dari
tekanan kaum penjajah. Sementara itu kaum penjajah tidak terusik akan
tetapi merasa bangga melihat pagelaran Sisingaan, karena lambang mereka
(singa) dijadikan sebagai bentuk suatu kesenian rakyat. Penjajah hanya
memahami bahwa Sisingaan merupaka karya seni diciptakan sangat
sederhana dan spontanitas oleh penduduk pribumi untuk menghibur anak
sunat. Akan tetapi maksud rakyat Subang tidak demikian, dengan
menggunakan lambang kebesaran mereka dalam bentuk kesenian dengan cara
menunggangi dan menjambak rambut sisingaan merupakan salah satu cara
untuk mengekspresikan semua kebencian mereka terhadap kaum penjajah.
Pada
awal terbentuknya sisingaan tidak seperti sisingaan yang ada pada zaat
sekarang. Cikal bakal sisingaan zaman sekarang adalah singa abrug.
Disebut singa abrug karena patung singa ini dimainkan secara usung dan
pengusungannya aktif menari sedangkan singa abrug diusungkan kesana
kemari seperti mau diadu. Singa abrug pertama kali berkembang di daerah
tambakan kecamatan Jalan Cagak.
Pada
zaman dulu sisingaan dibuat dengan sangat sederhana, muka dan kepala
singa dibuat dari kayu ringan seperti kayu randu atau albasiah, rambut
sisingaan dibuat dari bunga atau daun kaso dan daun pinus, Sedangkan
badan sisingaan terbuat dari carangka (kerajinan anyaman bambu) yang
besar dan ditutupi oleh karung kadut (karung goni) atau ada pula yang
dibuat dari kayu yang masih utuh atau kayu gelondongan untuk usungan
sisingaan dibuat dari bambu yang dipikul oleh empat orang. Pembuatan
sisingaan tidak dibuat sendiri akan tetapi dilakukan bersama-sama.
Waditra
pada masa itu sangat sederhana hanya memakai beberapa alat musik saja,
kemudian lama-kelamaan mengalami perkembangan. Waditra yang dipakai
pada masa itu terdiri dari beberapa buah angklung pentatonis yang
berlaras salendro. Alat musik tersebut antara lain:
- 2 buah angklung galimer
- 2 buah angklung indung
- 2 buah angklung pancer
- 2 buah angklung rael
- 2 buah angklung ambrug
- 1 buah angklung engklok
- 1 buah terompet
- 2 buah dogdog lonjor
- 1 buah bedug
- 3 buah terbang
Sementara
lagu yang dinyanyikan pada masa itu antara lain: lagu badud, samping
butut, manuk hideung, sireum beureum, dan lain-lain. Sedangkan lagu
pembuka biasanya menggunakan lagu tunggul kawung. Dan apabila yang
hajatan tokoh agama, maka lgu yang disajikan biasanya lagu yang
bernuansa Islami atau shalawatan nabi.
Sedangkan
pengusungan sisingaan biasanya dari masyarakat. Karena pada saat itu
belum terbentuk grup dan masih saling pinjam sisingaan. Gerakannyapun
masih sederhana dan dilakukan secara spontanitas tetapi tidak
menghilangkan gerak yang mengandung makna heroik atau gerak yang
melambangkan keberanian dalam menghadapi musuh. Gerakan helaran pada
saat itu diantaranya: tendangan,lompatan, minced, dan dorong sapi. Sedangkan busana atau pakaian yang digunakan oleh pengusung sisingaan pada saat hanya terdiri dari: Kampret, pangsi, iket, seperti masyarakat pada umumnya. Sedangkan kalau hajatan yang bergolongan ekonomi menegah ke atas busana yang dipakai adalah baju takwa, sinjang lancer, iket. Kemudian
sekitar tahun 1960-an busana pengusung sisingaan mulai beralkulturasi
yaitu adanya perubahan warna yang mencolok dan bahan pakaiannya yang
cukup baik.
Dikutip dari http://ferdy-skynet.blogspot.com/2010/03/kesenian-sisingaan-kabupaten-subang.html |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar