MINANGKABAU DALAM SEJARAH DAN TAMBO
1. Asal usul manusia Minangkabau
Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat.
Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan penduduk sendiri. Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung.
Sering disebut juga kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa
pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya
sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.
Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku bangsa
dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek
kehidupan masyarakatnya. Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang
dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo.
Kedua sumber ini sama penting, walaupun di sana sini, pada keduanya
ditemui kelebihan dan kekurangan, namun dapat pula saling melengkapi.
Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari
ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-bukti yang jelas dan
otentik. Dapat berupa peninggalan-peninggalan masa lalu,
prasasti-prasasti, batu tagak (menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan
catatan tertulis lainnya. Dalam hal ini, ternyata bukti sejarah lokal
Minangkabau termasuk sedikit.
Banyak catatan dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsche Indie), tentang Minaangkabau atau Sumatera West Kunde,
yang amat memerlukan kejelian di dalam meneliti. Hal ini disebabkan,
catatan-catatan dimaksud dibuat untuk kepentingan pemerintahan Belanda,
atau keperluan dagang oleh Maatschappij Koningkliyke VOC. Tambo atau
uraian mengenai asal usul orang Minangkabau dan menerakan hukum-hukum
adatnya, termasuk sumber yang mulai langka di wilayah Minangkabau
sekarang. Sungguhpun, penelusuran tambo sulit untuk dicarikan rujukan
seperti sejarah, namun apa yang disebut dalam tambo masih dapat
dibuktikan ada dan bertemu di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Tambo diyakini oleh orang Minangkabau sebagai peninggalan
orang-orang tua. Bagi orang Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah
kaum. Walaupun, di dalam catatan dan penulisan sejarah sangat
diperhatikan penanggalan atau tarikh dari sebuah peristiwa, serta di
mana kejadian, bagaimana terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya,
menjadikan penulisan sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu
mengutamakan penanggalan, akan tetapi menilik kepada peristiwanya. Tambo lebih bersifat sebuah kisah, sesuatu yang pernah terjadi dan berlaku.
Tentu saja, bila kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari
rujukannya sebagaimana sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan bahkan
dapat membingungkan. Sebagai contoh; dalam tambo Minangkabau tidak
ditemukan secara jelas nama Adhytiawarman, tetapi dalam sejarah nama itu
adalah nama raja Minangkabau yang pertama berdasarkan bukti-bukti
prasasti.
Dalam hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak
menyalahkan tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya
berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang
diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus diturunkan kepada anak
kemenakan.
Minangkabau menurut sejarah
Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau, dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang punya nilai sejarah, selebihnya adalah mitologi, cerita-cerita yang diyakini sebagai tambo.
Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya
mengatakan bahwa kerajaan Minangkabau itu sudah ada sejak abad pertama
Masehi. Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang
berbeda-beda. Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi
sekitar daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat.
Kerajaan ini kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14.
Mengenai lokasi kerajaan ini belum terdapat kesamaan pendapat para
ahli. Ada yang mengatakan sekitar Palembang sekarang, tetapi ada juga
yang mengatakan antara Batang Hari dan Batang Kampar. Candi Muara Takus
merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian diperbaiki dan
diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya
(daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan
kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan
oleh Adhytiawarman ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal
dengan kerajaan Pagaruyung.
Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan
bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan
kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan banyaknya
negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke Pagaruyung, seperti
Deli, Siak, Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya.
Minangkabau menurut tambo
Dalam bentuk lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal orang Minangkabau. Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di dalam tambo terdapat dua hal; (1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja pertama datang sampai kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung. (2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal dikembangkan.
Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang ke
Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar
Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif menjadi raja
di benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di benua Cina.
Secara tersirat tambo telah menempatkan kerajaan Minangkabau setaraf
dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri Maharajo Dirajo datang ke
Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut pulau paco lengkap dengan pengiring yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo, Anjiang Mualim, Kambiang Hutan.
Masing-masing nama itu kemudian dijadikan “lambang” dari setiap
luhak di Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang luhak Tanah Data,
Harimau Campo untuk lambang luhak Agam dan Kambiang hutan untuk lambang
luhak Limo Puluah. Suri Maharajo Dirajo mempunya seorang penasehat ahli
yang bernama Cati Bilang Pandai. Suri Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan Maharajo Basa yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan
pendiri sistem kelarasan Koto Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri
Maharajo Dirajo sepeninggalnya kawin dengan Cati Bilang Pandai dan
melahirkan tiga orang anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti
Jamilan. Sutan Balun kemudian dikenal dengan gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang pendiri kelarasan Bodi Caniago.
Datuk Katumanggungan meneruskan pemerintahannya berpusat di Pariangan Padang Panjang kemudian mengalihkannya ke Bungo Sitangkai di Sungai Tarab sekarang, dan menguasai daerah sampai ke Bukit Batu Patah dan terus ke Pagaruyung.
Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah;
- Kerajaan Pasumayan Koto Batu,
- Kerajaan Pariangan Padang Panjang
- Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang
- Kerajaan Bungo Sitangkai
- Kerajaan Bukit Batu Patah, dan terakhir Kerajaan Pagaruyung.
Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah kelanjutan dari
kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung,
semuanya melebur diri menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung. Kerajaan
Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, karena
terjadi perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan Datuk
Perpatih nan Sabatang, maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga
hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan Pagaruyung. Perbedaan paham
antara kedua kakak beradik satu ibu ini yang menjadikan sistem
pemerintahan dan kemasyarakatan Minangkabau dibagi atas dua kelarasan, Koto Piliang dan Bodi Caniago.
Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari sistem matrilineal
telah dimulai sejak awal, yaitu dari “induknya” Puti Indo Jalito. Dari
Puti Indo Jalito inilah yang melahirkan Datuk Ketumanggungan dan Datuk
Perpatih Nan Sabatang. Namun, apa yang diuraikan setiap tambo punya
berbagai variasi, karena setiap nagari punya tambo. Dr. Edward Jamaris
yang membuat disertasinya tentang tambo, sangat sulit menenyukan
pilihan. Untuk keperluan itu, dia harus memilih salah satu tambo dari 64
buah tambo yang diselidikinya. Namun pada umumnya tambo menguraikan
tentang asal usul orang Minangkabau sampai terbentuknya kerajaan
Pagaruyung.
ASAL KATA MINANGKABAU
Kata Minangkabau mempunyai banyak arti. Merujuk kepada penelitian kesejarahan, beberapa ilmuan telah mengemukakan pendapatnya tentang asal kata Minangkabau.
- Purbacaraka (dalam buku Riwayat Indonesia I) Minangkabau berasal dari kata Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan yang maksudnya adalah daerah-daerah disekitar pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi Muara Takus yang didirikan abad ke 12.
- Van der Tuuk mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Phinang Khabu yang artinya tanah asal.
- Sutan Mhd Zain mengatakan kata Minangkabau berasal dari Binanga Kamvar maksudnya muara Batang Kampar.
- M.Hussein Naimar mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Menon Khabu yang artinya tanah pangkal, tanah yang mulya.
- Slamet Mulyana mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Minang Kabau. Artinya, daerah-daerah yang berada disekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi batang kabau (jengkol).
Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan bahwa Minangkabau itu
adalah suatu wilayah yang berada di sekitar muara sungai yang didiami
oleh orang Minangkabau.
Namun dari Tambo, kata Minangkabau berasal dari kata Manang Kabau. Menang dalam adu kerbau antara kerbau yang dibawa oleh tentara Majapahit dari Jawa dengan kerbau orang Minang.
Namun dari Tambo, kata Minangkabau berasal dari kata Manang Kabau. Menang dalam adu kerbau antara kerbau yang dibawa oleh tentara Majapahit dari Jawa dengan kerbau orang Minang.
WILAYAH ASAL MINANGKABAU
Membicarakan tentang wilayah Minangkabau, seperti yang dijelaskan di
atas, harus dilihat dalam dua pengertian yang masing-masingnya berbeda;
1. Pengertian budaya
2. Pengertian geografis
1. Pengertian budaya
2. Pengertian geografis
Dalam pengertian budaya, wilayah Minangkabau itu itu adalah suatu
wilayah yang didukung oleh suatu masyarakat yang kompleks, yang bersatu
bersamaan persamaan asal usul, adat, dan falsafah hidup. Menurut tambo,
wilayah Minangkabau disebutkan saedaran gunuang Marapi, salareh
batang Bangkaweh, sajak Sikilang Aie Bangih, lalu ka gunuang
Mahalintang, sampai ka Rokan Pandalian, sajak di Pintu Rayo Hilie,
sampai Si Alang Balantak Basi, sajak Durian Ditakuak Rajo, lalu ka
Taratak Aie Hitam, sampai ka Ombak Nan Badabua.
Mengenai batas-batas yang disebutkan di atas, berbagai penafsiran
terjadi. Ada yang mengatakan bahwa batas-batas itu adalah simbol-simbol
saja tetapi wilayah itu tidak ada yang jelas dan tepat, tetapi ada juga
yang berpendapat bahwa batas-batas itu adalah benar dan nagari-nagari
yang disebutkan itu ada sampai sekarang. Dalam hal ini tentu kita tidak
perlu melihat perbedaan-perbedaan pendapat tersebut, karena kedua-dua
pendapat itu ada benarnya. Dalam pengertian geografis, wilayah
Minangkabau terbagi atas wilayah inti yang disebut darek dan wilayah
perkembangannya yang disebut rantau dan pesisir.
a. Darek
Daerah dataran tinggi di antara pegunungan Bukit Barisan; di sekitar gunung Singgalan, sekitar gunung Tandikek, sekitar gunung Merapi dan sekitar gunung Sago. Daerah darek ini dibagi dalam tiga luhak; (1) Luhak Tanah Data sebagai luhak nan tuo, buminyo nyaman, aienyo janiah ikannyo banyak, (2) Luhak Agam sebagai luhak nan tangah, buminyo anegk, aienyo karuah, ikannyo lia, (3) dan Luhak Limo Puluah Koto sebagai luhak nan bongsu, buminyo sajuak, aienyo janiah, ikannyo jinak.
Daerah dataran tinggi di antara pegunungan Bukit Barisan; di sekitar gunung Singgalan, sekitar gunung Tandikek, sekitar gunung Merapi dan sekitar gunung Sago. Daerah darek ini dibagi dalam tiga luhak; (1) Luhak Tanah Data sebagai luhak nan tuo, buminyo nyaman, aienyo janiah ikannyo banyak, (2) Luhak Agam sebagai luhak nan tangah, buminyo anegk, aienyo karuah, ikannyo lia, (3) dan Luhak Limo Puluah Koto sebagai luhak nan bongsu, buminyo sajuak, aienyo janiah, ikannyo jinak.
Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Tanah Data adalah;
Pagaruyung, Sungai tarab, Limo Kaum, Sungayang, Saruaso, Sumanik, Padang
Gantiang, Batusangka, Batipuh 10 koto, Lintau Buo, Sumpur Kuduih, Duo
puluah koto, Koto Nan Sambilan, Kubuang Tigobaleh, Koto Tujuah,
Supayang, Alahan Panjang, Ranah Sungai Pagu. Nagari-nagari yang termasuk
ke dalam luhak Agam adalah; Agam tuo, Tujuah lurah salapan koto,
Maninjau, Lawang, Matua, Ampek Koto, Anam Koto, Bonjol, Kumpulan,
Suliki.
Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Limo Puluah Koto adalah;
luhak terdiri dari Buaiyan Sungai Balantik, Sarik Jambu Ijuak, Koto
Tangah, Batuhampa, Durian gadang, Limbukan, Padang Karambie, Sicincin,
Aur Kuniang, Tiakar, Payobasuang, Bukik Limbuku, Batu Balang
Payokumbuah, Koto Nan Gadang (dari Simalanggang sampai Taram); ranah
terdiri dari Gantiang, Koto Laweh, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai
Mansiro, Taeh Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuk
Batingkok, Tarantang, Selo Padang Laweh (Sajak dari Simalanggang sampai
tebing Tinggi, Mungkar); lareh terdiri dari Gaduik, Tebing
Tinggi, Sitanang, Muaro Lakin, Halaban, Ampalu, Surau, Labuah Gurun (
dari taram taruih ka Pauh Tinggi, Luhak 50, taruih ka Kuok, Bangkinang,
Salo, Aie Tirih dan Rumbio)
b. Rantau.
Daerah pantai timur Sumatera. Ke utara luhak Agam; Pasaman, Lubuk Sikaping dan Rao. Ke selatan dan tenggara luhak Tanah Data; Solok Silayo, Muaro Paneh, Alahan Panjang, Muaro Labuah, Alam Surambi Sungai Pagu, Sawah lunto Sijunjung, sampai perbatasan Riau dan Jambi. Daerah ini disebut sebagai ikue rantau. Kemudian rantau sepanjang iliran sungai sungai besar; Rokan, Siak, Tapung, Kampar, Kuantan/Indragiri dan Batang Hari. Daerah ini disebut Minangkabau Timur yang terdiri dari;
Daerah pantai timur Sumatera. Ke utara luhak Agam; Pasaman, Lubuk Sikaping dan Rao. Ke selatan dan tenggara luhak Tanah Data; Solok Silayo, Muaro Paneh, Alahan Panjang, Muaro Labuah, Alam Surambi Sungai Pagu, Sawah lunto Sijunjung, sampai perbatasan Riau dan Jambi. Daerah ini disebut sebagai ikue rantau. Kemudian rantau sepanjang iliran sungai sungai besar; Rokan, Siak, Tapung, Kampar, Kuantan/Indragiri dan Batang Hari. Daerah ini disebut Minangkabau Timur yang terdiri dari;
- Rantau 12 koto (sepanjang Batang Sangir); Nagari Cati nan Batigo (sepanjang Batang Hari sampai ke Batas Jambi), Siguntue (Sungai Dareh), Sitiuang, Koto Basa.
- Rantau Nan Kurang Aso Duopuluah (rantau Kuantan)
- Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sungai Tapuang dengan Batang Kampar)
- Rantau Juduhan (rantau Y.D.Rajo Bungsu anak Rajo Pagaruyung; Koto Ubi, Koto Ilalang, Batu Tabaka)
- NegeriSembilan
c. Pesisir
Daerah sepanjang pantai barat Sumatera. Dari utara ke selatan; Meulaboh, Tapak Tuan, Singkil, Sibolga, Sikilang, Aie Bangih, Tiku, Pariaman, Padang, Bandar Sapuluah, terdiri dari; Air Haji, Balai Salasa, Sungai Tunu, Punggasan, Lakitan, Kambang, Ampiang Parak, Surantiah, Batang kapeh, Painan (Bungo Pasang), seterusnya Bayang nan Tujuah, Indrapura,Kerinci,Muko-muko,Bengkulu.
Daerah sepanjang pantai barat Sumatera. Dari utara ke selatan; Meulaboh, Tapak Tuan, Singkil, Sibolga, Sikilang, Aie Bangih, Tiku, Pariaman, Padang, Bandar Sapuluah, terdiri dari; Air Haji, Balai Salasa, Sungai Tunu, Punggasan, Lakitan, Kambang, Ampiang Parak, Surantiah, Batang kapeh, Painan (Bungo Pasang), seterusnya Bayang nan Tujuah, Indrapura,Kerinci,Muko-muko,Bengkulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar