Kalau saya tidak salah, mungkin Prof. Dr Keebet von Benda Beckmann yang
menyatakan bahwa satu-satunya sistem organisasi sosial yang dikenal oleh
orang Minangkabau adalah sistem kekerabatan matrilineal. Dalam sistem
kekerabatan ini, hubungan genealogis diusut menurut garis keibuan, dan
seiring dengan itu terbentuklah 'buah paruik', 'kaum', 'suku', dan
'nagari'. Sebagai fungsionaris sistem kekerabatan matrilineal ini
diangkatlah para pemangku adat, yang menurut pengurus LKAAM Sumatera
Barat, saat ini berjumlah 68.000 orang.
'Rumah Gadang' adalah
lembaga yang paling inti sekaligus simbol yang paling nyata dari sistem
kekerabatan matrilineal ini, sehingga diterima secara umum sebagai
lambang komunitas suku bangsa Minangkabau. [Adalah menarik, bahwa
Lambang Daerah Sumatera Barat menggunakan 'silhouette' atap mesjid
berlapis tiga sebagai latar belakang, bersama dengan satu 'gonjong' di
bagian depan].
Besar kemungkinan bahwa tidaklah mudah untuk
menjelaskan sistem kekerabatan yang unik ini, khususnya oleh karena
seluruh keturunan dari anak laki-laki tidak akan dicatat di dalam ranji
suku ibunya, apalagi oleh karena ranji umumnya dibuat dengan tangan
(‘manual’), sehingga hanya dapat memuat sedikit saja catatan. Keturunan
dari anak laki-laki akan dicatat dalam ranji suku isterinya. [ Hal ini
mungkin bisa menyebabkan hubungan antara ayah dan anak -- yang berlainan
suku itu -- secara sosial dan psikologis menjadi sedikit 'kikuk',
khususnya di zaman dahulu].
Masalah timbul sekiranya anak
kemenakan telah berkembang biak, sebagian masih tinggal di Ranah, dan
sebagian pergi merantau, sehingga hubungan mamak -kemenakan yang
demikian mendasar dalam sistem sosial Minangkabau menjadi sulit untuk
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya menduga bahwa
para pemangku adat masih memelihara baik-baik ranji-nya masing-masing,
walau juga mungkin ada yang sudah tidak sempat lagi melakukannya,
seperti dikisahkan oleh Sanak Drs Firdaus Oemar Dt Maradjo, salah
seorang tokoh perantau Minang di Jakarta yang berasal dari Kabupaten
Solok. Oleh karena itulah, bersama dengan para tokoh-tokoh adat
Kabupaten Solok lainnya, dalam tahun 2003 beliau memprakarsai wacana
'manajemen suku', yang kemudian dalam tahun 2005 dibahas, dan mungkin
disetujui, oleh kongres LKAAM Kabupaten Solok.
Syukurlah, dewasa
ini sudah ada sebuah 'software' komputer, yaitu “Family Tree Maker”,
yang pernah dibahas secara intensif oleh para perantau dalam mailing
list “Rantau Net”, sebagai sarana visualisasi sistem kekerabatan
matrilineal ini, dan akhirnya secara informal disetujui untuk digunakan
sebagai salah satu sarana untuk menyusun ranji.
Bagusnya, jika
diinginkan, perangkat lunak ini juga bisa digunakan untuk membuat
silsilah nasab menurut garis bapak, sehingga dapat dibandingkan
perbedaannya satu sama lain.
Saya berfikir-fikir, apa tak
sebaiknya perangkat lunak yang lumayan canggih ini dimanfaatkan dalam
bidang pendidikan dan penyuluhan, untuk menjelaskan secara visual ciri
khas sistem kekerabatan matrilineal ini, baik kepada para tamu yang
datang di Ranah, maupun kepada generasi kedua dan ketiga di Rantau,
yang ingin mengetahui dan memahami ciri-ciri khas sistem kekerabatan
nenek moyangnya ?
Post edited by: saaf10leo, at: 2007/10/17 08:07
Wassalam, Saafroedin Bahar (L,masuk 73, Jakarta) Ketua Umum, MAPPAS
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar