tag:blogger.com,1999:blog-1984986331105217253.post7900078922259243997..comments2023-10-29T19:08:00.667+08:00Comments on ILMU PENGETAHUAN SOSIAL: Karesidenan Surakarta Paling Rawan Konflik AgamaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/01095476274290909235noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-1984986331105217253.post-19084862515109700402012-05-07T01:07:15.152+08:002012-05-07T01:07:15.152+08:00Terima kasih atas animonya, mudah-mudahan masyarak...Terima kasih atas animonya, mudah-mudahan masyarakat yang bersangkutan jangan terjadi lagi konflik agar indonesia bersatu dan jaya jangan terpecah belah dengan masalah yang sepele. Indonesia adalah bhinneka tunggal ikaAnonymoushttps://www.blogger.com/profile/01095476274290909235noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1984986331105217253.post-50305703848973113162012-05-06T04:09:13.088+08:002012-05-06T04:09:13.088+08:00kalau menurut pendapat pribadi saya dari yg amati ...kalau menurut pendapat pribadi saya dari yg amati selama sya di semarang n solo memang potensinya lebih besar solo,,<br /><br />di solo memang dari segi tutur bahasa n sopan santun memiliki nilai lebih, tapi menurutku masyarakatnya agak kurang terbuka.<br /><br />kalau di semarang walau pun lebih keras n kasar, dan sedikit blak-blakan (hampir seperti surabaya) namun justru disana tingkat toleransi lebih tinggi. <br /><br />dari artikel yang saya baca mengenai potensi konflik di jawa tengah oleh Mukhsin Jamil, Kapuslit IAIN Walisongo Semarang juga hampir bisa menjelaskan dan agak searah dengan pendapat pribadi saya,<br />sumber: http://elsaonline.com/?p=802<br /><br />masyarakat pesisir:<br />"Pantura (masyarakat pesisir), memiliki karakteristik yang sesungguhnya terbentuk secara alamiah dipengaruhi oleh keadaan alam. Contohnya mereka sangat terbuka dan terbiasa berbicara dengan nada keras, hal itu dikarenakan mereka dekat pantai yang tidak asing dengan deru ombak. Fenomena lainnnya, jika dilihat secara historis, maka lintas kultural terjadi di daerah pesisiran yang kita kenal dengan”nusa jawa silang budaya”, dalam hal ini masyarakat pesisir mengalami proses sentuhan globalisasi, Cinaisasi, Arabisasi, Westernisasi, sehingga masyarakat pesisir mempunyai karakter yang unik. Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila kota-kota besar tumbuh di daerah pantura seperti Surabaya, Semarang dan Jakarta.<br /><br />Konflik agama dan budaya menjadi konflik yang majemuk di daerah tersebut. Sebagai contoh Semarang. Meskipun berbagai tradisi telah melebur, akan tetapi di sisi lain ada situasi multikultural dimana semua kelompok tetap eksis dan berkembang, seperi Arab, Cina dll. Sehingga mereka saling memotong dalam sebuah tradisi toleransi. Sebagai contoh terdapat kesaaman agama tetapi berbeda etnis atau berbeda ekonomi. Oleh karenanya, di daerah pantura sebuah konflik biasa muncul dari fenomena seperti itu."<br /><br /><br />masyarakat solo:<br />Sementara Surakarta mempunyai kekhasan tersendiri. Bisa dibayangkan, dulu kota ini pernah jadi basis abangan, sekarang tumbuh subur Fundamentalisme Islam. Konfllik internal dan antar umat beragama sekarang sudah merembet ke Banjarnegara. Di Solo sendiri, MTA FPI ,Muhamadiyyah NU, Kejawen semua tumbuh berkembang. Jika dilihat, karakter NU di Solo bisa jadi berbeda dengan yang lain. Mereka bergandeng dengan kelompok Islam fundamentalis sudah biasa, bahkan sering membentuk forum bersama. Dari keberagaman tersebut, akhirnya mereka beradaptasi secara bersamaan. Inilah dimensi positif dari konflik yakni transformasi. Disana terdapat resistensi tetapi ada juga reproduksi, mereka tetap mempertahankan identitas, akan tetapi juga mereproduksi nilai-nilai baru yang bersesuaian dengan yang lain. Hal tersebut disebabkan karerena Solo menjadi kota yang sangat dinamis sebagai lokus pergerakan.<br /><br /><br />itu menurut pendapat saya,,Yuli Imam Ma'arifhttps://www.blogger.com/profile/08344244704609863047noreply@blogger.com