- Sistem Kekerabatan keluarga Bali: Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan orang Bali berpegang kepada prinsip sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa). Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat. Maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam kasta. Orang-orang yang masih satu kelas (tunggal kawitan, tunggal dadia dan tunggal sanggah) sama-sama tinggi tingkatannya. Dalam perkawinan klen dan kasta ini yang paling ideal adalah antara pasangan dari anak dua orang laki-laki bersaudara.
- Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-keteganagan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak wanita tersebut.
- Masyarakat Bali Hindu memang terbagi ke dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem nilai yang tiga, yaitu utama, madya dan nista. Kasta utama atau tertinggi adalah golongan Brahmana, kasta Madya adalah golongan Ksatrya dan kasta nista adalah golongan Waisya. Selain itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau tidak berkasta yaitu golongan Sudra, sering juga mereka disebut jaba wangsa (tidak berkasta). Dari kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek, bugangga dan sebagainya.
- Sistem Penamaan Keluarga Bali: Sistem penamaan keluarga Bali didasarkan pada kasta: Brahmana : Ida Bagus : Laki-Laki Ida Ayu : Wanita Ksatria : Anak Agung Waisya : Gusti Bagus : Laki – Laki Gusti Ayu : Wanita Sudra : Wayan : Anak Pertama Made : Anak Kedua Nyoman : Anak Ketiga Ketut : Anak Keempat
- Bahasa Bali: Bahasa Bali termasuk keluarga bahasa Indonesia. Dilihat dari sudut perbendaharaan kata dan strukturnya, maka bahasa Bali tak jauh berbeda dari bahasa Indonesia lainnya. Bahasa Bali mengenal juga apa yang disebut "perbendaharaan kata-kata hormat", walaupun tidak sebanyak perbendaharaan dalam bahasa Jawa. Bahasa Bali mengenal 3 tingkatan pemakaian bahasa, yaitu bahasa Alus (Hormat), Lumrah (Madya) dan Bahasa Bali Kasar, berbeda dengan bahasa Bali Aga yang hampir tidak mengenal tingkatan seperti itu. Akan tetapi sekarang bahasa Bali Alus (Hormat) digunakan secara resmi oleh hampir semua golongan dalam pergaulan di daerah Bali sendiri. Bahasanya sendiri terbagi dlam beberapa dialek, yaitu : dialek Buleleng, Karangasem, Klugkung, Bangli, Gianyar, Badung, Tabanan dan Jembrana.
- Sistem Sosial Budaya Masyarakat Bali: Kehidupan sosial budaya masyarakat Bali sehari-hari hampir smuanya dipengaruhi oleh keyakinan mereka kepada agama Hindu Darma yang mereka anut. Oleh karena itu studi tentang masyarakat dan kebudayaan Bali tidak bisa dilepaskan dari pengaruh sistem religi Hindu. Agama Hindu Darma atau Hindu Jawa yang mereka anut mempercayai Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep Tri Murti, yaitu Tuhan yang mempunyai tiga wujud: Brahma (Pencipta), Wisnu (Pelindung) dan Syiwa (Pelebur Segala yang Ada). Semuanya perlu di hormati dengan mengadakan upacara dan sesajian. Mereka juga mengangap penting konsepsi tentang Roh abadi yang disebut Athman, adanya buah setiap perbuatan (Karmapala), kelahiran kembali sang jiwa (purnabawa) dan kebebasan jiwa dari kelahiran kembali (moksa). Dalam menyelenggarakan pemakaman anggota keluarga orang Bali selalu melaksanakan tiga tahapan upacara kematian. Pertama, upacara pembakaran mayat (ngaben), kedua, upacara penyucian (nyekah) dan ketiga, upacara ngelinggihang. Ajaran-ajaran di agama Hindu Darma itu termaktub dalam kitab suci yang disebut Weda.
- Pola Perkampungan/ Permukiman Orang Bali: Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa ini bersifat memusat dengan kedudukan desa adat amat penting dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut Kedua, pola perkampungan menyebar, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali dataran, dimana baik wilayah maupun jumlah warga desa disini jauh lebih luas dan lebih besar dari desa-desa pegunungan. Desa-desa di Bali dataran yang menunjukkan pola menyebar terbagi lagi dalam kesatuan-kesatuan sosial yang lebih kecil yang disebut Banjar. Banjar disini pada hakekatnya adalah juga suatu kesatuan wilayah dan merupakan bagian dari suatu desa dengan memiliki kesatuan wilayah, ikatan wilayah, ikatan pemujaan, serta perasaan cinta dan kebanggaan tersendiri.
- Sistem Kemasyarakatan Sistem kemasyarakatan merupakn kesatuan” sosial yg ddasarkn atas ksatuan wilayah/territorial administrasi (perbekelan/kelurahan) yg pd umumnya terpecah lg mjd kesatuan sosial yg lbh kecil yaitu banjar & territorial adat. Banjar mgatur hal” yg bsifat keagamaan,adat & masyarakat lainnya. Dari sistem kemasyarakatan yg ada ini maka warga desa bs masuk mjd dua keanggotaan warga desa/satu yaitu: sistem pemerintahan desa dinas sbg wilayah administratif. Dr kehidupan masyarakat setempat tdpt pula kelompok” adat. Sistem Kemasyarakatan di Bali adalah sbg brkut: Banjar Merupakan bentuk kesatuan” sosial yg ddasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu dperkuat oleh ksatuan adat & upacara” keagaman. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pd orang yg lahir di wilayah banjar tsb. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tdk tertutup & terbatas kpd orang” asli yang lahir di banjar itu.
- Subak Subak di Bali seolah-olah lepas dr Banjar & mpunyai kepala sendiri. Orang yg mjd warga subak tdk semuanya sama dg orang yg mjd anggota banjar. Warga subak adalah pemilik/para penggarap sawah yg menerima air irigasinya dr bendungan” yg diurus olh suatu subak. Sekaha Dlm khidupan kemasyarakatan di Bali, ada organisasi” yg bgerak dlm lapangan kehidupan yg khusus, ialah sekaha. Organisasi ini bsifat turun-temurun, ti ada pula yg bsifat sementara. Ada sekaha yg fungsinya adalah myelenggarakan hal”/upacara” yg berkenan dg desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tsb sifatnya permanen, tp ada juga sekaha yg sifatnya sementara, yaitu sekaha yg didirikan bdasarkan atas suatu kebutuhan ttntu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan)dll.
- Gotong - Royong Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.
Sabtu, 11 Februari 2012
Sistem Kekerabatan Bali
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar