Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK): Karakter Budaya Minangkabau (1)
Budaya
Minangkabau seperti budaya budaya daearah lainnya memeiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Masyarakat Minangkabau adalah bagian
dari kultur sosial yang berada dalam naungan bangsa Indonesia, secara
kedaerahan (lokal) memiliki karakteristik tersendiri dari budaya budaya
anak bangsa lainnya. Budaya Minangkabau mencakup segala unsur kegidupan
masyaraktnya, jika di kaji secara luas budaya Minagkabau sangatlah luas
pembahasannya dan dapat di pilah pilah bagiannya seperti ungkapan orang Minang kok dkambang salaweh alam kok di balun salaweh kuku (jika di hampar seluas alam. jika di balut secuil kuku).
sejarah filosofi Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabulloh
menurut Tambo (sejarah) orang Minangkabau berasal dari keturunan Raja Zulkarnaen dari mcedonia. dalam tambo diceritakan dimana suri mahrajo dirajo anak bungsu dari raja Zulkarnaen berlayar ke arah timur dan berhenti
di sebuah lereng gunung kemudian membentuk perkapungan yang bernama
pariangan. tntang asal oarang Minangkabau di utarakan dalam pantun
minang
darimano titiak palito
dari telong nan batali
dari mano asa nyinyiak kito
dari lereng gunung marapi
(darimana titik pelita
dari telong yang bertali
darima asal nenek kita
dari lereng gunung merapi)
Setelah masyarakat banyak dan Nagari pariangan tidak lagi memadai maka berngkatlah sebagian orang minang untuk mencari wilayah baru untuk dijadikan tempat tinggal. mereka berngkat ketiga arah yang akhirnya memebentuk tiga buah Luhak (luhak tanah data, luhak Agam dan luhak limo puluah koto).
keseluruh wilayah itu berda di bawah naungan kerjaan pagaruyuang. pemuka
pemuka adat kemudian membentuk hukum adat, Dua orang Datuk yang berjasa
dalam membuat adat Minangkabau adalah datuak katumanggungan yang membahi kelarasan Koto Piliang dan datuak parpatiah nan Sabatang yang membawahi kelarasan bodi Caniago.
Adat Minangkabau awal berlandasan kepada kebenaran seperti yang di ungkapkan dalam kata adat
kamanakan barajo kamamak,mamak barajo kapangulu, pangulu barajo kamufakat, mufakat barajo kanan bana, bana badiri sandiri.
masuknya agama islam dan orang
minangkabau menjadikan islam sebagai agama satu satunya bagi orang
Minangkabau akhirnya merubah filosofi adat orang Minangkabau. filosofi
itu berubah karena adanya
beberapa kebiasaan adat yang bertentangan dengan ajaran islam.
pertentangan ini membentuk dua kelompok pada masyarakat Minangkabau,
kelompok pertama dinamakan kaum Agama (kaum Padri) yang berusaha merubah
kebisaan adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, kelompok kedua
dinamakan Kaum adat yang tetap berpegang teguh kepada Adat yang telah
ada semenjak nenek moyang. pertentangan kedua kelompok ini membuat
pecahnya perang saudara. perang saudara ini dimamfaatkan oleh VOC dengan
membantu kaum adat. Orang Minangkabau akhirnya menyadari kalau
pererangan antar sesama orang Minang hanya akan menimbulkan keusakan
bagi diri sendiri, maka bersepakatlah Kaum Adat dan Kaum Padri untuk menghentikan
perang Saudara. pertemuan damai itu terjadi di sebuah bukit yang
bernama Bukit Marapalam. dengan pertemuan itu Akhirnya melahirkan
filosofi Adat MinangKabau ADAT BASANDI SYARA’,SYARA’ BASANDI KITABULLAH (ABS-SBK).
Saya heran, dari mana para cendekiawan kita mendapatkan data kalau semboyan "Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitbullah" berasal dari pasca Perang Paderi. Apalagi, ada yang mengarang-ngarang cerita semboyan itu didengungkan dan dideklarasikan dari Puncak Marapalam (Puncak Pato, dekan Lintau dan Sungayang, Batusangkar). Sehingga, sudah ada dibuat Patung (monumen) peristiwa tersebut di tempat tersebut. Karena, akal sehat saya tidak bisa menerima semua itu; tempat tersebut tempatnya berada di "pasawangan"; jangankan dulu, sekarang saja, kalau saya disuruh untuk pergi kesana sendirian (ke Puncak Marapalam itu), saya agak gamang. Apalagi dulu, pada tahun-tahun Perang Paderi terjadi.
BalasHapusKebimbangan saya tersebut, terjawab ketika saya membaca sebuah tulisan yang ditulis oleh seorang penulis besar asal Sumatera Barat di Harian Mimbar Minang pada tahun 1999, yang menulis kalau sebenarnya sejarah semboyan tersebut dimulai ketika Buya Hamka melemparkan sebuah semboyan "Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Adat" pada tahun 1945. Namun, ide itu dirasa cukup berat untuk diaplikasikan oleh alim ulama dan niniek mamak yang hadir, hingga pada kongres pada tahun 1950-an, Buya Datuek Palimo Kayo melemparkan semboyan alternatif dari yang pernah disampaikan oleh Buya Hamka sebelumnya, yaitu, "Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah". Lebih jelasnya, tulisan tersebut dibuat oleh Bapak AA.Navis.
Satu fakta lagi yang harus kita cermati adalah, falsafah Adat Basandi Syara' Syara' tersebut juga dipakai dan dibanggakan oleh orang Gorontalo di Sulawesi. Jadi tidak hanya orang Minangkabau tok yang punya falsafah tersebut.