PEREMPUAN DALAM ADAT BUDAYA ACEH
oleh: Zahara_Jamali¬
Staf Yayasan Rumpun Bambu Indonesia (YRBI) Banda Aceh
Adat ngon hukom sebagoe payoung
Nyang mat peulindong sidroe bentara
Meunyoe na legee teunte na reusam
Jeut bek teubenam adat budaya
Budaya Aceh budaya iseulam
Meunan cit reusam ikuot sereuta
Pangkai tacok phoen dari endatu
Peuthen meuchehu masa keu masa…
Sebait
syair yang menunjukkan Aceh sebagai daerah yang sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai adat reusam budaya yang ditinggalkan oleh moyang
kita, tapi apakah itu akan berkelanjutan? Bukankah setelah konflik dan tsunami sedikit pudar adat yg kita junjung?
Bukan
saja konflik yang meruntuhkan nilai-nilai reusam dan budaya. Pada saat
ini kita juga melihat banyak para pemuda yang kehilangan kontrol dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Tata krama dan tingkah laku yang
mereka tunjukkan merupakan metoda kehidupan budaya barat yang telah
masuk ke daerah kita. Sungguh disayangkan apa yang telah kita lakoni
sehari-hari di luar kesadaran kita dan harus kita pikirkan. Mengapa
budaya reusam kita yang Islami bisa bercampur baur atau bertukaran
dengan kehidupan adat budaya barat yang banyak menguasai pasar-pasar
negara islam yang justru condong merusak generasi kawula muda yang akan
datang?
Pada
dasarnya Aceh juga daerah yang begitu pesat dengan kedaulatan, aman,
makmur, didukung dengan pemerintahan yang adil dan bijaksana, sehingga
bangsa-bangsa barat melirik untuk mengikat kerja sama. Dengan
tanpa disadari masuknya bangsa-bangsa barat ke Aceh bukan menambah
penghasilan bagi rakyat, tapi Aceh telah diobrak abrik nilai
kebangsaanya oleh bangsa luar. Sehingga Aceh yg masih
menjunjung norma-norma adat hancur menjadi daerah yang sangat minimnya
untuk mempertahankan adat reusam budaya Aceh, hilang sirna.
Apakah kita sanggup melihat daerah kita yang hancur? Dimanakah
kini harga diri kita jika kehancuran itu hanya menjadi tontonan bagi
kita? Dan jika pun dibangun kembali, kitalah yang menjadi komandonya,
bukan mereka. Dengan demikian arah pembangunan akan jelas dan tidak akan
merugikan anak cucu kita. Seharusnya kita jadikan kita sebagai diri
kita, bukan wujud mereka yang merasuki diri kita.
Semua merasakan takut akan hal yang tidak diinginkan
terjadi kembali atas bangsa kita. Sungguh tidak kita sadari betapa
hancurnya daerah Aceh menjadi ladang bagi penjajah moderat. Sebagai
masyarakat bangsa Aceh, jagalah diri, belajar dan mempelajari jangan
sampai kita sendiri yang memporak porandakan bangsa kita, bersama bahu
membahu dalam satu wadah satu ikatan untruk membangkitkan kembali
norma-norma dan tata krama yang berlaku di bumi Serambi Makkah. Sungguh
sangat disayangkan apabila tidak dikukuhkan harkat martabat adat di
Aceh, maka akan dampak negatif ke generasi yang mendatang.
Membuat
rincian catatan tentang adat sering dilakukan oleh khalayak ramai,
bahka ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga dengan
alasan untuk memperkuat adat yang berlaku di suatu daerah, tapi apakah
itu dilakukan dengan teori tertentu saja? Seperti membuat dan
mengukuhkan Qanun, Lembaga Adat, dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh
(UUPA). Sangat disayangkan apabila praktiknya tidak dilaksanakan. Hancurnya adat dan tata krama bangsa Aceh, karena hanya sedikit orang yang melakukannya.
Pada
saat ini masalah adat dan reusam menjadi PR yang sangat heboh dan tidak
asing lagi di masyarakat, tapi harus kita sadari pula betapa banyak
pujian dan gunjingan yang sedang kita hadapi. Kita harus bangkit
mengembalikan adat-adat yang telah sirna di Aceh. Bangkit dan kembalikanlah reusam pada tempatnya masing-masing (adat dan gampoeng, Sanusi M syarief)
Adat bak Poe Teumeuruhom
Hukom bak Syiah kuala
Qanun bak Putroe Phang
Reusam bak Laksana
Letak
adat sebenarnya bukan hanya di kampung kampung, tapi juga di kota, sebab
adat ada dalam individu masyarakat Aceh, menurut wilayahnya. Bila di
Aceh besar, tentu adat Aceh besar, dan bukan adat Aceh timur. Jika kita
di Aceh besar berarti kita harus ikut adat Aceh besar dan begitu juga
sebaliknya. Tetapi kini jika ada orang dari luar Aceh besar, sering
mengatakan kami di kampung kami tidak ada begini begitu, tentang adat,
“kata kata itu menampakkan ketidak setujuannya atas adat/aturan yang
berlaku di Aceh besar pada kampung yang dia tinggal” inilah yang sering
terjadi di Aceh, karena belum paham letak adat pada dirinya.
Nah, melihat potensi Aceh dengan UUPAnya, Aceh bisa lebih cepat maju jika masyarakat masih
melaksnakan adat dan aturan adatnya, terutama masyarakat pinggiran
hutan. Kalau di kota, mungkin ada aturan yang selalu merujuk dengan
aturan yang dilahirkan oleh pemerintah kotamadya/kabupaten. Tetapi kalau
di kampung, aturan - aturan itu banyak lahir dari pertemuan atau rapat
kampung.
Memang ada
kelemahan dan kelebihannya, misalnya aturan yang dibuat oleh kampung
tidak bertahan lama, jika lahir sebuah aturan atau pemberitahuan dari
PEMDA. Sehingga aturan yang ada dan sudah dibuat oleh masyarakat untuk
kampungnya hilang seperti debu berterbangan kala hujan turun. Tidak
semua orang ikut terlibat seperti halnya perempuan, karena berbagai
alsan yang tidak logis. Penglibatkan perempuan seperti tabu bagi
masyarakat kampung. Seharusnya, keterlibatan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan di kampung-kampung sangat diperlukan. Karena hanya
perempuan yang mengetahui kebutuhan khusus perempuan. Oleh sebab itu,
perempuan harus dilibatkan. Sementara perempuan sendiri harus mau dan
berani melibatkan diri, tanpa harus menunggu perintah atau aba-aba dari
pihak laki-laki. Perempuan Aceh tidak cukup hanya berbangga dengan
kehebatan perempuan masa lalu, tetapi harus belajar dari mereka. Sebab
zaman dahulu di Aceh pelibatan perempuan itu sangat baik. Sebagai contoh
di IDI Rayeuk ada Cut Mak Rampang yang menjadi pilar pembangunan IDI
Rayeuk, Ia keturunan Ule balang, tetapi mau melibatkan diri dalam semua kegiatan
kewedanaan. Padahal beliau sudah hidup senang dengan kemewahan. Namun
beliau tidak mau terima dan menikmati begitu saja. Beliau ikut untuk
melahirkan kebijakan - kebijakan terhadap orang banyak. Sehingga setelah
meninggal ayah beliau, beliau menerima tahta dan melanjutkan
pembangunan IDI Rayek. Ini hanya satu contoh. Masih banyak contoh lain
yang harus kita teladani. Ini artinya, perempuan bisa
berperan aktif menjaga adat dan budaya kita. Perempuan bisa memainkan
peran pentingya, sebab pepetah lama mengatakan.
Baik perempuan pada suatu negri, maka baiklah negeri itu
Maju dan bijaksana para perempuan sebuah negri, maka makmurlah rakyatnya
Dan……
Jika rusak perempuan di sebuah negeri, maka rusaklah negri itu
Pasti kesengsaraan dan penderitaan akan datang
¬ Mantan Guru SMA Banungong Jeumpa, Yayasan IDI Putra, Aceh Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar