Ondel-Ondel Tempo Dulu dan Sekarang |
Written by Sofiana Millati | |||||||||
Selasa, 04 Januari 2011 13:47 | |||||||||
Ondel-ondel adalah kesenian khas Betawi yang ada sejak zaman leluhur nenek moyang. Dahulu ondel-ondel dianggap sebagai boneka penolak bala yang dikeramatkan. Namun sekarang ondel-ondel berubah fungsi menjadi ”alat pencari uang”. Sebelumnya ondel-ondel dipakai untuk acara- acara penting seperti penyambutan tamu agung, acara sunatan, atau acara penting lainnya. ”Pengamen ondel-ondel”
mencari nafkah dengan mengarak ondel-ondel dari kampung ke kampung,
mereka berupa sekumpulan orang dari berbagai golongan usia mulai dari
anak-anak hingga dewasa. Pengamen ondel-ondel ini biasanya orang Betawi asli. Pergeseran fungsi ondel- ondel itu sendiri akan dibahas dalam tulisan ini.
Sejarah Ondel Ondel
Jakarta memang punya daya pesona luar biasa. Betapa tidak, kedudukannya sebagai ibukota negara
telah memacu perkernbangannya menjadi pusat pemerintahan, pusat
perdagangan, pusat perindustrian, dan pusat kebudayaan. Jakarta menjadi
muara mengalirnya pendatang baru dari penjuru nusantara juga mancanegara.
Unsur seni budaya yang beranekaragam yang dibawa serta oleh para
pendatang itu menjadikan wajah Jakarta semakin memukau.
Bagaikan sebuah etalase yang memampangkan keindahan, Jakarta adalah
ratna manikam yang gemerlapan. lbarat pintu gerbang yang megah menjulang
Jakarta telah menyerap ribuan pengunjung dari luar dan kemudian
bermukim sebagai penghuni tetap.
Lebih
dari empat abad lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir ke
Jakarta tanpa henti-hentinya. Bahkan sampai detik inipun kian hari
tampak semakin deras, sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal
pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali,
Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah lainnya, di samping orang-orang
Cina, Belanda, Arab, dan lain-lain, dengan sebab dan tujuan masing-
masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi budayanya sendiri
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk, adalah bahasa
Melayu dan bahasa Portugis Kreol, pengaruh orang-orang Portugis yang
lebih dari satu abad malang melintang berniaga sambil menyebarkan
kekuasaanya di Nusantara.
Di
Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku
bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing- masing
kehilangan ciri-ciri budaya asainya. Akhirnya sernua unsur itu luluh
lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian Betawi etnis baru
yang kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi.
Dari
masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri
budayanya yang makin lama semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan
kelompok etnis lain. Namun bila dikaji pada permukaan wajahnya sering
tampak unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya.
Jadi
tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu sering menunjukkan
persarnaan dengan kesenian daerah atau kesenian bangsa lain.Bagi
masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah
kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya,
tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk
kebudayaannya itu. Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai
salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat mengungkapkan ciriciri ke
Betawiannya, terutama pada seni pertunjukkannya..
Berbeda
dengan kesenian kraton yang merupakan hasil karya para seniman di
lingkungan istana dengan penuh pengabdian terhadap seni, kesenian Betawi
justru tumbuh dan berkernbang di kalangan rakyat secara spontan dengan
segala kesederhanaannya. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat
digolongkan sebagai kesenian rakyat.
Salah
satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn
pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan
leluhur atau nenek moyang yangsenantiasa menjaga anak cucunya atau
penduduk suatu desa. (kotatua.blogspot.com/2007/06/sejarah-budaya-jakarta.html)
Media utama kesenian ini adalah sebuah boneka raksasa tinggi-besar. Ukurannya sekitar 2,5 meter. Nah, boneka inilah yang lazim disebut dengan ondel-ondel. Boneka ini berbahan dasar bambu. Bagian dalamnya dibuat semacam pagar atau kurungan ayam supaya mudah dipikul orang yang membawanya. Boneka ini digerakan oleh seseorang yang masuk ke dalam. Jangan pernah bayangkan wajah boneka ondel-ondel ini rupawan. Buang kesan itu jauh-jauh. Karena wajah ondel-ondel ini bisa dibilang “menyeramkan” dan absurd sekali. Matanya besar-bulat melotot. Kepalanya dilapisi ijuk atau kertas-kertas warna-warni, sebagai rambut. Jika “manggung” ondel-ondel selalu dibawa sepasang: lelaki-perempuan. Ada ciri khas ondel-ondel lelaki dan perempuan. Lelaki wajahnya berwarna merah tua sedangkan perempuan biasanya berwarna putih. Entah ada atau tidak hubungan antara pewarnaan ini dengan warna bendera kita: merah-putih.Berdasarkan situs whalee.wordpress.com/2008/04/14/ondel-ondel/ dikatakan bahwaOndel-ondel konon telah ada sebelum Islam tersebar di Jawa. Dahulu berfungsi sebagai penolak bala atau semacam azimat. Saat itu, ondel-ondel dijadikan personifikasi leluhur penjaga kampung. Tujuannya untuk mengusir roh-roh halus yang bergentayangan mengganggu manusia. Oleh karena itu tidak heran kalau wujud ondel-ondel dahulu, menyeramkan. Gambar foto dari sejarawan Rushdy Hoesein yang dilansir dari milist Historia Indonesia membuktikan hal itu. Menurut Rushdy, foto tersebut (lihat gambar) merupakan pertunjukan ondel-ondel pada tahun 1920-an. Wajah ondel-ondel lebih mirip raksasa lengkap dengan caling dan mata melotot. Ciri ondel-ondel perempuan dan lelaki pun tidak jelas (milist historia-indonesia).Seiring perjalanan waktu, fungsinya bergeser. Rushdy mengemukakan bahwa pada masa Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta (1966-1977), ondel-ondel menjelma menjadi seni pertunjukan rakyat yang menghibur. Biasanya disajikan dalam acara hajatan rakyat Betawi, penyambutan tamu kehormatan, dan penyemarak pesta rakyat. Dibeberapa daerah di Nusantara, terdapat juga pertunjukan kesenian yang mirip ondel-ondel, seperti di Bali jenis kesenian yang mirip ondel-ondel ini disebut dengan barong landung dan di Jawa Tengah yang dikenal masyarakat sana dengan sebutan barongan buncis. Karena pada awalnya berfungsi sebagai personifikasi leluhur sebagai pelindung, maka bisa dikatakan bahwa ondel-ondel termasuk ke dalam salah satu bentuk teater tanpa tutur. “Ning-nang-ning-nung…” ondel-ondel beraksi diiringi musik yang khas. Musik pengiringnya sendiri tidak tentu. Bergantung rombongan masing-masing. Ada yang menggunakan tanjidor. Ada yang diiringi dengan pencak Betawi. Dan ada juga yang menggunakan bende, ningnong, dan rebana ketimpring.
Alat- Alat Musik
Alam
dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur
priburni dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang
tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang,kromong,
kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan
sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan
skong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya
bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu
Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa,
Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara
instrumental. Terbentulknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan
dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina.
Pada
pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai
penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat
musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari
Tiongkok. Terutama orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie
Hu-kong, lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu
para penyanyi ciokeks merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama
bunga-bunga harurn di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han
Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang kromong hanya
dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang
dan Bekasi, selain di Jakarta sendirii.
Pengaruh
Eropa yang kuat pada salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak
jelas pada orkes tanjidor, yang biasa menggunakan klarinet, trombon,
piston, trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur
lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor.
Mungkin bekas alat-alat musik militer pada masa jayanya penguasa
kolonial [tempo doeloe] Dengan alat-alat setua itu tanjidor biasa
digunakan untuk mengiringi helaran atau arak-arakan pengantin Membawakan
lagu-lagu barat berirama imarsi dan [Wals] yang susah sulit dilacak
asal-usulnya, karena telah disesuaikan dengan selera dan kemampuan
ingatan panjaknya dari generasi kegenerasi. Orkes tanjidor mulai timbul
pada abad ke 18. VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda
pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang terdiri dari 15
orang pemain alat musik tiup, digabungkan dengan pemain gamelan,
pesuling Cina dan penabuh tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai
pesta. Karena biasa dimainkan oleh budak-budak, orkes demikian itu
dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini tanjidor sering ditampilkan
untuk menyambut tamu-tamu dan untuk memeriahkan arak-arakan.
Tehyan, Pengiring Ondel-ondel
Tak
banyak orang yang mengenal alat musik tehyan. Keberadaan alat musik
yang berasal dari negeri Cina Ini mulai langka. Cara bermainnya yang
cukup sulit pun menyebabkan alat musik tehyarLsaat ini mulai
ditinggalkan. Meski begitu, mungkin sebagian orang masih dapat menemukan
tehyan yang digunakan saat pertunjukan kesenian ondel-ondel walau hanya
sebagai pengisi suara saja.
Tehyan
merupakan alat musik gesek berbentuk panjang dengan bagian bawah yang
agak melebar. Jika diamati, alat musik ini mirip rangka manusia mulai
bagian badan hingga bokong. Tangga nada dalam alat musik tchyan yang
dlatonls. dalam permainannya lebih mengandalkan feeling atau perasaan.
Itulah yang membuat alat musik Ini berbeda dengan alat musik lainnya.
Pengamat
sejarah yangjuga pemerhati budaya Betawi dari Lembaga Kesenian Betawi
(LKB). Yahya . Andi Saputra, mengungkapkan, tehyan adalah salah satu
alat musik Betawi hasil perpaduan kebudayaan Tionghoa yang masih
tersisa. Menurutnya, saat ini tehyan mulai Jarang dijumpai karena
langkanya alat musik tehyan digunakan oleh masyarakat. Yahya menuturkan,
tehyan mulai dikenal di masyarakat pribumi sejak bangsa Tionghoa datang
ke Batavia pada abad ke-17. Saat itu. tehyan menjadi salah satu alat
kesenian Tionghoa yang dibawa ke Batavia. Dulunya alat musik tehyan
dimainkan dalam orkes Yan Kin di mana pemainnya merupakan warga
keturunan Tionghoa. Yahya mengungkapkan, ada beberapa daerah, di mana
permainan alat musik ini tumbuh dengan subur. Orkes Yan Kin dimainkan
sebagai penyambut tamu pada acara tuan tanah, seperti di Jatinegara
ataupun Rorotan. Di sinilah alat musik tehyan mulai dikenal dan akhirnya
sering digunakan sebagai pengiring musik gambang kromong. kata Yahya.
Pada
dasarnya, tambah Yahya, dalam orkes Yan Kin terdapat dua alat musik
sejenis yang dimainkan dengan cara dlgesek selain tehyan. yakni alat
musik sukong dan kongahyan. Ketiga alat musik Ini merupakan alat musik
sejenis, hanya saja ukurannya yang berbeda. Ketiganya merupakan alat
musik yang berasal dari China. Daii perpaduan dua kebudayaan inilah
beberapa alat musik dalam orkes Yan Kin berbaur dengan alat musik
pribumi. Lagu-lagu atau musik hasil perpaduan dua alat musik dari
kebudayaan berbeda Inilah menghasilkan alunan pada gamelan ajeng atau
gambang kromong.
Seiring
berjalannya waktu, tak Jarang tehyan menjadi alat musik pengiring pada
kesenian ondel-ondel. Seperti yang dilakukan Ahmad Jadi (42) pemilik
kesenian ondel-ondel keliling yang berada di Cempakaputih. Jakarta
Pusat. Jadi mengaku bahwa tehyan menjadi bagian penting alat musik
pengiring ondel-ondel. Suara yang dihasilkan dari tehyan menuntun
ondel-ondel ketika menari. Dalam kesenian ondel-ondel, menurut Ahmad,
selain tehyan. unsur alat musik yang digunakan adalah gendang pencak,
rabana, bende atau kemes. nlngnong. serta rebana ketipring. "Alat musik
tehyan dimainkan untuk mengeluarkan unsur melodi dalam lagu
ondel-ondel." tutur Ahmad Jadi. (beritajakarta.com/iiULZ
Mengenal Lebih Dekat Seniman Ondel-ondel
Obesrvasi
tentang pengamen Ondel- ondel dilakukan di daerah Kayu Putih,
Pulogadung, Jakarta Timur. Terdapat 4 kelompok Ondel- ondel di daerah
ini, namun 2 diantaranya saja yang mengamen, sisanya mengamen keliling
kampung. Kelompok Pengamen Ondel- Ondel diketuai oleh seorang pemuda
bernama Abi Maulana Kamal Yusuf atau biasa dipanggil Kamal. Kesenian
ondel- ondel milik Kamal merupakan kesenian yang diturunkan oleh
Ayahnya, Bapak TArman sekitar tahun 70’an. Bapak Tarman sebelumnya
bekerja di daeran Ancol, namun kemudian ia keluar dari pekerjaanya dan
membentuk kelompok Ondel- ondel. Dahulu Ondel- ondel dipakai oleh
Pemerintah kota DKI Jakarta sebagai kesenian penyambut tamu- tamu
penting atau pembukaan acara resmi. Selain dari pemerintah, pekerjaan
lainnya adalah menerima order berupa mengisi acara perkawinan atau
sunatan. Pada tahun ’97 usaha Ondel- ondel tersebut diturunkan kepada
Kamal karena Bapaknya sudah tua. Pada awalnya Kelompok Ondel- Ondel
milik kamal hanya menunggu job datang, namun mulai tahun 2005 ondel-
ondel miliknya dibawa mengamen keliling kampung dan aktif mencari
orderan job.
Kelompok Kamal memiliki 3 pasang Ondel- Ondel. Alat musik pengiring ondel- ondel terdiri dari tehyan, gendang, gong dan kempul.
Anggota
Kelompok ondel- ondel milik Kamal terdiri dari sekitat 15 orang. Namun
jumlah tersebut tidak selalu ada dalam rombongan. Terkadang ada yang
tidak ikut karena sebagian besar anggotanya adalah anak- anak sekolah.
Kadang hanya 7 orang yang jalan ketika mengamen kelilikng kampung.
Kelompok ini biasanya mulai kegiatan pada hari senin- sabtu sekitar jam 3
sore atau sehabis ashar dan pada hari minggu atau libur mulai jam 10
atau 11 siang sampai jam setengah 6 sore. Hal ini dikarenakan banyak
anggotanya yang masih sekolah sehingga harus menunggu mereka pulang
sekolah dulu. Dalam sekali ngamen keuntungan yang di dapat lumayan
besar, apabila sedang banyak penonton, bisa mencapai 400ribu sehari,
namun uang dibagi kepada setiap anggota setiap harinya, tidak
dikumpulkan terlebih dahulu.
Pembagian
hasil mengamen ini tergantung dengan alal musik dan pekerjaan apa yang
dilakoni anggotanya. Bayaran terbesar adalah pemegang alat musik tehyan,
karena alat musik ini paling sulit penggunaanya dan si pemegang alat
musik harus menguasai berbagai jenis lagu, tidak banyak anggota yang
dapat menggunakan alat musik ini. Dalam perjalanan, setiap anggota
saling bertukar tugas, terutama memanggul ondel- ondel. Ondel- ondel itu
sendiri beratnya mencapai 10kg! Namun Juki, adik Kamal yang baru
berusia 10 tahun pun kebagian tugas masuk ke dalam boneka ondel- ondel.
Anggota
kelompok kamal terdiri dari adik- adiknya, saudara sepupu dan tetangga-
tetangganya yang semuanya tinggal di sekitar kawasan rumahnya.
Anggotanya antara lain Irfan, Aldi, Subur, Rohim, Juki, Alik, Adek,
Udin, Alam, Nasrudin, Agus Jajam yang merupakan anggota tetap dan anak-
anak lainnnya yang bukan merupakan anggota tetap. Maksudnya orang- orang
di atas hampir selalu ikut keliling, sedangkan lainnya adalah anggota
tidak tetap yang selalu berganti- ganti orang. Juki (40 tahun) adalah
salah satu anggota tertua yang merupakan Paman Kamal.
Ondel-
Ondel milik Kamal biasanya dibuat sendiri. Apabila mengalami kerusakan
seperti bambu patah atau baju robek biasanya Juki yang memperbaikinya.
Ondel- ondel milik Kamal memiliki banyak cadangan baju, baju- baju ini
dipakai sesuai dengan acara. Bagian Muka Ondel- ondel dipesan di Tasik,
Kamal membelinya dengan orang betawi, yang memiliki istri orang tasik,
kemudian langsung dipesan dari Tasik dengan harga mencapai 1,2 juta
rupiah per pasang. Wajah odel- odel itu terbuat dari bahan fiber. Alat
musik lain yang baru dibelinya pada tahun 2007 adalah gong dengan harga
500ribu, sisanya alat- alat itu merupakan alat musik yang dipakai dari
warisan ayahnya dulu.
Selain
Ondel- ondel, kelompok Kamal menyediakan kesenian lain seperti pencak
silat, Gambang Kromongn, dan Tanjidor. Gambang Kromong milik kenalan
kamal di Cipayung bisanya turut ikut dalam pertunjukan apabila dalam
sebuah acara ada yang memesan Gambang Kromong. Selain itu Tanjidor
adalam milik kenalan Kamal dari Tanggerang. Kamal memanggil jasa mereka
apabila selain ondel- ondel si empunya acara memngnginkan kesenian musik
lain, begitu pula sebaliknya, apabila si Tanjidor atau Gambang Kromong
mendapat order plus meminta jasa ondel- ondel, Kamal dan rombongannya
akan diajak turut serta. Apabila menerima orderan, Kamal bisa meraup
untung hingga2 juta, kalau plus tanjidor/ kromong bisa tambah 3,5- 5
juta rupiah. Mereka bekerja sama dalam penyambutan tamu dari luar, ke
acara seperti acara di Mangga Dua Square, PRJ atau acara kedinasan yang
diundang oleh pemerintah.
Lain Dulu Lain Sekarang
Sejarah
Ondel- ondel mengatakan bahwa dahulu ondel- Ondel adalah alat penolak
bala tau azimat, atau pelindung kampung. Kemudian ondel- ondel di arak
keliling kampung untuk mengusir berbagai penyakit yang malanda desa.
Dahulu pada saat manusia masih menganut kepercayaan animisme ondel-
ondel dianggap benda keramat. Namun lama kelamaan, masyarakat mulai
berbudaya, mulai beragama, mulai berpikir kiritis dan tidak percaya
takhayul maka lama kelamaan ondel- ondel tidak lagi berfungsi sebagai
boneka penolak bala. Pada zaman Ali Sadikin, ondel- ondel menjelma
sebagai kesenian rakyat yang menghibur. Bentuk wajah yang tadinya
menyeramkan berubah menjadi berwarna dengan hiasan di kepala, baju
bewarna warni dan bergam corak yang menarik. Pergeseran fungsi ondel-
ondel ini berdasar pada perubahan mindset masyarakat yang tidak lagi
percara takhayul.
Ondel- Ondel Dulu Ondel- Ondel Sekarang
Pada
kelompok Ondel- Ondel milik kamal, ondel- ondel diwariskan turun
temurun mulai dari zaman ayahnya, hingga ke adiknya yang masih kecil.
Keahlian ini melestarikan kesenian Betawi itu sendiri. Budaya betawi
masih begitu kental, dilihat dari aliran musik yang mengiringinya dan
orang- orang betawi asli yang tergabung dalam kelompoknya.
Sistem
kekerabatan mendasari terbentuknya kelompok ini, sauudara sepupu,
adik,encing menjadi bagian kelompok karena ada ikatan persaudaraan. Juga
dengan tentangga- tentangga yang sudah lama hidup berdampingan. Saat
wawancara, Kamal menolak dipanggil ’mas’, katanya”saya bukan orang jawa,
panggil Kamal saja.” hal ini memperlihatkan bahwa ia tumbuh dalam
lingkungan budaya betawi asli.
Kelompok
ini memiliki network dalam kegiatannya, disebutkan dalam hasil
observasi bahwa untuk memesan topeng wajah ondel- ondel sampai ke Tasik
kamal memiliki kenalan yang beristri orang Tasik sehingga ia memesan
topeng wajah ondel- ondel jauh sampai ke pengerajin di Tasik.
Link
dalam promosi kelompok ondel- ondel Kamal terbentuk dengan adanya
Kelompok Gambang Kromong di Cipayung dan Tanjidor di Tanggerang. Mereka
saling memberi informasi dan mengajak apabila ada orderan yang datang
dan membutuhkan jasa hiburan dari kelompok- kelompok tersebut.
Kesenian
Ondel- ondel itu sendiri dahulunya adalah kesenial elite yang hanya ada
saat acara- acara besar dan resmi. Seiring perkembangan zaman,
kebutuhan ekonomi semakin mencekik dan membuat para kelompok ondel-
ondel mencari penghasilan tambahan dengan cara mengamen. Saat sepi job,
setiap hari mereka mengarak ondel- ondel dari kampung ke kampung beserta
musik pengiringnya. Menurut mereka, kalau hanya menunggu penggilan job
tidak akan mencukupi biaya kehidupan sehari – hari karena dari ondel-
ondel lah mata pencarian mereka. Mereka mengamen keliling kampung dan
membagi hasil saat malam di rumah sang ketua. Kehidupan betawi sangat
terasa karena lingkungan tempat mereka tinggal sebagian besar orang-
orang betawi yang sudah dari dulu hidup di sana. Mereka menyukai
pekerjaan mereka karena mereka sekaligus dapat mempopulerkan kebudayaan
betawi. Kelompok Ondel- Ondel di Jakarta sangan banyak, termasuk
kelompok Kamal, mereka mendaftarkan diri ke Pemerintah Daerah Jakarta
sebagai wujud eksistensi seniman ondel- ondel.
Kelompok
Ondel- ondel sangat banyak, namun Kamal tidak tergabung dalam suatu
oraganisasi yang mewadahinya, ia independen berdiri sendiri sebagai
keompok ondel- ondel, ia hanya terhubung dengan link link seperti
tanjidor dan gambang kromong. Job didapat dari promosi dari mulut ke
mulut oleh teman- temannya atau dari pelanggan yang menggunakan jasnya.
Kesenian
ondel- ondel walaupun bergeser fungsi, namun masih merakyat dengan
adanya Ondel- Ondel keliling kampung. Namun miris, pemerintah daerah
kurang memperhatikan kesejahteraan mereka, mereka sebagai seniman yang
melestarikan budaya betawi hanya tinggal di kampung- kampung kumuh atau
gang- gang sempit. Untuk modal pun mereka berusaha sendiri. Para
pengamen Ondel- ondel keliling berharap pemerintah lebih concern
terhadap kehidupan mereka yang rata-rata meperihatinkan dan serba
sederhana. Semogan kesenia Ondel- ondel tetap terjaga dan menjadi Indentitas budaya Jakarta.
Sofiana Millati
Psikologi UNJ '09
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar