Kamis, 26 Juli 2012

Meluruskan Sikap dalam Ujian

Meluruskan Sikap dalam Ujian

M. Rasyid Nur
OPINI | 15 June 2012 | 23:09 Dibaca: 24   Komentar: 0   2 dari 2 Kompasianer menilai bermanfaat
DILIHAT dari jenis dan tujuan test alias ujian alias evaluasi (sengaja saya sejajarkan saja walaupun bisa berbeda) yang lazmin dilaksanakan di sekolah, ada beberapa test yang kita dengar dan praktikkan. Ada test diagnostik, formatif, sumatif dan test akhir tahun. Test diagnostik dilakukan dalam usaha mencari jawaban atas kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Seorang guru yang bijaksana tidak akan membiarkan peserta didiknya terus-menerus dalam kesulitan sewaktu pembelajaran dilangsungkan. Dalam keadaan seperti itulah diperlukan test diagnostik.
Test formatif dilaksanakan untuk mengetahui sajuh mana kemajuan belajar peserta didik sudah berjalan. Test ini disebut juga sebagai test atau ujian untuk mengukur tingkat kemajuan pemahaman peserta didik dalam pembelajaran yang sudah berjalan. Sementara test sumatif dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik kita sudah mencapai tujuan pembelajaran yang sudah kita tetapkan sebelumnya. Istilah pritest dan atau postest yang juga kita kenal, lebih dilihat dari waktu pelaksanaan test itu dalam proses pembelajaran. Pritest untuk test yang dilaksanakan sebelum pembelajaran sementara postes adalah yang dilaksanakan di akhir pembelajaran atau sesudah pembelajaran berlangsung. Instrumennya biasanya sama bisa pula berbeda.
Lalu test akhir tahun yang dilaksanakan untuk  mengetahui  pencapaian kompetensi minimal yang sudah ditentukan dan apakah terserap atau tidak oleh peserta didik. Dan test alias ujian jenis ini pula sebenarnya yang dilaksanakan ketika kita melaksanakan ujian akhir masa pendidikan di satuan pendidikan. Ujian Kenaikan Kelas atau Ujian Akhir Sekolah yang lebih populer dengan istilah UN (Ujian Nasional) pada hakikatnya adalah ujian untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik itu.
Bulan ini (Juni) dan bulan depan adalah bulan pelaksanaan ujian khususnya kenaikan kelas. Memperhatikan beberapa jenis test (ujian) yang selalu kita lakukan, terasa betul kalau gengsi UN masih dipandang sebagai ujian tertinggi berbanding beberapa bentuk ujian yang ada di sekolah termasuk jika dibandingkan dengan gengsi ujian kenaikan kelas di bulan ini. Mengapa demikian?
Kesalahan memandang UN sebagai penentu keberhasilan siswa membuat UN seolah-olah segala-galanya dalam menentukan nasib dan masa depan peserta didik. Masa pendidikan tiga tahun (SLTP/ SLTA) atau enam tahun (SD) seolah-olah akan diukur dari ujian dua atau empat hari itu. Akibatnya sekolah, orang tua dan siswa sendiri hanya berpikir tentang UN saja. Itupun hanya memikirkan nilai alias angka saja bukan kompetensi yang dituntut SKL (Standa Kompetensi Lulusan) dan SI (Standar Isi) seperti tuntutan silabus atau kurikulum.
Dari situ pula bermulanya aneka kecurangan dan penipuan baik dalam proses UN maupun dalam menentukan dan menetapkan nilai sebagai acuan kelulusan. Dari situ pula hilangnya sikap yang benar terhadap ujian atau test yang diselenggarakan sekolah.
Sesungguhnya semua ujian haruslah dipandang sama pentingnya. Tidak boleh ada anggapan seolah-olah hanya UN saja yang penting. Sikap ini hasrusnya diluruskan. Ujian-ujian dimakhir tahun pelajaran (kenaikan kelas) atau ujian di awal tahun pelajaran (semester ganjil) mestinya diperlakukan sebagaimana kita memperlakukan UN juga. Atau jika dibalik, UN mestinya dianggap sama saja dengan ujian semester ganjil dan ujian semester genap itu. Bahkan ujian-ujian harian, ujian tengah semester pun harusnya disikapi secara sama seperti UN.
Dengan demikian, tidak perlu ada lagi anggapan UN yang angker, UN yang menakutkan dan lain sebagainya. Semua ujian atau test itu sama saja. Jangan dibeda-bedakan menyikapinya. Yang ingin diukur dari semua ujian itu adalah kompetensi bukan menciptakan atau mencari nilai semata.
Lagi pula kita tahu, menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 57: 1) bahwa ujian alias evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Di ayat dua dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Tidak ditegaskan bahwa salah jenis ujian lebih penting dari pada lainnya. Tidak juga UN dikatakan lebih penting dari pada UKK (Ujian Kenaikan Kelas) misalnya. Atau UAS (Ujian Akhir Sekolah) juga tidak dikatakan lebih penting dari pada UKK. Sesungguhnya semua ujian sama pentingnya. Lalu mengapa UN masih dianggap yang paling penting?
Penyebab UN masih dianggap sebagai ujian maha penting tidak lepas dari perannya yang juga dianggap penting sebagai penentu dan pemutus berhasil-tidaknya seorang peserta didik dari satuan pendidikannya itu tadi. Akibatnya ya, kesalahan sikap itu tadi. Maka sebaiknya segera diluruskan sikap keliru itu.***

Siswa Bebas, Mengapa Harus Takut?

Siswa Bebas, Mengapa Harus Takut?

M. Rasyid Nur
REP | 26 June 2012 | 07:41 Dibaca: 26   Komentar: 0   Nihil
KEBEBASAN yang diberikan guru –Pembina OSIS– kepada siswa –Pengurus OSIS– terbukti tidak seperti yang dikhawatirkan. Tidak ada kekacauan atau perkelahian antar sesama siswa. Pertandingan olahraga antar kelas yang merupakan program OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) setiap habis ujian itu berjalan lancar. Dan yang membanggakan mereka seperti sedang melaksanakan pertandingan resmi antar sekolah.
Tadinya memang ada kerisuan dan nada-nada khawatir. Sebagian guru merasa risau kalau pertandingan olahraga itu tidak diatur sedemikian rupa oleh guru akan berbuntut kacau. “Jangan biarkan mereka sesama mereka saja yang mengatur dan melaksanakan,” begitu keluhan awal. Alasan lain karena anggapan para siswa SMA itu masih muda-remaja yang masih perlu bimbingan dan pengaturan dari guru. Belum akan mampu dilepas begitu saja. Kurang lebih begitu kekhawatiran kelompok itu.
Tapi satu kubu lagi menganggap bahwa untuk kegiatan seperti pertandingan olahraga antar kelas (rombel= rombongan belajar) pasca ujian semester, itu adalah aktifitas biasa dan sudah selalu dilaksanakan siswa sebagai pengurus dan anggota OSIS. Dua kali dalam satu tahun (semester ganjil dan genab) pengurus OSIS selalu membuat dan melaksanakan class meeting dengan aneka kegiatan. Tidak hanya bidang olahraga tapi bidang seni dan keterampilan lain juga pernah mereka buat.
Sebagai salah seorang guru, saya bangga sekali menyaksikan mereka bertanding siang itu. Sambil mengerjakan pekerjaan rutin di sekolah, saya melihat mereka lewat jendela kaca. Sungguh serius mereka bertanding di halaman sekolah yang dijadikan lapangan olahraga itu. Di halaman sekolah memang ada lapangan volly, sepak takrau dan futsal sekaligus. Di situ juga lapangan upacara dan apel lainnya.
Seperti pagi menjelang siang (Senin, 25/06) itu mereka baru saja memulai pertanding futsal di hari pertama pasca ujian kenaikan kelas yang berakhir Sabtu lalu. Selepas Apel Senin Pagi para pengurus OSIS saya lihat sibuk mengatur dan memberi penjelasan lewat pengeras suara sekolah. Terdengar suara yang menjelaskan bahwa pertandingan pertama pagi itu adalah antara kelas X vs kelas XI yang diikuti suara tepukan pendukung masing-masing kelas. Saya tidak tahu persis, kelas X dan XI berapa. Yang saya tahu, kelas X ada empat rombel dan kelas XI ada lima rombel di sekolah ini.
Mereka tampak gagah berbaju seragam yang entah dari mana mereka dapat. Yang pasti itu bukan seragam milik sekolah. Mereka pasti berusaha mencarinya sendiri. Jurinya yang juga adalah seorang siswa tampak lebih gagah dan tegas memimpin teman-temannya dalam pertandingan itu. Saling serang dan saling kejar di tengah teriknya sinar matahari pagi menjelang siang itu dapat dikendalikan oleh pengadil tanpa pembantu itu.
Di tepi lapangan, di bawah pokok-pokok yang rindang, para pendukung kedua grup yang bertanding plus simpatisan dari kelas lain saling bersorak memberi dukungan seperti layaknya pertandingan besar. Saya benar-benar bangga dan puas menyaksikan mereka bertanding dengan supporter yang saling sorak dan bahkan saling mengejek namun tetap aman terkendali.
Masihkah harus takut mereka mengatur diri mereka? Ternyata pertandingan di hari pertama berjalan dengan baik dan lancar. Tak ada protes dari masing-masing kubu. Dan tentu saja seperti itulah harapan untuk hari-hari berikutnya. Jadwal class meeting itu empat hari menjelang pembagian rapor nanti.
Sesungguhnya kebebasan yang diberikan dalam bentuk seperti itu adalah bentuk kebebasan yang bernilai positif. Itu tentu saja akan menjadi pembelajaran yang baik dan bermanfaat bagi peserta didik. Kepemimpinan yang mereka pelajari dalam oraganisasi seperti OSIS dapat mereka terapkan. Tentu saja kendali terbatas masih ada di tangan guru.
Bahwa kebebasan dapat membawa malapetaka, lihat dulu… kebebasan seperti apa? Bahwa anak muda belia rentan menyelewengkan kebebasan yang diberikan, lihat dulu… penyelewengan seperti apa? Di sekolah-sekolah maju di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Jogya dan lain-lainnya, sesungguhnya sudah terbiasa memberi kebebasan yang justeru bernilai positif di kalangan para siswa. Dengan kebebasan terkendali para siswa dapat berkreasi positif.
Para guru di sekolah-sekolah di daerah yang jauh dari kota, perlu memang belajar dan melaksanakan hal yang sama. Masa-masa pasca semesteran seperti saat ini adalah masa-masa yang baik untuk hal itu. Bahkan dalam liburan yang mengakhiri tahun pelajaran pun dapat dimanfaatkan sebagai tempat menmgekspresikan kebebasan siswa dalam bentuk kegiatan positif, tentunya. Semoga!***

Sertifikasi Guru Menyedihkan Guru

Sertifikasi Guru Menyedihkan Guru

M. Rasyid Nur
OPINI | 22 June 2012 | 09:28 Dibaca: 153   Komentar: 9   Nihil
KELUHAN guru berkaitan kebijakan sertifikasi guru sudah sering diulas. Di blog ini juga sudah beberapa kali ditulis para kompasianer. Seorang kompasianer yang juga seorang guru pernah berkisah tentang nasib malang yang menimpa salah guru akibat kebijakan sertifikasi. Sedih memikirkannya.
Pertemuan sosialisasi pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk para guru di Kabupaten Karimun beberapa waktu lalu (Rabu, 22/06) kembali mengusik perasaan saya. Sebagai guru, informasi tentang syarat pembayaran TPG yang disampaikan terasa ada yang tidak tepat.
Bukan saja karena ada guru yang ‘terpaksa’ dikorbankan jam mengajarnya karena mempertimbangkan guru-guru yang sudah memiliki sertifikat akan tetapi penjelasan tentang kewajiban mengajar 24 (dua puluh empat) jam tatap muka hanya untuk mata pelajaran yang sesuai sertifikat saja, inilah yang membuat dilema tersendiri. Di satu sisi, mata pelajaran tersebut belum ada gurunya sehingga harus diampu oleh guru jurusan/ sertifikat lain. Tapi di sisi lainnya konon, peraturannya tidak mengakui sebagai jam tatasp muka yang dapat perhitungkan jumlah tatap mukanya.
Tentu saja menjadi pertanyaan besar, lalu siapa yang mau mengajar mata pelahjarasn itu jika tidak diakui sebagai penambah jam kurang tersebut?  Sudah pasti, Kepala Sekolah akan membuat kebijakan pengalihan tugas mata pelajaran itu kepada guru yang ada dengan prioritas Mata Pelajaran serumpun bila mana ada mata pelajaran yang sudah ditetapkan dalam kurikulum tapi belum ada gurunya. Bahkan bisa jadi, demi kelancaran pembelajaran, untuk mata pelajaran yang tidak ada guru spesialisasi (sertifikat) itu boleh jadi akan dibebankan ke guru yang sama sekali tidak serumpun asal dia menguasai meterinya.
Peliknya kebijakan sertifikasi di lapangan bisa jadi tidak tergambarkan oleh pemegang dan pembuat kebijakan di pusat. Bila benar kewajiban mengajar tatap muka 24 jam itu hanya berlaku untuk mata pelajaran yang sama dengan sertifikat, maka akan banyaklah para guru di beberapa sekolah yang kebetulan dipercaya mengajar mata pelajaran lain yang disebabkan belum adanya guru tersebut menjadi gusar dan sedih.
Jika seorang guru harus mengajar 24 jam hanya mata pelajaran yang sama dengan jurusan/ sertifikatnya, disamping belum tentu cukup jumlah jamnya di sekolah tersebut juga harus dipertimbangkan mata pelajaran yang belum ada gurunya itu. Terbukti, di beberapa sekolah masih banyak kekurangan guru tertentu walaupun sudah berlebih untuk mata pelajaran tertentu lainnya. Benar ini karena kebijakan penempatan/ perekrutan yang salah, tapi jelas sekolah dan guru yang menjadi korbannya.
Ambil contoh, di sekolah A misalnya sudah berlebih guru MP Matematika, Fisika, atau Kimia tapi jam pelajarannya kurang. Solusinya biasanya sambil menunggu ada mutasi para pendidik ini juga mengampu mata pelajaran lainnya. Jika proses mutasi tidak juga terjadi, sementara guru untuk mengajar mata pelajaran seperti Mulok, Sosiologi atau Sejarah, misalnya juga tidak ada. Meskipun tidak serumpun, terkadang guru-guru IPA ini harus pula mengajar mata pelajaran IPS tersebut. Haruskah tidak diakui?
Kebijakan mulia untuk meningkatkan profesionalitas guru di satu sisi dan meningkatkan taraf hidup dan martabat guru karena tunjangan yang akan diterima, sesungguhnya malah menjadi jauh dari tujuan itu. Harapan menjadi guru profesional dengan tunjangan yang memadai sama sekali tidak akan terwujud untuk semua guru.
Seyogyanya ada fleksibiltas kewajiban tatap muka yang 24 jam itu untuk beberapa sekolah (kasus) yang menimpa guru. Seperti kebijakan untuk daerah terpencil dengan jumlah siswa yang terbatas, toh Pemerintah dapat membuat kebijakan khsus agar tunjangan sertifikasi ini tetap dapat dinikmati guru. Maka sekolah-sekolah di kota dengan problematika dan dilematika seperti di atas itu semestinya juga dapat diterapkan kebijakan khusus agar guru tidak dirugikan. Kalau tidak, kebijakan sertifikasi ini memang akan membuat sebagian guru tetap bersedih.***

Sekolah Sehat: Berlomba bukan Bertanding

Sekolah Sehat: Berlomba bukan Bertanding

M. Rasyid Nur
OPINI | 27 June 2012 | 08:41 Dibaca: 66   Komentar: 0   Nihil
BEBERAPA waktu lalu diumumkan pemenang Sekolah Sehat 2012 oleh Tim Penilai Sekolah Sehat di lingkungan kerja UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Pendidikan Kecamatan Meral-Tebing Kabupaten Karimun. Pengumuman yang dibacakan langsung oleh Kepala UPTD Meral- Tebing, Ibu Riauwati itu diawali dengan ekspos keadaan sekolah dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas (SMA, MA, SMK) di kecamatan itu oleh Kepala Puskesmas Meral. Kepala Puskesmas adalah ketua sekaligus pemrakarsa program dan kegiatan Sekolah Sehat.
Kriteria sekolah sehat menurut paparan itu antara lain, bahwa sekolah harus, 1) Memiliki program pembekalan untuk siswa dan guru perihal pemahaman, pengetahuan dan perilaku sehat. 2) Memiliki pemahaman tentang pentingnya makanan dan minuman sehat. 3) Memiliki pemahaman tentang pentingnya kesehatan jasmani atau pisik. 4) Memiliki emosi dan tindakan yang sehat dalam tindak-tanduk sehari-hari. Dan ada beberapa lagi saya dengar dijelaskan Pak Dokter. Tentu saja sasaran yang dimaksud dokter itu adalah sekolah dan warga sekolah secara keseluruhan.
Dari ekspos Pimpinan Puskesmas itu tergambar jelas seperti apa keadaan sekolah di Kecamatan Meral yang dalam beberapa waktu sebelumnya telah diperiksa dan dinilai oleh tim juri. Dengan menggunakan slide dalam bentuk foto-foto serta penjelasan yang luas saya memahami penjelasan dokter itu, bagaimana ideal dan indahnya sekolah sehat. Tidak hanya sekolah-sekolah di Meral yang dijelaskannya tapi juga sekolah sehat secara umum.
Sehabis ekspos langsung saja diumumkan sekolah-sekolah yang keluar sebagai pemenang pada tahun ini. Diumumkan untuk enam besar terbaik (juara I, II, III dan harapan I, II dan III) mulai dari TK hingga SLTA. Sekolah-sekolah yang tahun lalu sudah meraih juara pertama, tahun ini tidak diikutsertakan lagi dalam penentuan pemenangnya. Namun tetap terus dinilai dan dievaluasi oleh pihak terkait.
Sekolah-sekolah pemenang diberi penghargaan berupa piala, piagam dan hadiah lainnya. Camat Meral, Iryandy langsung menyerahkan piala dan piagam kepadam para Kepala Sekolah pemenang lomba sekolah sehat di Meral itu. Tentu saja ada rasa bangga bagi setiap sekolah yang berhasil sebagai pemenang.
Sesungguhnya kegiatan pagi itu adalah finishing dari program Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) berkaitan sekolah sehat. Beberapa tahun belakangan Puskesmas di Kabupaten Karimun memang selalu mengadakan lomba sekolah sehat. Lomba yang melibatkan semua sekolah –dari TK hingga SLTA– itu dilaksanakan di kecamatan tempat beroperasinya Puskesmas tersebut. Pemenang tingkat kecamatan akan bersaing pula dengan sekolah lain di kecamatan lainnya. Begitu seterusnya sampai ke tingkat kabupaten.
Bagi sekolah, program sekolah sehat ini sangatlah membantu dalam usaha menyukseskan Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) misalnya, yang memang sudah ada sejak lama di setiap sekolah. Dikaitkan dengan program Adiwiyata, program sekolah sehat versi Puskesmas ini sangatlah menolong.
Di program Adiwiyata yang merupakan program pengelolaan lingkungan sekolah yang sehat dan hijau yang penilaiannya berjenjang dari tingkat (kelurahan, kecamatan hingga nasional), sesungguhnya program sekolah sehat sejatinya didukung oleh semua pihak. Dan lomba-lomba yang dilaksanakan oleh pihak manapun, termasuk oleh Puskesmas hendaknya dijadikan pijakan kokoh dalam mengelola sekolah menjadi sekolah yang bermutu pisik dan psykhisnya.
Ada kekeliruan kecil dalam sikap yang tak disadari tapi dilakukan sekolah dalam menyikapi lomba sekolah sehat ini. Seolah-olah satu sekolah berusaha mengalahkan sekolah lain dalam wilayah lomba yang diikutinya hanya sekedar untuk mendapatkan predikat juara. Akibatnya, jika sudah tak ada lomba maka pengelolaan lingkungan sekolah yang sehat sudah tidak perlu lagi.
Padahal dalam lomba meskipun juga ditentukan pemenangnya, tapi kemenangannya tidak dengan merasa harus mengalahkan sekolah lain yang menjadi saingan. Dalam lomba, penentuan pemenangnya justeru karena kemampuan mengalahkan kesalahan dan kekeliruan diri sendiri. Dalam lomba, tidak diharuskan berhadap-hadapan dengan lawan dalam mengejar kemenangan. Lawan yang sesungguhnya adalah diri sendiri.
Jika setiap sekolah memandang kalau pemenang sekolah sehat bukan ditentukan dengan bertanding yang mengharuskan berhadap-hadapan dan saling mengalahkan satu sama lain, maka sejatinya sekolah yang diikutkan dalam lomba tidak harus merasa melawan sekolah lain dalam keikutsertaan sekolahnya dalam lomba. Ada tak ada lomba, semestinya sekolah terus-menerus ditingkatkan pengelolaannya menuju kriteria sekolah sehat yang sudah ditentukan.***

Guru Ambil Muka Vs Guru Punya Muka

Guru Ambil Muka Vs Guru Punya Muka

M. Rasyid Nur
OPINI | 18 July 2012 | 07:50 Dibaca: 53   Komentar: 4   Nihil
AWAL tahun pelajaran baru sudah pun dimulai. Suasana dan pikiran kembali berada di sekolah pasca libur kenaikan kelas. Sekolah, dengan komponen guru, siswa dan pegawai kembali menjadi perhatian bersama. Saya sendiri sebagai guru sesungguhnya tidak ada jeda waktu untuk tidak merasa berada di sekolah. Libur dan tak libur, pikiran tetap ada di seputar sekolah. Kembali teringat oleh saya karakter tak baik di kalangan sebagian kecil guru.
Guru atau pendidik ternyata bisa juga dituduh suka ‘mengambil muka’. Dua sikap (pro dan kontra kebijakan) ternyata tidak hanya ada di profesi lain. Yang pro disebut oleh yang kontra sebagai kelompok penjilat atau ‘pengambil muka’ sementara yang kontra oleh yang pro disebut pula sebagai pembangkang atau penantang.
Dua komunitas ini memang selalu ada dalam suatu organisasi/ lembaga yang melibatkan banyak orang. Tidak hanya di lembaga pemerintah tapi juga ada di lembaga swasta. Tidak hanya ada di organisasi politik tapi juga di organisasi profesi dan teknis. Pokoknya komunitas dengan level atasan-bawahan atau pimpinan dan anak buah maka kemungkinan pembelahan blok kiri-kanan atau pro-kontra tidak dapat dinapikan.
Di sekolah, dengan komponen kepala sekolah, guru-pegawai, siswa semestinya memang tidak perlu ada sikap pro-kontra dalam fungsi dan tanggung jawab sehari-hari. Guru (termasuk kepala sekolah dan para wakilnya) tugas utamanya sudah jelas  sebagai pendidik. Sebagbai seorang pendidik yang mesti menjadi perhatian dan tanggung jawab sejatinya adalah mengelola dan melaksanakan pembelajaran. Mestinya tidak boleh keluar dari rambu-rambu dan koridor keguruan, pendidikan dan pengajaran-pembelajaran itu sendiri. Fungsi dan kedudukan guru jelas dan nyata adalah sebagai tenaga profesional di lembaga pendidikan.
Dalam bagian awal Undang-undang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (psl 1 ayat 1) Undang-undang No 14/ 2005. Itu nyata dan tegas adanya.
Dengan 11 (sebelas) item hak seperti tercantum di Undang-undang (psal 14) itu, guru pun mempunyai kewajiban yang tidak ringan. Seorang guru berkewajiban  merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang dia laksanakan. Selanjutnya guru juga berkewajiban untuk meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensinya secara berkelanjutan dst… dst…. (psl 20). Sangat jelas dengan kewajiban seperti itu tidak ada waktu buat guru untuk membuat polemik pro-kontra di sekolah perihal kebijakan sekolah. Guru, mestinya fokus ke situ saja.
Sejatinya guru hanya berpikir tentang kesuksesannya merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Seharusnya juga guru hanya berusaha menjadikan proses pembelajaran sebagai suasana yang menyenangkan bukan saja bagi peserta didik tapi juga bagi gurunya sendiri. Rasa enjoy yang seimbang antara guru dan murid terkadang hanya mudah pada teori tapi sulit pada praktik. Ini satu dari sekian masalah yang mesti diperhatikan guru.
Yang pasti, sebagai guru dengan fungsi sebagai agen perubahan tingkah laku seharusnya tiada hari-hari aktivitasnya kecuali untuk fungsi pokok dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Tak ada waktu baginya berprilaku seperti politisi yang terkadang harus bermuka dua. Istilah area abu-abu untuk ruang politisi cukup menjelaskan bahwa politisi memang tidak mungkin bertingkah dan berbicara dalam satu garis lurus saja. Tapi guru tidak harus seperti itu.
Syahdan, tapi apakah memang ada guru yang bersikap pro-kontra di sekolah? Saya menyebut di sini sebagai guru ‘pengambil muka’ dan guru yang masih ‘punya muka’ dalam artian guru dengan fokus pada fungsi dan tanggung jawabnya di satu sisi dan guru yang cenderung melihat ‘angin di bukit’ demi kepentingan pribadi di sisi lainnya. Untuk kategori terakhir inilah saya menyebut si pengambil muka itu.
Saya memperkirakan bahwa dua jenis karakter pendidik ini selalu dan pasti ada di sekolah. Bagi guru yang sudah malang-melintang di dunia pendidikan sekian lama akan merasakan fakta pro-kontra guru dalam kebijakan sekolah yang melahirkan guru pengambil muka di satu sisi dan guru dengan idealis murni yang tetap mempertahankan kejujuran bekerja di sisi lain itu.
Tidak pantas sesungguhnya membahas fenomena jelek ini. Tapi sebagai guru atau siapa saja yang cinta pendidikan Indonesia, kejelekan sekecil apapun yang dapat merusak tatanan dan nama baik sekolah sebagai lembaga pendidikan, mesti dibicarakan. Harus ada jalan untuk menyelesaikan kekeliruan itu. Kepala Sekolah akan merasakan betapa beratnya mewujudkan tujuan pendidikan (mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa) yang dirumuskan pada pasal 3 UU Sisdiknas itu.
Di undang-undang itu lebih lanjut dikatakan bahwa pendidikan nasional diselenggarakan dengan tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sungguh mulia sekaligus maha berat mewujudkan tujuan itu jika penyelenggara pendidikan dan pembelajaran adalah orang-orang yang berada pada posisi pro kontra terhadap kebijakan sekolah.
Oleh sebab itu sudah saatnya insan pendidik tidak lagi memaksakan keinginan yang nyata tidak sejalan dengan ketentuan dan aturan yang bermaksud mewujudkan tujuan pendidikan yang mulia itu. Harus ada keinginan kuat dari setiap individu guru untuk bersatu dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Hanya itu cara untuk menghilangkan pro kontra kebijakan sekolah yang ujung-ujungnya melahirkan pagar pemisah di antara guru.
Perihal kenyataan terasa selalu ada kebijakan sekolah yang tidak sesuai perinsip-perinsip kebenaran dan kejujuran dalam pengelolaan pendidikannya, tetap hanya ada satu cara mengatasinya yaitu bersatu (semua guru) melawan ketidakbenaran yang dikembangkan sekolah (misalnya Kepala Sekolah atau Yayasan) yang nyata-nyata menyimpang dari ketentuan. Guru tidaka harus membuat blok yang memisahkan yang memisahkan hanya karena ingin dekat dengan kebijakan yang sebenarnya tidak baik. Sebaliknya juga guru tidak mesti menjauh dari kebijakan yang sudah benar disebabkan faktor-faktor subjektif yangt merugikan. Dengan bertahan pada idealisme kejujuran dan kebenaran demi integritas tugas maka guru akan tetap mempunyai ‘muka’ yang layak digugu dan ditiru.***

Guru Menggugat

Guru Menggugat

 M. Rasyid Nur

OPINI | 25 July 2012 | 16:50 Dibaca: 221   Komentar: 11   2 dari 4 Kompasianer menilai bermanfaat
KEBIJAKAN kabupaten/ kota (Pemerintah Daerah) yang tidak membayar tunjangan sertifikasi guru dengan alasan melaksanakan petunjuk Pusat perlu dipertanyakan. Kebijakan itu tidak hanya serasa menyengsarakan guru tapi juga tidak mudah memahaminya. Juknis (Petunjuk Teknis) yang dijadikan alasan tidak membayar masih menimbulkan perbedaan pemahaman. Sekurang-kurangnya oleh saya.
Pada juknis “Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Guru yang Diangkat Jabatan Pengawas Satuan Pendidikan Melalui Dana Dekonsentrasi” yang dikeluarkan Kemdiknas (Kemdikbud) pada tahun 2012 pada bagian D (Kriteria Penerima) dijelaskan bahwa tunjangan profesi diberikan kepada setiap guru yang sudah ditetapkan oleh Kemdikbud sebagai penerima tunjangan profesi guru PNSD yang melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dijelaskan ada 6 (enam) kriteraia yang berhak menerima tunjangan profesi melalui transfer daerah ini.
Kewajiban mengampu MP sebanyak 24 jam per minggu seharusnya tidak bisa menjadi angka kaku mengingat beberapa hal: 1) Ada banyak guru yang menumpuk di satu sekolah untuk MP yang sama sehingga masing-masing guru tidak mungkin mendapatkan angka 24 jam itu. Penyebab menumpuk tentu saja bukan atas kemauan guru belaka mengingat wewenang menata (baca: memutasi) guru itu adalah wewenangnya Pemerintah c.q Dinas Pendidikan. Kepala Sekolah hanya mengatur dan mengelola saja. 2) Permendiknas 39/ 2009 yang mengatur beban mengajar guru sesungguhnya memberi beberapa alternatif tugas tambahan untuk pemenuhan jam mengajar agar menjadi sama (ekuavalen) dengan 24 jam. Pada pasal 5 Permendiknas itu jelas tidak semata MP yang sama dengan sertifikat guru saja. Bisa pula MP yang lain dan atau tugas tambahan lain. 3) Perbaikan Permendiknas yang sama pada Permendiknas 30/ 2011 hanya memperjelas waktu penataannya saja, tidak pada perubahan penegasan jam pada MP yang sama seperti alasan Dinas Pendidikan untuk tidak membayarnya.
Seharusnya ada pertimbangan kemanusiaan dari pemnerintah bagi para guru yang nayata-nyata mengajar lebih dari 24 jam meskipun tidak semuanya pelajaran yang sama dengan sertifikatnya. Bukankah kewajiban mengajar itu justeru dibebankan oleh Kepala Sekolah? Dan Kepala Sekolah sendiri melakukan itu disebabkan memang adanya guru yang sama untuk MP dimaksud. Sementara pembelajaran untuk MP itu wajib tetap dilaksanakan karena itu untuk memenuhi kurikulum yang sudah ditetapkan pemerintah.
Ada guru mengajar 27-29 jam per minggu tapi tidak dibayar tunjangan sertifikasinya hanya dengan alasan sebagian jam itu adalah MP lain. Sekali lagi itu adalah tanggung jawab yang diberi oleh Kepala Sekolah. Siapa yang salah? Belum selesainya penataan guru sesuai rasio kebutuhan setiap sekolah semestinya tidak dibebankan korbannya kepada guru. Itu memang bukan kesalahan guru. Kunci yang mesti dipegang, apakah guru tersebut benar-benar mengajar sesuai angka itu dan segala perangkat pembelajarannya dikerjakan dengan benar. Maka seharusnya mereka berhak menerima tunjangan itu. Tak adakah pertimbangan buat pendidik bangsa ini? Wallohu a’lam.***

Senin, 23 Juli 2012

TV One, Ditinggalkan Karni Ilyas


TV One, Ditinggalkan Karni Ilyas

REP | 22 July 2012 | 22:24Dibaca: 2127   Komentar: 53   14 dari 18 Kompasianer menilai aktual

134296988576620386
tribunnews.com.Karni Ilyas diprotes Bonek
.
Terus terang saja memang saya termasuk yang menyesalkan kenapa Karni Ilyas masih bertahan di TV One, dengan kasusnya Lapindo dan Nurdin Halid, telah menghapus seluruh bangunan image yang telah dibangunnya sendiri terutama image dirinya sebagai kampiun televisi berita. yang mampu membawa berita sebagai komoditas penarik pemirsa.
(http://www.bisnis.com/articles/karni-ilyas-akan-tinggalkan-tv-one-bagaimana-nasib-indonesia-lawyer-club)
Sejak lama tak terbayangkan bahwa berita menjadi sumber pendapatan utama stasiun televisi, bahkan Metro TV saat itu tidak mampu menjadikan berita sebagai komoditas yang menguntungkan. Tetapi satu satunya hanya karni ilyas yang bisa membuktikannya, seiring dengan kesuksesan TV Aljazeera, dan juga kesuksesan Metro TV di awal pendiriannya. Tidak tahu sebabnya, Metro TV kemudian berbelok menjadi TV biasa yang tidak memnjadikan berita sebagai produk utama penghasilan perusahaan.
Tibalah saatnya semua ide2nya barangkali akan tersalurkan dengan baik, datanglah TV One dari keluarga Bakrie untuk membangun TV One sebagai TV berita, mendesain TV one sebagai TV yang produk utamanya adalah pemberitaan. Maka dengan senang hati Karni datang dan mendesain seluruh manajemen dengan pemberitaan sebagai produk utama. dari kemasan hingga pendukung produknya.
Jualan tvOne bukan rating, tetapi image,” tutur Karni. “Saya sudah membuktikan di SCTV. Dalam enam tahun, tahun pertama Divisi News masih merugi. Tahun kedua mencapai BEP. Tahun ketiga sampai keenam, kita untung tidak tanggung-tanggung, Rp 120 miliar per tahun. Ini net profit, sudah dikurangi gaji karyawan dan lain-lain.” Metro TV tewas dilibas oleh TV One, Bahkan TV One memperoleh rating tertinggi diatas tayangan hiburan yang lain, saat operasi penggrebekan rumah Nurdin M. Top di Temanggung.
Jakarta Lawyers Club, adalah primadona acara pemberitaan dan pembahasannya yang langsung dikomandani oleh Karni Ilyas sendiri, dan memang berhasil memukau dan menjadi ikon pemberitaan serta pembahasannya, bahkan Tempo sebagai pemegang pembahasan berita didunia majalah, terlihat seolah tertinggal dan ketinggalan jaman. terseret oleh pembahasan berita dan trend topic berita di TV one. Kedigdayaan Jakarta lawyers klub yag mampu merambah dunia pokitik dengan segala macam berita dan kontoversi ,merupakan lahan garapan yang maha dahsyat sebagai ikon pembawa trend topic dan issue dalam masyarakat terutama politik.
Hal inilah yang kemudian menjadikan komoditas Karni Ilyas meningkat tajam sebagai ikon pembawa trend topic di masyarakat politik, kesuksesan yang justriu menghadirkan kendala baru dan tantangan yang tidak gampang di lalui, hambatan besar menghadang kesuksesannya termasuk dirinya ada didalamnya. Ancaman terhadap roh kesuksesannya menjadi bumerang yang harus memaksanya ada di persimpangan jalan, kalau tidak boleh di sebut terhidangnya buah simalakama dihadapannya. Kebebasannya terancam, yang merupakan roh produk utama TV One. Ramuan menjadi tidak independen sedemikian sehingga menghadirkan kontroversi dikalangan masyarakat terhadap TV One, tentu terhadap dirinya yang tidak menjaga di daerah amannya yaitu Independen.
Karni tidak bebas. Di TV One, Tak bisa dipungkiri bahwa dengan masuknya Bakrie sebagai ikon politik mau tidak mau suka tidak suka, TV One juga terseret kedalam arus kepentingan satu kelompok atau golongan, sudah tidak mampu lagi berdiri Independen. Adalah keharusan Karni Ilyas melayani semua yang diinginkan dan di maui oleh kelompok tersebut. sedemikian sehingga trend topic menjadi hilang dari Tv One, menjadi bulan buanan pemirsa dan masyarakatnya.
Independensi yang menjadi trademark Tv One dibawah Karni Ilyas, terhapus demikian mudah, justru kewajiban  menjaga citra keluarga Bakrie dan sahabat-sahabat Bakrie dengan baik. Trend topik berita lumpur Lapindo tidak pernah menjadi headline news. Mengingkari trend berita yang ada di masyarakat yang juga pemirsa setianya, pemegang kartu rating Penyiaran, bahkan Istilah ‘lumpur Lapindo’ sendiri diubah namanya,
Yang tak kalah kontroversinya adalah ketika peristiwa Nurdin Halid, saat menjadi Ketua PSSI, yang telah melakukan tindakan2 yang tidak populer di masyarakat, mengangkangi PSSI dari penjara, sehingga timbul gerakan melengserkannya, TV One dan ANTV ‘terpaksa’ memihak Nurdin, dengan segala upayanya, yang akhirnya justru menjadi bumerang kepada diri dan acaranya, menjatuhkan Jakarta lawyers Club kedalam jurang yang tak lagi bisa menjadi ikon Independen yang berwibawa kembali.
Terlalu nyata Tv One menjadi kendaraan kepentingan yang tidak populer di mayarakat, sehingga menjadi sumber pemberitaan yang bias dan sumber pelintiran, akhirnya dimasyarakat timbul istilah dan julukan baru untuk TVone, menjadi diplesetkan menjadi TV oon, dengan ikonnya karnie Ilyas. Berdiri didepan membentuk citra kelompok dengan membabi buta memfasilitasi sisi berita tanpa memberikan sisi lain dari berita.
Celakanya sisi berita yang dibelanya adalah sisi berita yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya diu masyarakat, melawan Legal Formal, adalah adagium utama Karni Ilyas untuk tidak dilanggar, Karni tidak pernah mau melawan keadaan yang sebenarnya, Karni justru mengedepankan kesahihan berita nenbuka selip2 berita yang melawan berita2 karena pencitraan.
Adalah berita yang bagus dan aktual, akhirnya Karni Ilyas mesti harus menyelamatkan dirinya sebagai ikon indpenden memperjuangkan kembali, kebenaran melalui berita, hengkang dari TV ONe, Televisi yang telah di besarkannya dengan adagium Independen, dengan ikon Jakarta Lawywers Klub, tetapi apa lacur ternyata justru di gunakan sebagai kendaraan politik dan ditunggangi kepentingan, adalah kondisi yang bertolak belakang dengan asas produk yang di hasilkannya. Kabar yang paling kuat, stasiun televisi yang ‘membajak’-nya adalah salah satu televisi di grup MNC milik Hary Tanoesoedibjo.
Spekulasi yang terkuat, Karni akan mengendalikan Global TV yang kelak akan dijadikan televisi yang porsi beritanya lebih kencang.  Mengembalikan posisinya sebagai Ikon Independen dalam menampilkan berita yang tak berat sebelah, selalu menampilkan pemberitaan dari dua sisi dengan sangat baik dan porsi yang seimbang. Tentu dengan format dan bentuk yang barangkali berbeda, kita tunggu saja apa kelanjutan Karni Ilyas dengan Ikon Indepensensi berita
Semoga cita cita Karni Ilyas dalam mempertahankan ikon berita independen dengan menampilkan dua sisi yang berseberangan dalam satu paket berita, akan menghadirkan wawasan kecerdasan bagi pemirsa dan penontonnya.
Menghindarkan diri dari pola pemcitraan dan kendaraan untuk tunggangan bagi kepentingan kelompok maupun golongan. kepihakan atas kebenaran dan masyarakat adalah asas yang perlu dan harus dipertahankan dan di teruskan sebagai dasar utama membangkitkan pemberitaan sebagai komoditas dikalangan masyarakat Televisi.
Membangun manusia seutuhnya melalui pemberitaan independen dijauhkan dari alat tunggangan pencitraan, yang cenderung membohongi dan mengelabuhi masyarakat atas kejadian yang sebenarnya. dan menjaga masyarakat tetap ada dalam tingkat kecerdasan menerima dan mencerna berita. membiasakan untuk selalu melihat masalah degan bijaksana serta menjauhkan dari stigma dan judgment.
Bravo, Tinggalkan yang tak produktip, dekatkan yang bermanfaat bagi masyarakat sekarang juga dan  seterusnya
Merdela ! Merdeka ! Merdeka !
.
Jakarta 22 July 2012
.
Zen Muttaqin

budaya indonesia yang terlupakan


budaya indonesia yang terlupakan

OPINI | 05 February 2012 | 21:23Dibaca: 880   Komentar: 0   Nihil
Banyak sekali kebudayaan yang sangat unik dan menarik dari Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan banyak provinsi dari Sabang hingga Merauke, Negara tercinta Indonesia patut bangga dengan keanekaragaman seni dan budaya yang tersebar di setiap daerah dan provinsi. Tapi anehnya, sebagai anak bangsa kadang kita tidak mengetahui dan kadang melupakan kebudayaan sendiri, sementara orang luar negeri malah tertarik dengan kebudayaan Indonesia yang unik, menarik dan khas. Bahkan sebagian budaya Negara  tercinta kita diklaim oleh negara lain mulai dari reog ponorogo, dari batik, rendang, hingga lagu rasa sayange. Sebenarnya jika kita lebih bisa mencintai dan mengenal Indonesia lebih dekat lagi maka tidak akan terjadi hal seperti ini dan Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan keanekaragaman flora dan fauna serta hasil tambang dan hasil alam yang berlimpah dan ada yang menyebut negara Indonesia sebagai pulau Atlantis.
Harusnya generasi muda yang meneruskan budaya yang sudah mulai terlupakan Namun para pemuda cenderung mencintai budaya negeri lain yang tak selalu membawa dampak positif bagi kita. Free sex, dugem, merupakan kegiatan yang paling disenangi pemuda kita saat ini. Film tentang cinta menjadi tontonan wajib bagi pemuda bangsa kita.
Sayangnya ketika ada segelintir pemuda yang mencoba mempelajari budaya kita sendiri, teman temannya malah menjerumuskan mereka pada hal yang buruk. Banyak alasan untuk membuat mereka berhenti mencintai negara kita sendiri. Mulai dari gak gaul sampai ndeso en katrok banget jadi alasan yang dipakai mereka.
Sekarang kita cari tahu yuk daftar kebudayaan Indonesia yang unik. Berikut ini sebagian seni dan budaya di Indonesia yang termasuk unik, dan bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita untuk lebih mengenal kebudayaan sendiri.
-Upacara Tabuik Sumatera Barat
Upacara tabuik Sumatra barat termasuk satu dari sekian banyak keunikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Kata ‘tabut’ sendiri asalnya dari bahasa Arab artinya adalah mengarak, upacara Tabuik ini merupakan salah satu tradisi bagi masyarakat yang ada di pantai barat, provinsi Sumatera Barat. Upacara Tabuik sudah diselenggarakan secara turun menurun. Upacara Tabuik ini sering diadakan pada hari Asura yang jatuh pada setiap tanggal 10 Muharram, bulan penanggalan Islam.
Upacara Tabuik ini merupakan simbol dan sebagai bentuk ekspresi warga sebagai rasa duka yang sangat dalam dan juga rasa hormat dari umat Islam yang ada di Pariaman kepada cucu Nabi Muhammad SAW. Setiap penyelenggaraan upacara Tabuik sangat meriah sehingga Pemda setempat pun memasukkan upacara menarik Tabuik ini ke dalam agenda wisata di Sumatera Barat dan diselenggarakan setiap tahun.
-Makepung, Balap Kerbau Masyarakat Bali.
Umumnya masyarakat Indonesia lebih mengenal karapan sapi yang berasal dari Madura. Sedangkan di Bali ada juga upacara Makepung. Kalau di Madura menggunakan hewan sapi, sedangkan Makepung menggunakan kerbau. Tradisi Makepung ini awalnya merupakan permainan bagi para petani yang dikerjakan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Waktu itu para petani ini saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang sudah dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.
Karena kegiatan ini sangat menarik dan di sukai banyak warga, kini upacara Makepung sudah menjadi satu bagian budaya Bali yang sangat unik dan banyak menarik minat wisatawan asing. Dan sekarang ini lomba pacu kerbau inipun telah menjadi agenda tahunan wisata di daerah Bali dan sudah dikelola secara profesional.
-Atraksi Debus Banten
Kalu atraksi debus yang berasal dari Banten ini, pastinya juga sudah di kenal luas, karena memang debus manjadi salah satu seni dan budaya dari Banten yang sangat khas dan menarik dan tentu saja unik sekali. Atraksi debus merupakan atraksi yang sangat berbahaya sekali, dan konon kesenian debus ini berasal dari daerah al Madad. Perkembangan selanjutnya seni bela diri debus ini makin tumbuh besar disemua kalangan masyarakat yang ada di Banten dan menjadi seni hiburan untuk masyarakat setempat.
-Karapan sapi Masyarakat Madura Jawa Timur
Karapan sapi Madura merupakan perlombaan pacuan sapi dari Madura, Jawa Timur. Karapan sapi menjadi salah satu kebudayaan indonesia yang unik dan berasa dari madura. Setiap kali karapan sapi di adakan para penonton tidak cuma disuguhi atraksi adu cepat sapi serta kelihaian para joki yang mengendalikannya, tetapi sebelum di lansungkan karapan sapi, para pemilik biasanya akan melakukan ritual berupa arak-arakan sapi disekelilingi pacuan dan disertai dengan alat musik seronen yaitu perpaduan alat musik khas Madura.
Untuk jarak rute yang di pakai untuk lintasan karapan sapi panjangnya antara 180 meter hingga 200 meter, dan untuk jarak tersebut dapat ditempuh dalam waktu 14 detik sd 18 detik. Agar sapi bisa melaju kencang pada pangkal ekor sapi dipasangi sabuk penuh dengan paku yang sangat tajam. Joki akan melecutkan cambuknya yang sudah diberi dengan duri tajam kearah bokong sapi. Cara ini memang tergolong kejam, tapi akan membuat sapi berlari dengan lebih kencang. Akibatnya tentu akan menimbulkan luka disekitar pantat sapi.
-Upacara Kasada Bromo
Bromo menyimpan banyak keindahan, di sini juga ada kebudayaan unik berupa upacara Kasada Bromo. Upacara ini dilakukan oleh warga masyarakat Tengger yang tinggal di Gunung Bromo Jawa Timur. Masyarakt setempat melakukan ritual Kasada Bromo ini untuk mengangkat seorang Tabib atau dalam bahasa setempat di sebut dukun.
Sebelum pelaksanaan upacara Kasada Bromo ini dimulai, mereka mempersiapkan aneka sesaji dan nantinya akan dilempar ke dalam Kawah Gunung Bromo. Pada waktu malam yang ke 14 di bulan Kasada, warga masyarakat yang ada di Tengger akan berbondong bondong dan membawa ongkek yang isinya adalah sesaji hasil dari pertanian dan ternak. Kemudian mereka akan membawanya sesaji tersebut ke Pura. Sementara menunggu kedatangan Dukun sepuh yang dihormati, mereka menghafal dan melafalkan mantera-mantra, dan pada waktu tepat tengah malam diadakanlah upacara pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo.
Sebenarnya masih banyak budaya di Indonesia dan sebagai warga negara Indonesia kita harus menjaga Kebudayaan indonesia, budaya indonesia yang unik, kebudayaan unik khas indonesia, kebudayaan yang menarik di indonesia, budaya indonesia yang menarik dan khas.
Sayangnya ketika ada segelintir pemuda yang mencoba mempelajari budaya kita sendiri, teman temannya malah menjerumuskan mereka pada hal yang buruk. Banyak alasan untuk membuat mereka berhenti mencintai negara kita sendiri. Mulai dari gak gaul sampai ndeso dan katrok banget jadi alasan yang dipakai mereka. Namun saat ini mereka tidak sadar apa yag mereka perebutkan, kita ini sebenarnya masih punya itu semua, hanya saja tak dimanfaatkan dengan baik, dan ketika dimanfaatkan dengan baik oleh orang lain kita tidak terima.
Cintailah negeri kita, kelak Indonesia akan berubah menuju Negara yang lebih baik jika kita semua warga Negara Indonesia mencintai Negara  Indonesia tercinta kita.
Muhamad Nu’man Afandy
XII MIP

Minggu, 15 Juli 2012

Pilkada Brebes Diikuti Dua Pasang Calon


SUARA PANTURA
13 Juli 2012
LINTAS JATENG
Pilkada Brebes Diikuti Dua Pasang Calon
 0
 
  1
BREBES - Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Brebes pada 7 Oktober, hanya diikuti dua pasang calon. Hingga pendaftaran ditutup oleh KPU, Rabu (11/7) pukul 24.00, tidak ada lagi bakal calon yang mendaftar.
Dua pasang bakal calon itu adalah H Agung Widyantoro SH Msi-H Athoilah Syatori SE MSi dan Hj Idza Priyanti AMd-Narjo. Agung-Athoillah diusung koalisi Partai Golkar, PPP, PAN, PKB, dan Hanura. Sedangkan Idza-Narjo diusung koalisi partai PDIP, PKS, Gerindra, dan didukung Partai Demokrat.
‘’Rabu pukul 24.00, pendaftaran bakal calon yang telah dibuka sejak 7 Juli lalu, resmi kami tutup. Sehingga, kami pastikan Pilkada Brebes ini hanya diikuti dua bakal pasangan calon. Yakni, pasangan H Agung Widyantoro-H Athoillah dan Hj Idza-Narjo,î tandas Ketua KPUD Brebes, H Masykuri SPd usai menutup pendaftaran bakal calon, Kamis (12/7) dini hari.
Dia mengatakan, selama waktu pendaftaran sebenarnya ada tiga bakal calon yang mengambil formulir. Yakni tim bakal calon Yuniar Syamsul Hudha SE dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK). Namun, hingga pendaftaran ditutup Yuniar tidak mengembalikan formulir.
Dari pendaftaran itu, kata dia, selanjutnya KPUD mulai 13-18 Juli akan melakukan verifikasi terhadap berkas pada bakal calon yang telah dimasukkan. Hasil verifikasi itu nantinya akan diumumkan kepada tim para bakal calon untuk dilakukan perbaikan, jika ditemukan berkas yang belum lengkap. Perbaikan 19 Juliñ1 Agustus. Setelah itu, KPUD melakukan verifikasi ulang terhadap berkas calon yang sudah diperbaiki. Penetapan bakal calon (25 Agustus), mengundian nomor urut (28 Agustus). (H38-48)

Denda Rp 50 Juta bagi Pedagang

PEKALONGAN-Para pedagang makanan kini harus berhati-hati dalam memproduksi maupun menjual makanan. Para pedagang dilarang menggunakan 12 jenis bahan tambahan berbahaya dalam makanan.
Jika terbukti menggunakan satu atau lebih bahan berbahaya tersebut, pedagang terancam denda Rp 50 juta. Hal itu diatur Peraturan Wali Kota (Perwal) Pekalongan No 5/1012 tentang Bahan tambahan berbahaya yang dipergunakan dalam makanan.
Bagian Hukum Setda Kota Pekalongan menyosialisasikan paraturan itu kepada kepala Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) dan kepala UPTD Puskesmas se-Kota Pekalongan di ruang Kalijaga, Kantor Setda, Rabu (11/7).
Dalam Perwal itu disebutkan 12 jenis bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan. Di antaranya asam borat, asam salisilat, dulsin, kalium klorat, minyak nabati yang dibrominasi, formalin, hidrogen peroksida, dan pewarna sintesis (meliputi rhodamin B dan methanil yellow).
Kabag Hukum, Sutarno menjelaskan, pedagang yang memproduksi makanan yang dinyatakan positif mengandung bahan tambahan berbahaya atau makanan dinyatakan tidak aman bagi kesehatan manusia, akan menerima sanksi. Sanksi itu mulai dari peringatan tertulis, penghentian produksi untuk sementara, denda paling tinggi Rp 50 juta hingga pencabutan izin produksi atau izin usaha. ‘’Perwal ini merupakan salah bukti kepedulian Pemkot Pekalongan dalam melindungi masyarakat dari ancaman zat-zat berbahaya yang sering digunakan pedagang sebagai bahan tambahan makanan,’’ terangnya. (K30-48)

Kontraktor Mundur, Pantura Terancam Macet

TEGAL - Kontraktor pelaksanaan pekerjaan Jalan Yos Sudarso dan MT Haryono, Kota Tegal yang berada di jalur pantura mengundurkan diri sejak 12 Juli 2012. Pengunduran diri PT Buton Tirto Baskoro Banjarnegara itu, dilakukan karena kesulitan mendapatkan material peningkatan jalan berupa rigid beton. Kondisi tersebut agaknya akan berimbas kemacetan di jalur pantura selama arus mudik Lebaran.
Pantuan di lapangan, sejumlah peralatan perbaikan di Jalan Yos Sudarso sudah mulai ditarik oleh pihak kontraktor. Para karyawan perbaikan jalan sepanjang 475 meter dan lebar 16,5 meter itu telah menghentikan pekerjaannya. Separuh jalan di bagian selatan sebagian telah dibeton. Namun, separuh jalan di sebelah utara masih dilalui kendaraan dari arah Jakarta-Semarang. Sedangkan, kendaraan dari arah Semarang-Jakarta dialihkan ke Jalan Proklamasi.
Komisaris PT Buton Tirto Baskoro Banjarnegara, Budi Sarwono mengatakan, kebijakan pengunduran diri dari proyek perbaikan Jalan Yos Sudarso dan MT Haryono telah direalisasikan dengan surat resmi bernomor : 014/BTB-ADM/VII/2012. Alasan pengunduran diri kontraktor pekerjaan penanggulangan darurat (bencana alam) dengan nilai Rp 8,9 miliar di jalan tersebut, dikarenakan kesulitan material pekerjaan betonisasi.
”Kami kesulitan pasir yang harus diambil dari Muntilan, Magelang. Bina Marga tidak mau pekerjaan menggunakan pasir dari Slawi atau Cirebon,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, kontraktor juga kesulitan mencari besi dowel yang berukuran 36 cm, sesuai dengan keinginan Bina Marga. Padahal, besi dowel untuk betonisasi di wilayah jalur pantura normalnya ukuran 32 cm. Pihaknya telah mencari besi dowel ukuran 36 cm di Tegal dan kota-kota lainnya, tapi jumlahnya belum sesuai dengan kebutuhan.
”Hingga kini, pekerjaan baru 10 persen. Sedangkan, waktu pelaksanaan hingga H-10 Lebaran. Kami siap terima penalti dan blacklist,” katanya. (H64-48)

Petani Bawang Makin Terpuruk


SUARA PANTURA
15 Juli 2012
Petani Bawang Makin Terpuruk
 0
 
  0
SLAWI - Kondisi petani bawang merah di Kabupaten Tegal saat ini semakin terpuruk akibat anjloknya harga jual komoditi tersebut dan serangan ulat yang menurunkan kualitas hasil pertanian itu.

Kondisi tersebut menjadikan petani mengalami kerugian cukup besar, rata-rata Rp 10 juta per hektare. Salah satu petani bawang merah di Jalur Pantura, Tegal, Warnadi, Jumat (13/7) mengatakan, saat ini sebagian besar petani bawang merah mengalami kerugian, akibat anjloknya harga. Saat ini harga jual komoditi tersebut di tingkat petani hanya Rp 6.000/kg, sedangkan sebulan sebelumnya lebih dari Rp 8.000/kg.

Merosotnya harga jual, sedikit banyak disebabkan adanya bawang merah impor dari Thailand yang masuk ke Indonesia, khususnya pulau Jawa. Bawang merah lokal saat ini di pasaran dijual masih tinggi yaitu Rp 13.000/kg, sedangkan barang impor lebih murah yaitu hanya Rp 12.000/kg. “Dengan selisih harga Rp 1.000/kg, masyarakat lebih memilih bawang Thailand. Padahal jika dilihat dari kualitasnya, bawang lokal lebih bagus dibandingkan bawang impor,” tuturnya.

Jadi Bibit

Dia mengatakan, dengan kondisi harga seperti saat ini, para petani bawang lebih memilih menstok hasil panennya, sambil menunggu harga kembali membaik. Selain itu, sebagian besar hasil panen tersebut dijadikan bibit untuk musim tanam berikutnya. Hal itu disebabkan, pada musim panen mendatang, harga bibit dapat dipastikan mengalami kenaikan. “Apabila petani tidak menyisihkan hasil panennya untuk bibit, diperkirakan musim tanam berikutnya kesulitan, sebab harga sudah naik. Sedangkan modal yang dimiliki masih utang. Saat ini kami juga masih menanggung utang untuk modal tanam sebelumnya,” terangnya.

Petani lainnya, Kasmirun, mengatakan, tanaman bawang merah saat ini banyak yang terserang ulat, sehingga kualitasnya berkurang.

Berbagai upaya seperti penyemprotan obat pembasmi hama telah dilakukan petani, tetapi hewan tersebut masih ada.

“Harga jual bawang turun, biaya operasionalnya terus naik, dan tanaman terserang hama, kondisi tersebut membuat petani semakin terpuruk,” ucapnya. (H77-48)

15 Juli, Ciregol Didesak Bisa Dilalui Kendaraan Dua Arah


15 Juli, Ciregol Didesak Bisa Dilalui Kendaraan Dua Arah

  • PDFPrintE-mail
Brebes -  Forum Masyarakat Jaga Gili (Masjali) mendesak agar pada 15 Juli 2012 mendatang, tanjakan Ciregol yang ada di jalan nasional ruas Jakarta - Tegal - Purwokerto, tepatnya di jalur Desa Kutamendala, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, bisa dilalui kendaraan dari dua arah.
"Kami kesal dengan lambannya pekerjaan perbaikan Ciregol, kami minta sebulan kedepan jalan sudah bisa dilalui dua arah," ujar Koordinator Masjali, Imam Untung Subagyo, Kamis 14 Juni 2012 sore.

Lambannya pekerjaan telah menimbulkan kemacetan lalu-lintas setiap hari. Kemacetan tersebut juga berdampak negatif bagi masyarakat baik psikologis maupun kerugian materi. Secara psikologis kemacetan timbulkan kejenuhan dan kekesalan, yang akhirnya berdampak pada rawan terjadi kecelakaan lalu-lintas.

"Belum lagi jika dihitung kerugian materi, seperti keterlambatan angkutan barang dan jasa angkutan lainnya, juga kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan korban jiwa," kata Untung.

Selain itu, jika pekerjaan perbaikan berlarut-larut akan berdampak sosial yang lebih besar lagi. Mengingat dua bulan kedepan akan menghadapi Lebaran dan setelah itu ada hajat Pemilukada Brebes.

"Kami tidak ingin nantinya tahapan Pemilukada terganggu seperti distribusi logistik yang terganggu karena kemacetan Ciregol," tegas Untung.

Menanggapi desakan itu, pengawas pekerjaan Bina Marga Provinsi Wilayah Tegal, Lindung Simbolon mengatakan, pekerjaan perbaikan Ciregol saat ini target per 14 Juni 2012 ini yang seharusnya sudah mencapai 12 persen. Kenyataanya belum mencapai target tersebut, karena banyak kendala di lapangan. "Kendalannya cukup banyak, diantaranya kondisi lalu-lintas yang padat," katanya.

Selain itu, adanya perubahan desain juga telah menghambat pelaksanaan pekerjaan yang telah ditarget harus selesai dalam waktu 240 hari atau sampai akhir November 2012 nanti. "Targetnya sesuai SPK pekerjaan mulai Maret dan selesai pada November nanti," ucap Lindung.

Dia mengatakan, pada tanggal 10 Agustus 2012 mendatang sesuai jadwal jalan Ciregol sudah bisa dilewati dua arah, dengan kondisi jalan telah dilapisi perkerasan meski belum diaspal. Sehingga pada saat arus mudik dan arus balik, diharapakan tidak akan terjadi kemacetan di Ciregol.

"Targetnya H-10 Lebaran jalan sudah dalam kondisi perkerasan meski belum diaspal," tutur Lindung. PanturaNews

Tarian indonesia yang mendunia


Tarian indonesia yang mendunia

Tarian INDONESIA yang mendunia
1. TARI BALI
Kesenian tari bali ini memang sangat di kagumi oleh banyak wisatawan asing seperti wisatawan dari AS, Tailan, Australia, Jerman, Jepang dan juga Cina, karena mereka suka dengan tarian anak bangsa indonesia yang semakin tersohor karena karya kesenian tari mereka ini. Banyak sekali turis yang mau berkunjung untuk bisa belajar tari bali karena mereka suka sekali dengan cerita dan juga pertunjukan seni bali itu sendiri, bali sangat banyak di temui sanggar tari apa itu tari seperti tari leak atau tari legong yang sudah sangat terkenal sekali.
Tari bali adalah tarian yang mengisahkan berdirinya bali dan juga persembahan di mana sangang maha widi memberikan petunjuga bagi manusia agar bisa beriman dan juga ada yang memceritakan bagaimana angkara murka bisa di basmi seperti kisah ramah sinta. Unsur tari bali ini di angkat dari cerita rakyat yang sudah di anut turun temurun hingga saat ini masi sangat di budi dayakan karena karya seni bali di yakini bisa mempunyai nilai seni megis yang bisa mengusir angkara murka di kehidupan mereka.
Karya seni tari bali bukan seperti kita memainkan game ayodance dan juga memberikan rahasia blogging karena karya seni tari bali ini sudah di wariskan turun temurun dari nenek moyang bangsa indonesia dan mempunyai arti tersendiri bagi rakyat bali, Memang saya akui bali bisa memberikan ketentraman bagi orang-orang yang berpariwisata di sana karena di sana memberikan fasilitas yang bebas dan juga harus bisa mematuhi adat setempat.
Yang penting sih bagi saya bisa memberikan yang terbaik seperti kesenian tari bali yang selalu menyambut kedatangan paraturis luar negeri atau dalam negeri yang selalu beta untuk bisa berlama-lama di pulau dewata itu.
2. TARI SAMAN
Di antara beraneka ragam tarian dari pelosok Indonesia, tari saman termasuk dalam kategori seni tari yang sangat menarik. Keunikan tari saman ini terletak pada kekompakan gerakannya yang sangat menakjubkan. Para penari saman dapat bergerak serentak mengikuti irama musik yang harmonis. Gerakan-gerakan teratur itu seolah digerakkan satu tubuh, terus menari dengan kompak, mengikuti dendang lagu yang dinamis. Sungguh menarik, bukan? Tak salah jika tari saman banyak memikat hati para penikmat seni tari. Bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Sekarang, mari kita ulas lebih dalam lagi mengenai tarian unik ini.
Mengapa tarian ini dinamakan tari Saman? Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah.
Pada mulanya, tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung.
Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis.
Tari Saman dijadikan sebagai media dakwah. Sebelum Saman dimulai, tampil pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat. Pemuka adat memberikan nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Syair-syair yang di antunkan dalam tari Saman juga berisi petuah-petuah dan dakwah.
Berikut contoh sepenggal syair dalam tari Saman:
Reno tewa ni beras padi, manuk kedidi mulu menjadi rempulis bunge.
Artinya:
Betapa indahnya padi di sawah dihembus angin yang lemah gemulai. Namun begitu, burung kedidi yang lebih dulu sebagai calon pengantin serta membawa nama yang harum.
Namun dewasa ini, fungsi tarian saman menjadi bergeser. Tarian ini jadi lebih sering berfungsi sebagai media hiburan pada pesta-pesta, hajatan, dan acara-acara lain.
3. TARI REOG BLITAR dan MERAK
Di awal musim gugur tahun ini, mulai tanggal 28 September hingga 3 Oktober 2011, di Korea, tepatnya di kota Cheonan dilangsungkan Festival Tari Dunia yang dikenal dengan nama “Cheonan World Dance Festival“. Cheonan terletak di sebelah selatan Seol dan bisa ditempuh dengan kereta, subway atau bis dengan memakan waktu sekitar 1 jam 20 menit.
Festival tahunan di Cheonan ini juga dilombakan sehingga masing2 peserta punya kesempatan mendapatkan penghargaan. Selain Indonesia ada sekita 22 negara ikut serta didalamnya. Dibawah pimpinan Ida Riyanti dan wakil dari Blitar yaitu Wima B ( ketua Dewan Kesenian daerah Blitar ) , Indonesia mengirimkan sejumlah 21 penari, dengan menampilkan group Reog Blitar dan berkolaborasi dengan beberapa siswa/i dari SMA 7o Jakarta. Rombongan ini sudah dipersiapkan sebelumnya di Laboratorium Tari Indonesia pimpinan Ibu Wiwiek Widyastuti, yang juga ikut serta sebagai penasehat.
Sebelum pentas tari di panggung, semua peserta ikut dalam parade di jalan utama di kota Cheonan, sehingga para pengunjung berkesempatan melihat semua tarian dari dekat dan bahkan sempat berfoto bersama. Bahkan antar peserta/penari juga berkesempatan untuk berfoto bersama, kesempatan inilah yang justru diluar acara tertulis yang membuat suasana menjadi gembira. Dari Indonesia selain tari reog, ada juga tari merak. Penari merak ini saat parade agak merasa dingin dengan pakaian yang tipis, mengingat udara sudah agak dingin sekitar 20 derajat Celcius waktu parade. Untunglah setelah parade selesai tidak ada penari yang sakit, sehingga bisa mengikuti lomba di hari berikutnya.
Penampilan tari Reog dan tari Merak, rupanya cukup memukau penonton dan juga para juri, sehingga team Indonesia bisa memasuki tahap kedua, tahap final. Pada hari terakhir Festival, group atau rombongan tari dari Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai Juara Harapan Dua, atau nomor urutan 5. Wakil dari Indonesia berhak mendapatkan piala.
Setelah perlombaan, semua peserta dan rombongan diberi kesempatan untuk makan bersama dengan Walikota Cheonan. Rombongan tari dari Indoensia sudah selamat kembali ke tanah air dengan banyak kenangan pengalaman sebagai wakil dan memperkenalkan Indonesia ke seluruh dunia, meski saat berangkat di Indonesia sendiri waktu itu sedang ramai dengan kasus bom di kota Solo.
Terasa sekali memang budaya bisa menyambung ke semua orang di dunia ini dan budaya juga memberikan kegembiraan dan membuat suasana damai. Semoga damai juga selalu ada di Indonesia dan seluruh dunia, trimakasih dan selamat untuk para peserta semua yang berangkat ke Cheonan.
4. TARI PENDET
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di Pura, sebuah tempat ibadat bagi umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Rindi. Rindi merupakan maestro tari yang dikenal luas sebagai penggubah tari pendet sakral yang bisa di pentaskan di pura setiap upacara keagamaan. Tari pendet juga bisa berfungsi sebagai tari penyambutan. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “tarian ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.
Wayan Rindi adalah penekun seni tari yang dikenal karena kemampuannya menggubah tari dan melestarikan seni melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Salah satunya terekam dalam beragam foto semasa hidupnya yang aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari pendet pada keturunan keluarga maupun di luar lingkungan keluarganya. Menurut anak bungsunya, Ketut Sutapa, Wayan Rindi memodifikasi tari pendet sakral menjadi tari pendet penyambutan yang kini diklaim Malaysia. Rindi menciptakan tari pendet ini sekitar tahun 1950. Meski dimodifikasi, namun semua busana dan unsur gerakan tarinya tetap mengacu pada pakem seni Bali yang dikenal khas dan dinamis.
Diyakini bahwa tari Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.
Tindakan Malaysia yang mengklaim tari pendet sebagai bagian dari budayanya amat disesalkan keluarga Wayan Rindi. Pada masa hidupnya, Wayan Rindi memang tak berfikir untuk mendaftarkan temuannya agar tak ditiru negara lain. Selain belum ada lembaga hak cipta, tari Bali selama ini tidak pernah di patenkan karena kandungan nilai spiritualnya yang luas dan tidak bisa dimonopoli sebagai ciptaan manusia atau bangsa tertentu. Namun dengan adanya kasus ini, Sutapa yang juga dosen tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Bali berharap pemerintah mulai mengambil langkah untuk menyelamatkan warisan budaya nasional dari tangan jahil negara lain.