Sulawesi Tengah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sulawesi Tengah | |||
---|---|---|---|
— Provinsi — | |||
|
|||
Motto: "Maliu Ntinuvu" (Bahasa Kaili: "Mempersatukan semua unsur dan potensi yang ada") |
|||
Peta lokasi Sulawesi Tengah | |||
Negara | Indonesia | ||
Hari jadi | 13 April 1964 (hari jadi) | ||
Dasar hukum | UU No. 13/1964 | ||
Ibu kota | Palu | ||
Koordinat | 3º 30' LS - 1º 50' LU 119º 0' - 124º 20' BT |
||
Pemerintahan | |||
- Gubernur | Drs. H. Longki Djanggola, M.Si.[1] | ||
- Wakil Gubernur | H. Sudarto, SH, M.Hum | ||
- Sekretaris Daerah | Drs. Amjad Lawasa, M.Si | ||
- DAU | Rp 743.161.759.000 (2011)[2] | ||
Luas | |||
- Total | 61.841,29 km² km2 | ||
Populasi (2010)[3] | |||
- Total | 2.633.420 jiwa | ||
- Kepadatan | Kesalahan ekspresi: Kata "jiwa" tak dikenal/km² | ||
Demografi | |||
- Suku bangsa | Kaili (20%), Bugis (14%), Gorontalo (18%), | ||
- Agama | Islam (76.6%), Protestan (17.3%), Katolik (3.2%), Hindu (2.7%), Budha (0.16%) | ||
- Bahasa | Bahasa Indonesia, Pamona, Mori, Kaili dan lain-lain | ||
Zona waktu | WITA | ||
Kabupaten | 9 | ||
Kota | 1 | ||
Kecamatan | 147 | ||
Lagu daerah | Tananggu Kaili, Tondok Kadadingku, Rano Poso, Wita Mori | ||
Situs web | www.sulteng.go.id |
Sejarah
Wilayah provinsi Sulawesi Tengah sebelum jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda
merupakan sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15 kerajaan di
bawah kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi
Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan
Kerajaan di Barat.
Semenjak tahun 1905,
wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia
Belanda, dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat,
kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
- Poso Lage di Poso
- Lore di Wianga
- Tojo di Ampana
- Pulau Una-una di Una-una
- Bungku di Bungku
- Mori di Kolonodale
- Banggai di Luwuk
- Parigi di Parigi
- Moutong di Tinombo
- Tawaeli di Tawaeli
- Banawa di Donggala
- Palu di Palu
- Sigi/Dolo di Biromaru
- Kulawi di Kulawi
- Tolitoli di Tolitoli
Dalam perkembangannya, ketika Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga) bagian, yakni:
- Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi.
- Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
- Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau.
Tahun 1964
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964
terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi empat
kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli.
Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Propinsi Sulawesi Tengah
sebagai Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan dengan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Tengah dan selanjutnya tanggal pembentukan tersebut
diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam
era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi
Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui
Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan
Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002
oleh Pemerintah Pusat terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi
Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Kini berdasarkan pemekaran wilayah kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 10 daerah, yaitu 9 kabupaten dan 1 kota.
Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, diantaranya sungai
Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan
sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi obyek wisata terkenal
yakni Danau Poso dan Danau Lindu.
Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka
alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora
dan fauna yang sekaligus menjadi obyek penelitian bagi para ilmuwan dan
naturalis.
Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu
dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan
bermuara di laut.
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 10 kabupaten dan 1 kota, 147
kecamatan, dan 1.664 desa/ kelurahan. Provinsi ini memiliki luas daratan
61.841,29 km2 (BPS 2010), dengan penduduk 2.633.420 jiwa (SP 2010),
dengan tingkat kepadatan penduduk 43 jiwa/ km2.
Adapun daftar lengkap nama kabupaten/ kota, nama ibu kota, serta
jumlah kecamatan, dan desa/ kelurahan di Provinsi Sulawesi tengah hingga
saat ini (September 2011) adalah sebagai berikut.
Daftar Nama Kabupaten/ Kota, Ibu Kota, Jumlah Kecamatan, dan Desa/Kelurahan
Kabupaten/Kota | Ibu Kota | Jumlah Kecamatan | Jumlah Desa/Kelurahan |
---|---|---|---|
Kabupaten Banggai | Luwuk | 13 | 255 |
Kabupaten Banggai Kepulauan | Banggai | 19 | 174 |
Kabupaten Buol | Buol | 11 | 107 |
Kabupaten Donggala | Donggala | 15 | 143 |
Kabupaten Morowali | Bungku | 13 | 245 |
Kabupaten Parigi Moutong | Parigi | 20 | 175 |
Kabupaten Poso | Poso | 18 | 156 |
Kabupaten Sigi | Sigi Biromaru | 15 | 160 |
Kabupaten Tojo Unauna | Ampana | 9 | 122 |
Kabupaten Tolitoli | Tolitoli | 10 | 84 |
Kota Palu | - | 4 | 43 |
Provinsi Sulawesi Tengah | Palu | 147 | 1.664 |
Daftar Gubernur
No. | Foto | Nama | Dari | Sampai | Keterangan |
1. | Anwar Gelar Datuk Madjo Basa Nan Kuning | 13 April 1964 | 13 April 1968 | ||
2. | Kol. Mohammad Yasin | 13 April 1968 | April 1973 | ||
3. | Brigjen Albertus Maruli Tambunan | April 1973 | 28 September 1978 | ||
4. | Brigjen Moenafri, SH | 28 September 1978 | 22 Oktober 1979 | ||
5. | Kol. R. H. Eddy Djadjang Djajaatmadja | 22 Oktober 1979 | 22 Oktober 1980 | ||
6. | Mayjen H. Eddy Sabara | November 1980 | Februari 1981 | Pejabat Gubernur | |
7. | Drs. H. Ghalib Lasahido | 19 Desember 1981 | Februari 1986 | ||
8. | Abdul Aziz Lamadjido, SH | Februari 1986 | 16 Februari 1996 | ||
9. | Mayjen TNI (Purn). H. Bandjela Paliudju | 16 Februari 1996 | 20 Februari 2001 | periode pertama | |
10. | Prof. (Em) Drs. H. Aminuddin Ponulele, M.S. | 20 Februari 2001 | 2006 | ||
11. | Gumyadi | 2006 | 24 Maret 2006 | Penjabat Gubernur | |
12. | Mayjen TNI (Purn). H. Bandjela Paliudju | 24 Maret 2006 | 17 Juni 2011 | periode kedua | |
13. | Longki Djanggola | 17 Juni 2011 | sekarang |
Perwakilan di Jakarta
Anggota DPR dari Provinsi Sulawesi Tengah
- H. Syarifuddin Sudding, SH. MH. dari Partai Hati Nurani Rakyat
- Ir. H. Rendy Lamadjido dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
- Akbar Zulfakar Sipanawa, ST dari Partai Keadilan Sejahtera
- Murad U. Nasir dari Partai Golongan Karya
- Muhidin M. Said, SE. MBA. dari Partai Golongan Karya
- Verna Gladies Merry Inkiriwang dari Partai Demokrat
Anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Tengah
- Nurmawati Dewi Bantilan, SE.
- Ahmad Syaifullah Malonda, SH.
- Shaleh Muhammad Aljufri, MA.
- Pdt. DR. Silviana H. Pandegirot, M.Th
Demografi
Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
- Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala dan kota Palu
- Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Donggala
- Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
- Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
- Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
- Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
- Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Touna
- Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
- Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
- Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
- Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
- Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
- Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
- Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
- Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Di samping 13 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di Banggai dan suku Daya
di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar
22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya,
namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi Tengah adalah Bugis, Makasar dan Toraja
serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah
membaur. Jumlah penduduk di daerah ini sekitar 2.128.000 jiwa yang
mayoritas beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Budha. Tingkat
toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi,
kelapa, kakao dan cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah
ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis,
ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat
disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat
menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar.
Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk
menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta
tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.
Budaya
Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara
turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya
yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan
berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat
pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan
yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian
barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari
Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau
Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat
dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi
upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain
warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi,
Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang
merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih
dapat ditemukan.
Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang
banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian,
tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja,
seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai
pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari
tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang dan hanya memiliki satu
ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang
digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah
tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut
Gampiri.
Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan
keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau
mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju
banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang
panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur
sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan
parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.
Kesenian
Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang
satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrumen seperti
suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan
dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili
sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika
ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang
lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu
keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan
ditampilkan ketika festival.
Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari
masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat
Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim
panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu.
Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan
tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi
merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang
Dunia II.
Agama
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat
72.36% penduduknya memeluk agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen
dan 3.13% memeluk agama Hindu serta Budha. Islam disebarkan di Sulawesi
Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan
diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim Al
Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai
Pahlawan nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim Assegaf Al Jufri menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini.
Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda, A.C Cruyt dan Adrian.
lklim
Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara di
Sulawesi Tengah membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda
dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatera, musim hujan di
Sulawesi Tengah antara bulan April dan September sedangkan musim kemarau
antara Oktober hingga Maret. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800
sampai 3.000 milimeter per tahun yang termasuk curah hujan terendah di
Indonesia.
Temperatur berkisar antara 25 sampai 31° Celsius untuk dataran dan
pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai 76%. Di daerah
pegunungan suhu dapat mencapai 16 sampai 22' Celsius.
Flora dan Fauna
Sulawesi merupakan zona perbatasan unik di wilayah Asia Oceania,
dimana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora dan fauna Asia yang
terbentang di Asia dengan batas Kalimantan, juga berbeda dengan flora
dan fauna Oceania yang berada di Australia hingga Papua dan Pulau Timor.
Garis maya yang membatasi zona ini disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora dan faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh Wallace seorang peneliti Inggris yang turut menemukan teori evolusi bersama Darwin.
Sulawesi memiliki flora dan fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini
adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa yang berbulu sedikit dan
memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena Sulawesi, kuskus
marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang
berkantung serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas.
Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu
agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh
pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan fauna
merupakan obyek penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora
dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang.
Senjata Tradisional
Senjata tradisional masyarakat Sulawesi Tengah adalah Parang (Guma).
Referensi
- ^ "Gubernur Diminta Tingkatkan Koordinasi dengan Pusat", Media Indonesia, 19 Juni 2011. Diakses pada 19 Juni 2011.
- ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011.
- ^ Sensus Penduduk 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar